Update Drone KamikazeKlik di Atas

Lockheed Pernah Merancang Pesawat Intai U-2 Jadi Wahana Peluncur Rudal Udara ke Permukaan

(Ilustrasi)

Serasa tak ada matinya, sejak terbang perdana 1 Agustus 1955, faktanya sampai hari ini pesawat intai legendaris Lockheed U-2 Dragon Lady masih terus beroperasi. Bahkan kabar terarkhir, Angkatan Udara Amerika Serikat kembali memberdayakan U-2 sebagai ‘jembatan’ komunikasi antar dua jet tempur stealth F-35 Lightning II dan F-22 Raptor. Menyandang predikat stealth, menjadikan dua penempur canggih itu mengalami ‘batasan’ untuk saling berkirim dan bertukar data selama penerbangan.

Baca juga: U-2 Dragon Lady Berhasil Buka Konektivitas Data antara F-22 Raptor dan F-35 Lightning II

Berdasarkan literasi, kini operator U-2 adalah AU AS (USAF) dan NASA yang menggunakannya sebagai wahana riset. Namun jauh sebelum itu, U-2 pernah menjadi andalan AU Taiwan dan CIA untuk kegiatan operasi spionase di era Perang Dingin. Dengan tupoksinya sebagai pesawat intai yang mampu terbang di ketinggian 24.000 meter di atas permukaan laut, beragam jenis sensor bergenre mata-mata sudah pernah dijejalkan di pesawat rancangan Kelly Johnson dari Lockheed Skunk Works ini.

Tapi ada sesuatu yang mungkin jarang diketahui, bahwa Lockheed pernah merancang U-2 sebagai wahana yang mampu meluncurkan rudal udara ke permukaan/anti kapal. Mengutip dari sandboxx.us (17/8/2021), disebutkan pada tahun-tahun akhir Perang Dingin, Lockheed mengusulkan untuk mempersenjatai pesawat U-2 mereka dengan rudal anti-kapal jarak jauh eksperimental yang akan membuatnya menjadi teror di laut lepas.

Seandainya konsep itu digabungkan dengan upaya Washington untuk menempatkan U-2 di atas kapal induk, maka U-2 bisa menawarkan kekuatan luar biasa bagi AS, yaitu dapat melakukan serangan jarak jauh dan minim balasan, lantaran ketinggian terbangnya yang sulit dikejar oleh pesawat tempur konvensional, pun rudal hanud masih terbatas yang punya kemampuan menguber sasaran di ketinggian 24.000 meter.

Tentu bukan soal ketinggian terbang saja yang jadi andalan U-2 sebagai peluncur rudal, lebih dari itu, U-2 dapat terbang sejauh 11.280 km tanpa isi bahan bakar di udara. Endurance terbangnya pun mencapai 12 jam. Spesifikasi teknis itulah yang menarik Lockheed untuk mengembangkan U-2 dalam desain 315B.

U-2 315B diawaki oleh dua kru, yaitu pilot dan radar intercept officer yang duduk di bagian belakang, atau tidak berbeda dengan U-2 versi latih. U-2 315B dipersiapkan untuk membawa dua rudal udara ke permukaan AGM-53 Condor.

AGM-53 Condor dirancang oleh Rockwell pada tahun 1962. Rancangannya didasarkan atas kebutuhan AL AS akan rudal udara ke permukaan dengan presisi tinggi. Sebagai sistem pemandu, AGM-53 Condor mengandalkan television guidance system dengan koneksi data link.

Pada 4 Februari 1971, Condor melakoni uji hulu ledak langsung pertamanya, dimana rudal ini melakukan serangan pada eks kapal perusak USS Vammen. Pengujian pada akhir tahun itu menunjukkan kemampuan untuk mencapai sasaran pada jarak 30 nmi (56 km).

Sayangnya, program pengembangan AGM-53 Condor dibatalkan pada tahun 1976. Jangkauannya yang jauh dan presisi yang berpotensi tinggi membuat Condor menjadi senjata yang sangat kuat, tetapi jauh lebih mahal daripada senjata udara ke permukaan taktis kontemporer. Secure data link dan masalah pada propulsi disebut menyumbang porsi yang signifikan terhadap total biaya rudal.

Baca juga: CIA Ungkap Keberadaan Aquiline, Drone untuk Misi Intai di Wilayah Cina dan Uni Soviet

Secara teknis, AGM-53 Condor punya bobot 950 kg dan dapat melesat hingga Mach 2.9. Rudal condor dilengkapi dengan pilihan hulu ledak konvensional 290 kg, atau bisa pula membawa hulu ledak nuklir W73. Dengan batalnya program AGM-53 Condor. Meski tak terkait langsung dengan batalnya program AGM53 Condor, maka pupus juga harapan Lockheed untuk menjadikan U-2 sebagai wahana peluncur rudal udara ke permukaan. (Bayu Pamungkas)

One Comment