Drone Kombatan CH-4 Rainbow Raih Sertifikat Kelaikudaraan Militer dari Kemhan
|Setelah berdatangan ke Indonesia pada sekitaran Agustus 2019, ada kabar bahwa drone kombatan pertama yang dioperasikan oleh TNI, yaitu CH (Chang Hong)-4 Rainbow telah mendapatkan Sertifikat Kelaikudaraan Militer dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Dengan Sertifikat Kelaikudaraan Militer, menyiratkan CH-4 telah menuntaskan seluruh proses sertifikasi yang meliputi kegiatan aplikasi, verifikasi Dokumen/Review Document, pemeriksaan kesesuaian/Conformity Inspection dan Pengujian Fungsi/Functional Test yang telah melalui rangkaian proses pengujian Statis dan pengujian Dinamis yang dilaksanakan oleh Tim Kelaikan IMAA (Indonesian Military Airworthiness Authority).
Dikutip dari kemhan.go.id (25/8/2021), Bertempat di ruang kerja Kapuslaik Kemhan Gedung Jenderal A.H Nasution, Laksma TNI Teguh Sugiono, melaksanakan Penandatanganan dan Penyerahan Sertifikat Kelaikudaraan Militer Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) CH-4 MALE kepada Budi Handoko selaku yang mewakili Aerospace Long March Internotional Trade Co. Ltd (PT. ALIT).
Merujuk pada Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomer 26 Tahun 2016, disebutkan Sertifikat Kelaikan udara militer terdiri atas Sertifikat Initial atau sertifikat Kelaikan udara militer lanjutan (continuing airworthiness). Sertifikat Initial dikeluarkan oleh Kapala Badan Sarana Pertahanan dalam hal ini Kepala Pusat Kelaikan Badan Sarana Pertahanan Kementerian. Sertifikat Kelaikan udara militer initial memiliki masa berlaku satu tahun.
Kemudian Sertifikat Kelaikan udara militer lanjutan (continuing airworthiness) dikeluarkan oleh dinas Kelaikan matra angkatan setelah sertifikat initial yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan habis masa berlakunya. Sertifikat Kelaikan udara militer lanjutan memiliki masa berlaku dua tahun. Dalam hal Sertifikat Kelaikan udara militer lanjutan habis masa berlaku, dapat diperpanjang oleh matra angkatan untuk dua tahun berikutnya.
UCAV CH-4 Rainbow adalah drone kombatan dari jenis MALE (Medium Altitude Long Endurance) dan telah diikutkan dalam latihan gabungan TNI dengan sandi “Dharma Yudha 2019” di Pusat Latihan Tempur Marinir Asembagus, Situbondo, Jawa Timur. Dikutip dari antaranews.com (11/9/2019), Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyebutkan bahwa pengadaan drone CH-4B masuk dalam rencana strategis (Renstra) TNI Tahap II tahun 2019. Rencananya TNI akan mendatangkan enam pesawat serupa untuk menambah kekuatan pada dua skadron.
CH-4 dapat mengudara selama 12 jam, drone CH4 memiliki keistimewaan karena selain berfungsi sebagai alat pengawasan, drone ini juga dapat melancarkan serangan menggunakan bom. Drone produksi produksi China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC) ini punya panjang 9 meter dan bentangan sayap 18 meter.
Baca juga: Pakistan Terima Lima Unit Drone Kombatan CH-4 Rainbow dari Cina
Jarak operasi maksimum mencapai 250 km (Line of Sight), sedangkan bila mengandalkan koneksi satelit BLOS (Beyond Line of Sight) jarak jelajahnya bisa mencapai 1.000 km. CH-4 punya ketinggian terbang maksimum dipatok 8.000 meter dan mampu menembak dari ketinggian 5.000 meter. (Bayu Pamungkas)
Drone Ditembak jatuh itu hal biasa yg lebih mahal dan canggih dari CH 4 sudah pernah ditembak jatuh.
CH4 Rainbow ini di Suriah ditembak jatuh oleh senjata laser buatan Turki.
Itulah riwayat CH4 Rainbow di palagan TimurTengah.
Lama sekali proses pembelian senjata asing .. 2 tahun mulai 2019 – 2021 baru keluat sertifikasi layak … trus kapan datang peralatan tempurnya 🙄🙄 bener2 di serahterimakan ke kemhan .. trus proses lagi beru diserahterimakan ke User/TNI … suwene
Tanya min,
Adakah alutsista yg sdh operasional d nyatakan tdk lulus sertifikasi?
Kalau setelah 2 tahun, sertifikasi tdk d perpanjangan apakah alutsista tsb msh blh operasional?
Tanya Admin, mengapa kelaikan udara justru datang dr pemerintah Indonesia dlm hal ini kemenhan untuk kelayakan pesawat asing. Bukankah kelaikan itu sesungguhnya sdh, ok, dr negara asalnya, sebagai syarat memasuki pasar?
Sepertinya ada standar tersendiri di lingkungan TNI, meski acuannya juga pada standar internasional. Sebagai ilustrasi, ponsel yang masuk (di jual) di Indonesia, pasti sudah mendapatkan pengujian di negara asalnya, namun toh untuk masuk pasar Indonesia harus mendapatkan sertifikasi dari Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi Kominfo.