Ibarat Bisul Mulai Pecah, Rusia Keluhkan ‘Pencurian’ Karya Cipta Alutsista oleh Cina

Bahwa banyak alutsista produksi Cina merupakan copy-an dari Rusia, rasanya sudah sesuatu yang lazim didengar, dengan dalih kesuksesan reverse engineering, mulai dari senapan mesin, jet tempur, pesawat angkut, beragam jenis rudal, meriam, kanon, pesawat pembom, sampai tank lansiran Cina yang sudah merambah pasar ekspor, dominan berasal dari rancangan Rusia. Dan uniknya, selama ini hampir tak terdengar ‘keluhan’ dari pihak industri Rusia atas pembajakan ‘karya cipta’ ini. Namun ibarat pepatah, kini “bisul mulai pecah.”

Baca juga: Dengan Radar AESA, Shenyang J-11D Disebut-sebut Lebih Hebat dari Sukhoi Su-35

Dikutip dari asia.nikkei.com (20/12/2019), Perusahaan konglomerat pertahanan Rusia, Rostec, untuk pertama kalinya menuduh Cina secara ilegal menyalin sejumlah besar persenjataan Rusia dan perangkat keras militer lainnya.

“Memproduksi tanpa izin peralatan kami di luar negeri adalah masalah besar. Sudah ada 500 kasus seperti itu selama 17 tahun terakhir,” ujar Yevgeny Livadny, Rostec’s chief of intellectual property projects pada 14 Desember lalu. Ia menambahkan, Cina telah meng-copy beragam mesin pesawat, desain jet tempur Sukhoi, sistem pertahanan udara, rudal pertahanan udara portabel (MANPADS) dan sampai yang paling baru mereka menjiplak sistem pertahan udara Pantsir.”

Keluhan indusrian Rusia ini mencuat saat transaksi perdagangan di antara kedua negara kembali berkembang. Merujuk ke laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Rusia sejauh ini dikenal sebagai pemasok senjata terbesar Cina, terutama pada periode 2014 – 2018, sekitar 70 persen impor senjata Beijing berasal dari Rusia.

Bahkan persenjataan Rusia yang paling canggih pun haram dibeli oleh Cina. Rusia menjual enam dari sistem anti-pesawat S-400 dan 24 dari jet tempur Su-35 ke Cina pada tahun 2015 dengan nilai US$5 miliar.

Ironisnya, meski pihak manufaktur meradang, namun sejauh ini mereka hanya bisa memendam kesal. Faktanya Rusia tidak bisa mengurangi ekspor persenjataan ke Cina, khususnya dalam waktu dekat ini. Seperti diketahui, akibat sanksi dari Amerika Serikat, Rusia sampai saat ini kesulitan menjual produk alutsista andalan ke negara-negara lain. Belum lagi, Cina masih dibutuhkan Rusia sebagai mitra kekuatan geopolitik dan ekonomi.

Dengan kondisi di atas, maka Cina seolah justru menjadi ‘juru selamat’ bagi industri pertahanan Rusia yang mengalami kelesuan.

Dalam catatan, Cina telah lama meniru produk persenjataan dari Rusia, seperti pada dekade 90-an,  Cina membeli jet tempur Sukhoi Su-27 dan sistem rudal S-300 Rusia. Dan kemudian Beijing menggunakannya sebagai platform untuk mengembangkan jet tempur J-11 dan rudal darat-ke-udara HQ-9.

“Reverse engineering tanpa izin dan terang-terangan, bahkan dikemudian hari di eskpor Cina, membuat banyak pihak khawatir tentang masa depan industri pertahanan Rusia, ini kemudian mendorong Moskow untuk melawan pencurian itu,” ujar Vadim Kozyulin, director of the Asian Security Project di PIR Center.

Baca juga: Cina Didapuk Sebagai “Superpower di Pasar Drone Kombatan,” Ini Faktanya!

Antisipasi Rusia
Rusia faktnya telah mengadopsi beberapa strategi untuk menghentikan praktik ilegal tersebut. Sebagai contoh, Rusia telah mendesak jaminan anti pencurian karya cipta dalam kontrak penjualan, bahkan Rusia berusaha mendapatkan royalti dari salinan senjata Rusia yang dibuat oleh Cina. Namun oleh beberapa analis, tindakan itu jauh dari efektif dan terus akan merugikan Rusia.

Bila dilihat dari kondisi yang ada, Rusia seolah mengalami kondisi “maju kena mundur kena,” kesulitan memasarkan produk di bawah sanksi AS menjadi salah satu poin yang mencuat, seperti halnya kasus pengadaan Sukhoi Su-35 untuk Indonesia yang selain negosiasinya berlarut-larut, juga kental dengan isu Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) dari Gedung Putih. (Gilang Perdana)

17 Comments