Kepincut Sensasi Bayraktar TB2, Taiwan Rancang UCAV Albatross II, Bisa Meluncurkan Rudal Hipersonik
|Tak bisa dipungkiri, bahwa kesuksesan drone kombatan produksi Turki, Bayraktar TB2, telah menginsipirasi banyak negara untuk merancang paling tidak drone dengan kemampuan setanding. Salah satu yang mengikuti jejak Turki adalah Taiwan, negeri yang dianggap ‘pemberontak’ oleh Beijing ini, sejatinya sudah mengoperasikan apa yang disebut drone Albatross, yakni drone bertenaga propeller yang sekilas dimensi dan kinerjanya tak jauh dari Bayraktar TB2.
Baca juga: Taiwan Kerahkan Albatross, Drone Intai Peronda Laut Cina Selatan
Drone Albatross dioperasikan oleh Angkatan Laut Taiwan, dan merupakan produksi dalam negeri oleh National Chung-Shan Institute of Science and Technology (NCSIST). Secara rutin, Albatross dikerahkan untuk meronda kawasan laut perbatasan, termasuk di Laut Cina Selatan. Namun, Albatross generasi pertama berstatus sebagai drone intai, tanpa bisa membawa persenjataan.
Dikutip dari taipeitimes.com (13/9/2022), kini NCSIST dan Geosat Aerospace & Technology telah mengembangkan varian Albatross II, yang dibuat sebagai padanan dari Bayraktar TB2. Albatross generasi pertama yang sat ini beroperasi, memiliki panjang 5,3 meter, lebar bentang sayap 8,6 meter dan dapat membawa muatan 55 kg. Ketinggian penerbangan maksimum adalah 4 km, jangkauannya adalah 150 km, dan waktu pengoperasian drone ini adalah 12 jam.
Geosat Aerospace & Technology mengungkapkan akan meningkatkan kemampuan Albatross, salah satunya drone ini akan dilengkapi jenis radar yang diperbarui untuk memberikan pengawasan dalam jangkauan yang lebih luas. Jangkauan jelajah Albatross II juga akan ditingkatkan hingga 250 km.
Albatross II dipersiapkan untuk dapat meluncurkan rudal udara ke udara buatan Taiwan. CEO Geosat Aerospace & Technology mengungkapkan bahwa drone ini dapat membawa rudal udara ke udara hipersonik Sky Sword II (Tien Chien II). Rudal ini dapat dapat mencapai kecepatan hingga Mach 6 (7400 km per jam).
Tapi perlu dicatat, dengan bekal persenjataan yang terbilang kompleks dan lethal, maka akan berpengaruh pada dimensi dan berat drone itu sendiri. Sebagai ilustrasi, bobot satu unit rudal Sky Sword II mencapai 184 kg. Sky Sword II dengan sistem pemandu inertial navigation system dan active radar homing dapat menguber sasaran hingga jarak 100 km. Sedikit banyak, profil rudal ini mirip dengan beyond visual range air to air missile AIM-120 AMRAAM.
Baca juga: Orderan Jumbo, Uni Emirat Arab Berencana Beli 120 Unit Drone Tempur Bayraktar TB2
Analis memperkirakan, dengan persenjataan yang disebut tadi, maka kapasitas payload Albatross II harus tiga kali lebih besar dari Albatross I. Rencananya, prototipe Albatross II akan diluncurkan pada tahun 2023. (Gilang Perdana)
Jaman sekarang perangnya asimeteris drone terbang rendah nyari celah radar nyerang sistem pertahanan udara lawan tau tau Kaboom, mbt juga bisa diancurin drone apalagi ada drone kami kaze drone bergerombol tebang diatas konvoy mbt tau tau kaboom,
@ade
Setuju….maka pada drone EH ini harus ada TKDN nya terutama pada sistem kunci yaitu mission system (MS) supaya produk drone ini punya diferensiasi ketika dipasarkan, karena komponen dan sistem lainnya belum tersedia didalam negri..
Masalah berikutnya….rencana semula akan menggunakan mission system/MS buatan Spanyol tapi ternyata mission system/MS buatan spanyol ini baru support utk misi ISR dan mereka tidak mau memberi akses utk mengoprek MS tsb
Padahal….tempo hari niatnya melompati roadmap awal dg melewati pengembangan drone ISR dan langsung beralih ke UCAV
Ternyata kalo liat portofilio produk MS buatan Spanyol ini, memang belum support utk pengoperasian senjata….artinya kalo proyek ini dilanjut maka akan “beresiko” bagi user karena MS nya belum proven (utk pengoperasian senjata).
Darisini diputuskan program ini “dijeda” dan dikembalikan ke roadmap awal…..sedangkan utk MS akan dikembangkan sendiri oleh LEN dan LAPAN yg sudah berpengalaman dalam bidang komputasi dan remote sensing
@Tukang tikung..
Rasanya perusahaan2 besar didunia termasuk bidang militer rasanya tidak ada yg 100% buatan sendiri termasuk komponennya, bahkan sekelas Rusia pun IC nya masih menggunakan buatan barat untuk industri pertahanannya, terpenting kendali produksi ada di tangan produsen kalau dipaksakan 100% rasanya tdk mungkin, belajar dari rencana pembuatan rudal kerjasama dng China skrng hilang beritanya, sekarang rencana pembuatan drone untuk Kombatan sudah digadang2 akan produksi akhirnya layu sebelum berkembang..padahal bnyk yg terlibat di Konsorsium itu termasuk YG TNI AU .
@tukang ngitung
Masih…..sekarang malah sudah di ekspor dg label “Magline Cruiser II” toh 🐒
Duluuu kita punya Puna Wulung, apa masih dipakai ya?
Oh iya itu Global Hawk mau pensiun 24 biji lho, apa minat mau ambil? Setengah lusin aja deh jangan banyak-banyak. Kita khan kolektor barang bekas.
di indo malah “batal” ngga ada kemungkinan lanjut kah ini, rudalnya katanya juga dagmh di canangkan pakai rudal apa
@ade
MALE EH nyaris seluruh komponen dan sistemnya diimpor dari produk yg tersedia dipasaran global….kecuali desain platformnya, tapi itupun utk membuat ariframe nya pesan ke spanyol
Kalo pake paradigma lama, riset selama ini adalah mengimpor teknologi dari luar dan kita hanya mjd operatornya….tidak ada proses riset yg bekerja pada teknologi tsb.
Yang aneh ketika dipaksa harus ada TKDN pada proyek ini(dg merefocusing sesuai roadmap) supaya ketika EH sudah jadi punya nilai diferensiasi, malah dihujat sana-sini
kalo beli cuan lebih gede mas ,biasa mental malas mikir dan malas repot
Drone Bayraktar dan ANKA Turki sukses besar di pasar Internasional padahal uji coba terowongan anginnya di Indonesia tepatnya di BPPT (sekarang dilebur dalam BRIN), ini yg pny terowongan anginnya bikin drone sendiri malah di cancel..karna alasan ekonomi yg tidak ekonomis piye bisa mandiri toh..