Korea Selatan Tanggapi Darurat Pendanaan Proyek KFX/IFX, Indonesia Tawarkan Pembayaran Kontribusi dengan CN-235

Selama ini muncul kesan di publik, bahwa Indonesia seolah ‘ditinggalkan’ mitranya dalam pengembangan prototipe jet tempur KFX/IFX. Diantaranya seperti tiadanya logo “Ke-Indonesiaan” di full mockup jet tempur tersebut di pameran dirgantara ADEX 2019. Belum lagi berbagai pemberitaan seputar progres KFX yang tak menyebut nama Indonesia, malahan muncul sindiran dari dalam negeri Korea Selatan atas keterlambatan Indonesia dalam membayar kontribusi. Namun, dari berita yang dirilis situs asiae.co.kr (6/4/2020), menyiratkan bila peran Indonesia dalam proyek KFX/IFX masih begitu dinantikan pihak Korea Selatan.

Baca juga: Tanpa Identitas “Indonesia,” Full Mockup KFX Diperlihatkan di Seoul ADEX 2019

Dalam tajuk berita 6 April, “First KF-X emergency response meeting,” disebutkan pada 6 April lalu, Menteri Pertahanan Korea Selatan Chung Kyung-doo telah memimpin pertemuan untuk membicarakan kontribusi pendanaan pada proyek pesawat tempur KFX. Pertempuan ini disebut sebagai yang pertama dilakukan Menhan Chung untuk membahas KFX pada tahun ini. Salah satu dari tema yang dibicarakan dalam pertemuan itu adalah kondisi yang dianggap darurat, yaitu soal partisipasi Indonsia, terutama dalam hal angsuran alias kontribusi pendanaan yang belum dibayar.

Sejak proyek KFX/IFX dimulai pada tahun 2016, disebutkan oleh media tersebut, total dana yang bakal digelontorkan mencapai 18 triliun won, terdiri dari 8 triliun won untuk biaya riset dan pengembangan, dan 10 triliun won untuk dicanangkan untuk biaya produksi massal untuk kebutuhan AU Korea Selatan. Setelah prototipe meluncur perdana dan jet tempur lulus beragam sertifikasi, maka pada tahun 2026 akan dimulai fase produksi, dimana AU Korea Selatan bakal memesan 129 unit KFX, sementara Indonesia akan memesan 50 unit IFX.

Dari 8 triliun won sebagai dana pengembangan, maka komposisinya dibagi, yaitu 60 persen ditanggung oleh Pemerintah Korea Selatan, 20 persen oleh pihak manufaktur Korea Aerospace Industries (KAI) dan 20 persen lainnya oleh Pemerintah Indonesia. Agar proyek dapat berjalan mulus, maka kontribusi Indonesia ditetapkan dalam jumlah pendanaan. Seperti pada tahun lalu, seharusnya Indonesia membayar 63,5 miliar won kepada Pemerintah Korea Selatan, dari total kontribusi Indonesia senilai 1,7 miliar won pada akhir tahun 2026 nanti.

Namun, lantaran ada masalah dalam pendanaan, hingga tahun lalu, kontribusu Indonesia baru mencapai 227 miliar won. Sumber di media Korea Selata menyebut, bahwa Indonesia masih tetap akan melanjutkan komitmen pada proyek KFX/IFX. Sebagai solusinya, Indonesia menawarkan pembayaran kontribusi dalam bentuk barang, yakni seperti penjualan pesawat angkut CN-235, ground equipent dan pakaian untuk orang dewasa. Dikatakan juga Indonesia telah meminta perpanjangan batas waktu pembayaran dan memperluas transfer of technology yang didapatkan dari proyek KFX/IFX.

Saat Presiden Joko Wido mengunjungi Korea Selatan pada September 2018, ia menunjukkan keinginannya untuk melakukan negosiasi ulang dengan meminta Presiden Moon Jae-in untuk mengurangi bagian dari kontribusi proyek KFX/IFX, yaitu dari 20 persen menjadi 15 persen.

Dari berita yang tersirat, nampaknya masa depan dan kelanjutan proyek KFX/IFX bakal terganggu dan menghadapi kesulitan tanpa partisipasi Indonesia. Tentu yang membuat berat bukan hanya soal pendanaan dalam aspek pengembangan, lain dari itu, bila Indonesia tak jadi memesan 50 unit IFX, maka KAI akan kehilangan peluang ekspor, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya produksi per unit jet tempur, lantaran pesanan secara total ikut menciut.

Baca juga: GE Aviation Kirim Unit Mesin F414 Perdana untuk Jet Tempur KFX

Sejauh ini Kementerian Pertahanan Korea Selatan belum memiliki dana tambahan untuk menopang biaya talangan, jika misalnya Indonesia ‘keluar’ dari proyek ini. (Bayu Pamungkas)

72 Comments