Ini Jurus Korea Selatan dan India dalam Memuluskan ToT dan Produksi Helikopter AH-64E Apache Guardian
|Alih teknologi alias transfer of technology adalah harapan setiap negara untuk mewujudkan kemandirian industri alutsistanya. Namun, alih teknologi di bidang persenjataan bukan perkara mudah, di Asia hanya segelintir negara yang sukses secara ajeg mendapatkan ToT maksimal.
Baca juga: AH-64E Apache Guardian Sukses Kolaborasi Serangan Udara dengan Dua Drone
Selain Cina, India, Singapura dan Iran, nama lain yang tak bisa dikesampingkan adalah Korea Selatan. Negeri Ginseng itu bisa dikatakan sukses menerapkan ToT pada industri pertahanan, bukan sebatas memenuhi kebutuhan tiga matra, lebih dari itu pasar ekspor juga sukses digarap sejak dua dekade silam.
Jurus ToT terbaru kini tengah dijalankan oleh manufaktur dirgantara, Korea Aerospace Industries (KAI), yang telah menandatangani perjanjian dengan Boeing untuk melanjutkan produksi helikopter serang AH-64E Apache Guardian di Korea Selatan. Dikutip dari Janes.com (30/4/2021), disebutkan kesepakatan itu telah ditandatangani pada kuartal keempat tahun 2020. Klausul dari perjanjian itu mencakup dukungan produksi AH-64E untuk pelanggan internasional.

Namun, untuk sampai mendapatkan izin produksi tentu ada beberaa tahapan yang dilalui, dimulai pada tahun 2002, KAI menandatangani kontrak dengan Boeing untuk membuat pasokan eksklusif untuk bodi helikopter Apache Guardian. Pasokan eksklusif artinya, komponen yang diproduksi KAI benar-benar untuk kebutuhan militer Korea Selatan.
Fase tersebut juga menandai, bahwa untuk pertama kalinya Boeing melakukan outsourcing produksi badan helikopter Apache di luar negeri. Kontrak kemudian berlanjut pada produksi untuk 36 unit AH-64E yang dipesan untuk AD Korea Selatan pada tahun 2013. Produksi berlanjut di negara Asia timur laut itu hingga tahun 2017.
Kesepakatan antara Boeing dan KAI diriis pada pada 31 Maret lalu, khususnya setelah Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan mengkonfirmasi rencana untuk mengakuisisi 36 unit lagi helikopter serang Apache dengan nilai mencapai US$1,6 miliar.
AD Korea Selatan saat ini mengoperasikan dua batalyon Apache. Pada bulan November 2020, batalion melakukan latihan rudal udara-ke-permukaan Apache Hellfire di atas roket dan latihan tembakan senapan mesin sebagai bagian dari tes operasional terakhir sebelum penyebaran lapangan skala penuh. Kemudian berlanjut pada latihan rudal Stinger kemudian diadakan pada bulan Desember 2020.
Langkah KAI untuk memmproduksi helikopter serang Apache, rupanya juga diiikuti oleh India. AU India saat ini mengoperasikan 22 unit AH-64E, sedangkan AD India dalam proses pemesanan 6 unit AH-64E. Terkait dengan program akuisisi tersebut, telah terbentuk perusahaan hasil joint venture yang disebut Tata Boeing Aerospace Limited (TBAL) di Hyderabad. TBAL mulai memproduksi struktur aero untuk helikopter Apache, termasuk bodi, struktur sekunder, dan kotak tiang vertikal untuk Angkatan Darat AS dan pelanggan internasional.
Baca juga: Diproduksi Sejak 1983, Boeing Umumkan AH-64 Apache Unit Ke-2500
Pemberian kontrak kerjasama produksi atas komponen dan suku cadang Apache tentu juga bisa didapatkan Indonesia, tapi semua berpulang kepada nilai kontrak dan order unit helikopter yang dibeli. Sebagai informasi, Indonesia telah mengoperasikan delapan unit AH-64E Apache Guardian. (Gilang Perdana)
Kelihatannya harus beli dalam jumlah besar dan dibayar dengan uang tunai agar bisa dapat totπ°π°π°π°
itu sarat utamanya dek…sarat selanjutnya dibahas lain waktu aja…karna sarat utama aja engak memenuhi jadi untuk apa bicara sarat selanjutnya…π
Ya pastinya dek. Masa beli ngeteng mau dpt TOT, itu sih terlalluuu..
Hanya saja urusan TOT inikan sdh keburu dimasukan ke dlm UU, walaupun ada alternatif lain yaitu ofset serta imbal dagang dalam setiap pengadaannya. Tujuannya memang utk kemandirian. Namun klo ingin mandiri dng cara mendapatkan TOT, paling tdk dana yg dibutuhkan jg besar. Krn membeli kekayaan intelektual orang/negara lain itu tdk murah, apalagi terkait teknologi tinggi.
Jurusnya cuma satu..ngga ada yg lain..beli sebanyak2nya
Kalok beli barang harus oake TOT itu perintah UU, Terus yg bikin UU ini siapa?
Yg biin UU, ya yg minta TOT itu dek…ππ
Tentunya DPR dan Pemerintah.
Nah ini, kt sering bikin sesuatu gak Realistis, nyusahin sendiri
bukan masalah realistis atau engak realistis dek…tapi lebih cendrung pada konsistensi dan strategi nya yang salah…dek…
coba liat skema pembelian kita mau semua jenis dari semua produsen padahal satu jenis atau beda dikit dikit…kan rada aneh walau kita tau semua karna sudah menjadi rahasia umum tentang bagai mana mafia bermain disegala lini dan disegala tingkatan itu yang buat semua seakan menjadi senjata makan tuan…jadi jangan kata mau lawan musuh tuh senjata malah buat kita susah sendiri…termasuk tersandranya kepentingan baik ekonomi maupun politik…karna ketergantungan…!!!
jadi kata tot lebih pada permainan daya tawar picisan…karna engak ada hasil yang real bagi inhan dalam negri kita…!!!
selain cuma merakit yang buat rada besar hati pansboy yang memang kurang paham dalam seluk beluk per inhan an…!!!
bisa liat kontribusi pada ekonomi dan kehidupan berbangsa kalou mau liat suatu projek dan proyek berhasil atau tidaknya…!!!
Bkn gak realistis dek. Tp harus diliat dr semangatnya utk memajukan industri pertahanan dlm negeri. Jd prangkat hukumnya disiapkan dulu utk memberi stimulus bagi industri dlm negeri utamanya pihak swasta agar tertarik utk ikut meramaikan industri pertahanan dlm negeri. Agar tenaga2 ahli dlm negeri gak bertaburan cari makan diluar negeri, namun bisa diserap dan disalurkan kreatifitas mereka di dlm negeri.
Krn pihak swasta akan tertarik berinvestasi di industri pertahansn jika ada perangkat hukum yg menjamin keberlangsungan mereka.
Sementara para pemain di industri ini blom siap dan ramai, maka aturannya dibuat fleksible dng ditambah point imbal dagang dan offset. Gunanya imbal dagang di tampilkan agar ada kemudahan pembayaran bagi keuangan negara selain dng pembayaran tunai. Imbasnya barang dagangan dlm negeri bisa ikut laku terjual keluar. Adapun dng adanya offset jg ditawarkan, agar BUMN strategis jg bisa ikut dilibatkan dlm pengadaan alat pertahanan.
Naahh..yg jd kendala dlm pengadaan alat pertahanan, kebanyakan pabrikan luar lebih suka pembayaran tunai jika belinya ngeteng alias cuma sedikit…ππ
Ya. Salaamm…πππ
Lah nggak realistis kok beli ketengan minta full TOT , terus di-Undang2in lagi, kan kalok gak melaksanakan seswei UU nanti di kriminalkan, dicari2 kesalahan, dipidanakan, bs dituduh korupsi. Jd wajar nggak beli2 takut melanggar UU.
Misal Nanti bulan depan perang beneran harus bikin perpu/kepres pengganti UU buat batalin UU yg harus pake TOT. Habis kalok gak dibatalin gak jadi beli
Tp memang disini sukanya begitu kok kalok bisa dipersulit mengapa dipermudah
Nah loh, Korea aja bisa dapet ijin ekspor untuk pasar internasional padahal bukan pengembang Apache, jadi yakinlah Indonesia pasti akan bisa ekspor KF-21 Boramae/IF-21 Rajawali.
Gak bisa mbah. AS gak ngerestuin
Akan menjadi bisa jika kita produksi kaleng kosong doank, isinya dilengkapi sendiri.
Korsel gagal jual jet tempur FA 50 ke Argentina berkat tekanan Inggris dan Argentina gagal jual tank medium TAM ke Iran & Arab Saudi berkat tekanan german.
Dan satu lagi Turki kesulitan jual heli serang ATAK karena Amerika menolak jual mesin heli nya keturki.kelihatannya sulit mengekspor senjata yg didalamnya terdapat berbagai komponen buatan luar negeri.yang jadi pertanyaan berapa banyak komponen KFX yg dibuat oleh Korsel & Indonesia.
kalou cuma merakit saja lantas untuk apa mau diexport?,apa gegara mau ganti nama dari versi nama korea ke nama versi indonesia?,.πlantas kenapa harus repot beli f35 cat ulang lantas tempel strickerπ€£
dapat added value. Agregat biaya ngerakit dengan pendapatan eksport= keuntungan alias dollar masuk. Itupun kl boleh di ekspor, tergantung perjanjiannya
Mungkin SDM kita blm mempuni, kalu udah mempuni padah tinggal copy aja
Orang kita….TUKUne SAK IPRIT NING NJALOKe SAK BAKUL…….siapa yg mau .
Jaman order Falcon A/B taun ’88 bisa tuh IPTN dapet kerjaan parts-nya, padahal belinya ngeteng… π
Mosok lobying sekarang kalah ama lobying zaman zembut…? π
Itu pembayaran secara offset dek, bukan TOT. Nilai offsetnya 35%. Tujuannya utk mengurangi beban pembayaran dalam transaksi pembelian dan licensed program.
Wes eruh mbah
Opo aku omongno bab ToT?
Oo..iyo ding, motone mbah wes mblawur yhoo?
Yo wes aku maklum, wes tuwek kok..
π
Selama NKRI merasa tdk mau mnjd bag dr afiliasi kubu negara tertentu g bakal dikasih TOT…mo smp mencret g bakal dikasih..kecuali bergabung mnjd kubu salah satu mo masuk SEATO ato mo jd satelitnya rusia…dr RRC aja g bakal dikasih kok
Seato udah bubar dari 70an dek karena posisi Indonesia yg lebih berafiliasi ke US dan Vietnam yg realitanya jadi bumper penyebaran proxy negara komunis.