Cina Didapuk Sebagai “Superpower di Pasar Drone Kombatan,” Ini Faktanya!

Negara sebagai pelaksana penyerbuan air to ground lewat drone,  masih disandang Amerika Serikat dan Israel, namun bila pertanyaannya diubah, siapa negara penyandang predikat superpower drone kombatan (UCAV/Unmanned Combat Aerial Vehicle), maka jawabannya akan merujuk ke Cina. Terkenal mampu melakukan reverse engineering secara cepat, saat ini Cina didapuk sebagai penguasa pasar drone kombatan di seluruh dunia. Bahkan, Indonesia mempercayakan pengadaan drone kombatan dari Cina, lewat seri drone MALE (Medium Altitude Long Endurance) CH-4 Rainbow.

Baca juga: Cina Umumkan Pengiriman Drone Tempur Wing Loong Ke-100 untuk Pasar Ekspor

Seperti dikutip dari nationalinterest.org (16/3/2019), merujuk dari data yang dikeluarkan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), disebutkan pada periode tahun 2014 – 2018, Cina adalah pengeskpor terbesar drone kombatan, dengan kebanyakan pembelinya adalah negara-negara di Timur Tengah.

Penggunaan drone kombatan kini telah menyebar luas, kemampuannya dikendalikan dari jauh, punya bekal senjata mematikan dan tanpa risiko kehilangan awak, menjadikan debut pengadaan drone kombatan melesat tinggi pada periode 2014 – 2018.

Sebagai informasi, pada periode 2009 – 2013, Cina telah mengekspor 10 drone kombatan ke dua negara, dan pada periode 2014 – 2018, jumlah drone kombatan yang di ekspor Cina meroket menjadi 153 unit, dengan pembelinya adalah lima negara di Timur Tengah, yaitu Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan Yordania.

Sementara AS pada periode 2009 – 2013, hanya mengekspor 3 drone kombatan dan lima unit drone UCAV pada periode 2014 – 2018. Terbatasnya pemasaran drone kombatan buatan AS lebih karena syarat ketat penjualan drone jenis ini dari pihak pemerintah dan senat. Dimana manufaktur AS hanya diperkenankan menjual drone kombatan kepada sekutu terpilih. Alhasil dalam dua periode yang disebut tadi, AS hanya mengekspor drone kombatan kepada Inggris.

Negara follower yang kini mulai diperhitungkan adalah Iran, meski tak mungkin menandingi kekuatan militer konvensional AS, namun Negeri Para Mullah ini sukses melakukan produksi dan reverse engineering pada drone bersenjata, setidaknya selama periode 2014 – 2018, Iran telah mengirim 10 drone kombatan ke Suriah.

Dalam perspektif negara pengguna, Cina adalah penjual drone kombatan yang memenuhi kriteria terfavorit, mulai dari pengadaan tanpa batasan spesifikasi, harga relatif lebih murah dari produk buatan Barat, update teknologi yang maju, serta tidak ada risiko embargo atas penggunaan drone, menjadi pemikat tersendiri bagi banyak negara.

Namun, ekspor senjata Cina justru melambat setelah lonjakan penjualan besar-besaran. Setelah hampir mengalami tiga kali lipat pertumbuhan penjualan pada rentang 2004 hingga 2013. Faktanya pertumbuhan penjualan Cina justru hanya meningkat 2,7 persen selama 2014 – 2018.

Menurunnya penjualan senjata bukan karena faktor luar atau kompetisi, melambatnya ekspor Cina lebih dikarenakan kebijakan luar negeri Cina yang agresif di Asia, termasuk kawasan Laut Cina Selatan. Seperti negara importir teratas alutsista global (2014 – 2018), yaitu India, Australia, Korea Selatan, dan Vietnam, menyatakan tidak akan membeli produk daru Cina karena alasan politik.

Menurut data SIPRI, jumlah negara importir senjata dari Cina telah tumbuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2014 – 2018 Cina telah mengirim senjata utama ke 53 negara, dibandingkan dengan 41 negara di peiode 2009 – 2013 dan 32 negara di periode 2004 – 2008. Pakistan adalah negara pengimpor terbesar alutsista dari Cina (37 persen) pada 2014 – 2018.

Baca juga: Penampakan Drone Tempur Stealth “Sharp Sword,” Cina Pastikan Sudah Beroperasi

Namun, prestasi Cina dalam melakukan ekspor senjata besar-besaran tidak mengurangi selera Beijing untuk mengimpor senjata. Masih dari data SIPRI, Cina adalah importir senjata keenam terbesar di dunia pada periode 2014 – 2018, turun 7 persen dari periode 2009 – 2013. Rusia menyumbang 70 persen dari impor senjata Cina pada 2014 – 2018. Cina masih bergantung pada impor untuk teknologi senjata tertentu seperti mesin untuk jet tempur. (Gilang Perdana)

14 Comments