‘Karyakan’ Jet Tempur Tua, Cina Jadikan Shenyang J-6 (MiG-19) Sebagai Drone

Dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat, bisa dipastikan elemen hanud (pertahanan udara) Taiwan serba canggih dan rapat. Meski begitu, masih ada peluang bagi Cina Daratan untuk menembus sistem hanud Taiwan. Salah satunya dengan serbuan udara secara besar-besaran, dengan serbuan secara masif, walau akan ada banyak pesawat Cina yang dijatuhkan, tapi dipercaya hanud Taiwan akan kewalahan alias bisa kebobolan pada akhirnya.

Baca juga: QF-16 Zombie Viper – Saatnya F-16 Fighting Falcon Berubah Menjadi Drone

Oleh beberapa analis global, mewujudkan strategi di atas bukan sebatas teori, faktanya militer Cina telah memobilisasi armada jet tempur tuanya. Bila jet tempur seperti MiG series di Indonesia tinggal kenangan dan menjadi koleksi museum atau monumen, namun oleh Cina, jet tempur tua seperti Shenyang J-16 beberapa dari ratusan telah dialihfungsikan sebagai drone.

Sejak tahun 2010, puluhan jet tempur J-6 dikumpulkan di Pangkalan Udara Liancheng di Provinsi Fujian, yang lokasinya tidak jauh dari pesisir yang berbatasan dengan Taiwan. Seperti terlihat dalam foto map, jarak dari Lanud Liancheng ke pesisir Taiwan hanya 250 mile (setara 402 Km). Dikutip dari foreignpolicy.com, disebutkan J-6 dapat dioperasikan bersama dengan drone kamikaze Harpy buatan Israel. Guna mewujudkan J-6 sebagai drone, diperlukan sejumlah modifikasi, seperti kanon internal yang dilepas dan pemasangan pylon baru.

Bersama dengan J-7 yang merupakan copian dari MiG-21, maka J-6 merupakan jet tempur copian dari MiG-19 Farmer. Di dekade 70/80-an, kedua penempur ini diproduksi dalam jumlah besar, termasuk banyak dipasarkan untuk ekspor ke sejumlah negara berkembang.

Di Uni Soviet, MiG-19 telah berakhir produksinya pada akhir tahun 1950-an, karena fokus untuk produksi MiG-21. Namun pada tahun 1958, lisensi untuk produksi MiG-19 telah disepakati dengan Cina, namun setelah persetujuan itu, hubungan antara kedua negara sosialis komunis itu justru memburuk.

MiG-19 AURI (Foto: Istimewa)

Seperti sudah bisa ditebak, produksi MiG-19 Cina terus berjalan dan terbang perdana pada Desember 1961 dengan label J-6. Cina telah mengembangkan beberapa varian dengan desain sendiri. Salah satunya adalah pesawat intai taktis, versi pesawat latih TF-6 dan A-5 (sebelumnya disebut sebagai M-9 dan F-6 bis), sebuah pesawat tempur dengan tampilan yang berbeda karena mempunyai radome hidung di antara intake udara samping semi circular.

Meskipun sudah tua, MiG-19 dan keturunannya menunjukkan karakteristik penanganan yang baik pada ketinggian rendah dan tingkat penanjakan sangat tinggi. MiG-19 dilengkapi kanon Nudelman-Rikhter NR -30 kaliber 30 mm yang memiliki massa proyektil total 18 kg, membuat tangguh dalam pertempuran jarak dekat. MiG-19 Buatan Rusia masih dipakai dalam layanan di Korea Utara dan Zambia hingga tahun 2014. TNI AU (d/h AURI) tercatat pernah menggunakan MiG-19 yang kemudian dihibahkan ke Pakistan.

Oleh Shenyang, J-6 dengan label F-6 sukses di ekspor ke Myanmar, Korea Utara, Somalia, Sudan, Tanzania, Zambia, Bangladesh, Mesir, Kamboja, Irak dan Vietnam. J-6 ditenagai mesin dua mesin Wopen WP-6A afterburning turbojet (copian Tumansky RD-9). Dengan dua mesin jet, menjadikan kecepatan J-6 dapat mencapai Mach 1.3, bahkan predikat yang melekat (pada MiG-19) sebagai pesawat tempur pertama yang berhasil diproduksi secara massal. Shenyang J-6 dapat menjelajah sejauh 1.400 km dengan combat radius 640 km.

Baca juga: Ikuti Jejak QF-16 Zombie Viper, Boeing Sukses Uji Terbang EA-18G Growler Tanpa Awak

Menjadikan jet tempur sebagai wahana tanpa awak, meski bukan pilihan efektif dalam komposisi serangan udara saat ini, pun sudah dilakukan oleh Amerika Serikat. Seperti QF-16 Zombie Viper dan EA-18G Growler, menjadi dua jet tempur modern AS yang berhasil diterbangkan tanpa awak. (Bayu Pamungkas)

8 Comments