Indonesia Telat (Lagi) dalam Pembayaran Angsuran Proyek Jet Tempur KFX/IFX
|Lepas dari masa pandemi Covid-19 yang memberi tekanan pada anggaran pertahanan, Indonesia pun sudah telat dalam kewajiban pembayaran pada proyek jet tempur KFX/IFX. Sejauh ini Indonesia telah membayar 272,2 miliar won, namun Indonesia gagal membayar 301 miliar won yang seharusnya dibayar pada akhir September 2019. Dan kini ada kabar terbaru, bawah Indonesia kembali telat melakukan pembayaran, dimana seharusnya Indonesia membayar 500,2 miliar won pada bulan lalu.
Baca juga: Pihak Oposisi Korea Selatan Sindir Indonesia Atas Keterlambatan Pembayaran Proyek KFX/IFX
Melansir dari KoreanHerald.com (26/5/2020), disebut Indonesia berkewajiban atas 20 persen biaya riset dan pengembangan KFX/IFX senilai 1,8 triliun won. Namun, dalam beberapa waktu Indonesia telah gagal melakukan tahapan angsuran pembayaran, terakhir tahap pembayaran senilai 500,2 miliar won (setara US$405 juta) yang jatuh tempo pada April 2020.
Berdasarkan perjanjian awal yang kini sedang dirundingkan kembali, Indonesia berkomitmen untuk membayar 20 persen dari total biaya pengembangan, yang mencapai total US$8 miliar (8,8 triliun won). Pemerintah Korea Selatan akan membayar 60 persen dari biaya program pembangunan, dengan kontraktor utama KAI akan menanggung 20 persen sisanya, dan 20 persen terakhir oleh pihak Indonesia.
Menurut DAPA (Defence Acquisition Programme Administration), sejauh ini Indonesia telah membayar 272,2 miliar won, namun Indonesia gagal membayar 301 miliar won yang seharusnya dibayar pada akhir September 2019. Pada Januari 2018 pejabat pertahanan Indonesia dalam komentarnya di media lokal menyebut Indonesia kekurangan dana sekitar Rp1,85 triliun (US$140 juta) yang harus dibayar ke Korea Selatan dengan imbalan keterlibatannya dalam program KFX/IFX sesuai perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2015.
Korea Aerospace Industries (KAI) berani menargetkan untuk merilis prototipe perdana jet tempur KFX pada semester pertama tahun 2021. Bahkan DAPA, badan yang menaungi proyek jet tempur ini telah mencanangkan uji terbang perdana KFX akan dilakukan setahun kemudian, yaitu di 2022.
Baca juga: Tanpa Identitas βIndonesia,β Full Mockup KFX Diperlihatkan di Seoul ADEX 2019
Meski Indonesia terlibat sejak awal dalam rancang bangun KFX/IFX, namun keterlambatan pembayaran lanjutan proyek ini membuat respon yang kurang menyenangkan, terutama dari kalangan di Korea Selatan. (Gilang Perdana)
Lewat lah
Daripada langsung loncat ke gen 4.5, lebih baik belajar bikin pesawat latih terlebih dahulu, semacam KT-1B. Trus mungkin naik ke pesawat COIN seperti Super Tucano. Naik lagi ke pesawat LIFT seperti T-50/FA-50. Barulah setelah itu mencoba pesawat tempur gen 4++.
Kekuatan ekonomi negara juga penting dalam mengembangkan pesawat tempur, karena proyek pesawat tempur adalah proyek yang sangat MAHAL, beda dengan proyek pesawat sipil.
Gimana mikir beli yg lain, yg jelas2 saja belum dibayar,
20% dari US$ 8 milyar (8,8 Triliun Won) = US$ 1,6 milyar (1,76 Triliun Won) busyeeeet banyak juga yak….apa ini trmasuk uang bayar jatah pespur indonesia???
Buat malu banget.. nama bangsa dipertaruhkan.. apa perlu rakyat patungan
apa yg bikin malu, udah dibilang itu lagi ditinjau kembali kontraknya. siapa juga orang bodoh yg mau bayar kalo kontrak ga menguntungkan buat dia.
Bukan masalah meninjau atau gmn.. yg jadi permasalahan itu kepercayaan bermitra .. uang segitu buat kecerdasan ngk seberapa dibanding memulai dari nol..
Modal dkit mau dapet bnyak ngk mungkin..
@Yogi wijaya
Kalau uang segitu tetapi kecerdasan tidak bertambah gimana? Kesan saya masalah di kita adalah ToT yang kurang layak.
Kalau diperhatikan, perusahaan yang mungkin dapat ToT paling banyak dari proyek ini adalah PT LEN, bukan PT DI.
Itulah setiap kerja sama pasti ada keunggulan dan kekurangan tpi untuk nominal segitu bisa membuat software fighter aja dah bagus. Klopun dialihkan ikut turkey
Diproyek TAI pun bakalan sama jg,. Karna kebanyakan komponen baik hardware maupun software itu dipegang USA ,.
Cara aman emg Rusia yg jadi guru cuma Rusia masih ragu dgn geopolitik Indonesia skrg yg lebih pro barat .. makanya ngk berani kasih tot dan lagi indo jg takut sangsi sm barat klo jalin kerjasama militer sama rusia
Awalnya dari ingin joint production FA-50 malah bablas menerima ajakan KFX. Kita masih belum siap
@ayam jago
Semoga para Insinyur kita bisa mendapatkan Transfer of Technology sebanyak mungkin yang bisa berguna buat program turunannya mungkin kayak Israel gak jadi Buat Pesawat Copy Cat Mirrage tapi industri aviasi dan missilenya udah cukup advance..
Cuma sepertinya Program Joint Production KFX ini masih berlanjut yah bung soalnya belum ditendang dari PSN ( Program Strategis Nasional) malah Proyek R 80 sama N 245 yg ditendang
Bung sorry OOT seperti biasa hehe
Untuk Fregat terbaru nanti untuk radar dan penginderaan jauh apakah pake punya TRS 4D + Smart L? (Cuma apa Thales dan Hendsoit mau berbagi data)
atau pake Smart L + APAR? (Sama2 dari Thales)
Mohon pencerahannya bung karena klo emg bener pake produk Hendsolt kayaknya too good to be true mengingat jenisnya yg mau diambil AESA
Too good to be true itu yg begimana to bro πππ
Itu radar Smart L varian teranyar kan sudah beralih ke teknologi aesa dan APAR nya dari pertama juga sdh aesa π€
katanya negara KAYA tapi disuruh bayar tuk kemandirian aja SUSAH BANGET!!!
Sudah mau berbangga di tahun 2025 sudah bisa meluncurkan pesawat tempur buatan sendiri ternyata kena Prank lagi
Seriusan nanya kl total uang yg udah disetor buat project KFX dibuat beli pespur, kira2 skrng sdh dpt pesawat apa ya kita dan bsa brpa unit…
Kalo dari nilai total bisa dapat 16 pespur T50 golden eagle dari Korsel lagi
kalo final spek IFX versi downgrade nya KFX karena “campur tangan” mamarika cs. dicancel adalah pilihan yg sangat tepat.mending jg move on ke program TF-X nya TAI atau model kek HAL-FGFA.dah batch I kurang tenaga dan tanpa AIP untuk proyek kasel batch II klo masih kgk pake AIP+Extra Power lngsng dicancel aja trus move on ke turki atw A-26 Gotland
Belajar buat radar/rudal yg memiliki akurasi lebih bgus kayaknya ketimbang belajar buat pespur karna lompatannya terlalu jauh., Lihat Swedia dah 4 dekade buat pesawat tp blom bisa buat dri nol karna mesin masih impor dari luar,. Kecuali radar dan avionic yg buatan dalam negeri sendiri
Bayar pertama 272 milyar Won = 221 juta dolar Amerika! Ini duit gede banget yang menguap gak ada hasilnya dan udah pasti kerugian negara. Sangat dapat disidik KPK lho! Buat perbandingan nilai kontrak Apache 298 juta USD & Peace Bima Sena II 750 juta USD yang barangnya berbentuk & dapat dipegang2
om Basith, perkiraan saya kok malah para ilmuwan kita jadi permanen kerja di KAI, secara ilmunya kepake. atau bisa juga ditawar Boeing, LM, Airbus dll,
disana dibayar mahal, kalau balik Indonesia mungkin nganggur lagi.
banyak yang kaget kok MAHAL banget yaa.. emang lu kira bikin adonan pempek.. kalo murah mungkin upin ipin sudah bikin pesawat sendiri di kampung durian runtuh.. wkwkwkwk..