Lockheed Martin: Biaya Pemeliharaan F-35 Turun 50 Persen dan Akan Turun 35 Persen Lagi dalam Lima Tahun Mendatang
Pelan namun pasti, Lockheed Martin berusaha mengatasi beragam problem dan tantangan yang terkait jet tempur stealth F-35 Lightning II. Selain masalah cacat produksi yang belum teratasi secara tuntas, pekerjaan rumah bagi Lockheed Martin adalah bagaimana menurunkan biaya operasional dan biaya pemeliharaan F-35 yang dikenal sangat tinggi.
Dalam wawancara streaming dengan American Enterprise Institute pada 29 Agustus 2022, KSAU Amerika Serikat Charles Q. Brown Jr. menyatakan, bahwa biaya operasional untuk F-35 adalah “sesuatu yang kami khawatirkan” dan jika masalah ini tidak diselesaikan, maka Angkatan Udara harus lebih jarang menggunakan pesawat tempur atau mengurangi volume pembelian.
Menurut laporan Chamber of Accounts, satu unit F-35A AU AS menelan biaya US$7,8 juta per penerbangan pada tahun 2020, hampir dua kali lipat dari target biaya US$4,1 juta. Sementara varian F-35C dan F-35B untuk kapal induk, masing-masing menelan biaya $9,9 juta dan $9,1 juta per penerbangan, melebihi target sekitar US$2,5 juta.
Dikutip dari eurasiantimes.com (4/9/2022), pejabat program F-35 baru-baru ini mengungkapkan bahwa biaya terbang per jam (cost per flying hour) untuk F-35, di semua pengguna (operator) telah turun 50 persen dalam tujuh tahun terakhir dan akan turun lagi 35 persen dalam lima tahun mendatang.
Pada tahun fiskal 2021, biaya operasi untuk F-35 telah turun menjadi US$ 4,1 juta per penerbangan. Kemudian biaya penerbangan F-35C dan F-35B masing-masing adalah US$7,5 juta dan US$6,8 juta per penerbangan. Sebagai perbandingan, biaya operasional per jam F-15EX adalah US$27.000, sedangkan biaya operasional per jam F-35A mencapai US$35.000.
Audrey Brady, Wakil Presiden Divisi Pemeliharaan F-35 Lockheed Martin, mengatakan bahwa penghematan biaya hanya berkaitan dengan yang dikendalikan dari Lockheed dan dihasilkan dari berbagai faktor.
Audrey menjelaskan bahwa beberapa penghematan biaya terkait dengan keterlibatan Lockheed Martin terkait dalam kontrak jangka panjang dengan pemasok suku cadang dan material untuk mendapatkan volume yang wajar dan harga yang lebih rendah. Persisnya Lockheed Martin telah berhasil mengurangi biaya terutama dengan mengandalkan skala ekonomi.
Beberapa dari program tersebut melibatkan pengurangan “waktu tunggu” untuk perbaikan setidaknya delapan jam, sementara yang lain melibatkan kemajuan proses atau material, pengurangan biaya komponen, perbaikan suku cadang yang lebih cepat, dan periode pemeliharaan/perbaikan yang lebih pendek.
Selama ini, anggota parlemen, auditor pemerintah, dan organisasi pengawas telah mengkritik program F-35 karena biaya pemeliharaan yang tinggi dan tantangan operasionalnya. Laporan GAO dari Juli 2021 memperingatkan bahwa pembengkakan biaya tahunan untuk militer AS bisa mencapai US$6 miliar pada tahun 2036, hal itu bisa terjadi jika tidak ada pembenahan dalam program F-35.
Departemen Pertahanan AS setuju dengan Lockheed Martin Corp pada 18 Juli lalu untuk membangun sekitar 375 jet tempur F-35 selama tiga tahun. Kesepakatan itu muncul di tengah ekspektasi bahwa harga varian pesawat paling umum, F-35A, akan meningkat karena inflasi dan produksi yang lebih lambat.
Harga F-35A mencapai US$221 juta per unit ketika memasuki produksi seri akhir pada tahun 2007. Sejak itu, karena lebih banyak negara bergabung dengan program, volume manufaktur dan kemajuan teknologi telah membantu menurunkan biaya pesawat tempur generasi kelima ini menjadi US$79 juta per pesawat.
Rencana kedepan adalah untuk mengurangi biaya keberlanjutan sebesar 37 persen selama periode lima tahun ke depan. Untuk itu, kontrak logistik dengan Pentagon saat ini sedang dikerjakan. Sejak 2019, Lockheed Martin secara teratur menyarankan kontrak logistik berbasis kinerja untuk F-35, mengklaim bahwa itu akan menghemat biaya bagi pemerintah, memungkinkan perbaikan lebih cepat, dan menghasilkan ketersediaan komponen cadangan yang lebih baik.
Sejauh ini, Lockheed Martin telah mengirimkan lebih dari 825 unit F-35 ke angkatan bersenjata dari 15 negara, dan kontraktor pertahanan kini mengantisipasi angka tersebut hampir dua kali lipat selama lima tahun ke depan. (Bayu Pamungkas)
@periskop: Indonesia belum kepikiran buat jadiin F-16 sebagai pespur dg kemampuan serbu maritim. Atau bisa jadi Indonesia menunggu Rafale dibeli karena baik senjata yg bisa dibawa maupun kemampuan pespur yg dimiliki tetap lebih unggul Rafale daripada F-16. Rafale bisa dilengkapi dg Strom Shadow yg jangkauannya lebih jauh dari Harpoon kecuali Indonesia mau beli JASSM.
sukhoi juga mahal aja kita sanggupi kok, memang tujuannya amerika biar kita beli viper dulu baru dikasih itu
tapi ane heran 1 hal, indonesia kok asm amriknya cuma maverick doang yak? Padahal kh-31 sama kh-59 punya buat sukhoi, kok tandingannya buat f-16 ngga ada
Suka2 ntung aja deeh😁
@ Tukang Ngutang: Itu nilai Flying Cost jutaan buat F-35 dihitung dari 180 jam penerbangan dan latihan rutin pertahun. Biaya terbang perjam untuk F-35 itu awalnya sekitar USD 45.000/jam dan sekarang sudah turun jadi sekitar USD 35.000/jam dan akan terus turun hingga target USD 18.000-20.000/jam seperti biaya terbang untuk F teens.
Jadi itu bergantung jenis pesawat dan lama waktu pelatihan ya. Militer Indonesia biasa melakukan pelatihan antara 80-120 jam artinya kalo mereka berlatih dgn F-16 yg biaya penerbangan nya mencapai USD 18.000-20.000 maka biaya pertahun bisa mencapai USD 1,4 juta sampai USD 2,4 juta atau sekitar Rp 21,6-35 Milyar. Tinggal kalikan aja berapa banyak pespur yg dimiliki. Ingat, Indonesia punya Rp134 Triliun.
@topi Purun: gak ada Caatsa sekalipun Su-35 bakalan kehilangan pasaran dikala yg lain udah pake radar AESA Dhek. Hhhhhhhhhh
Sekian juta usd per penerbangan?
Mahal banget!!!
Makanya Amrik bilang kita belum saatnya pakai F35 bukan karena Amrik berupaya menjegal kita untuk punya pesawat generasi 5 tetapi karena Amrik tahu kita belum sanggup membiayai biaya penerbangannya.
Itu kayak pedagang mobil yang tahu kita biasa nyetir daihatsu hi-jet 55 tapi kita kepingin beli Toyota Alphard. Nah si pedagang mobil nawarin kita mobil Daihatsu Sigra 1200 cc dan tidak mengijinkan kita beli Toyota Alphard karena pedagang itu tahu kemampuan sumber daya kita hanya bisa membiayai operasional dan perawatan Daihatsu Sigra saja dan bukan Toyota Alphard.
kalau ga Catsa sana sini pasti ga laku ini barang