Ditekan Harga Minyak Dunia dan Masalah Pada Mesin, Nasib Sukhoi Su-57 Kian Merana
|Malang benar nasib Sukhoi Su-57, setelah jadwal produksinya molor lantaran insiden jatuhnya jet tempur stealth tersebut pada 24 Desember 2019, kemudian berlanjut munculnya dugaan masalah pada sistem kendali, menjadikan fase produksi jet tempur yang sudah dibawa ke Suriah ini menjadi lesu. Dan ternyata, ada beberapa masalah lain yang memperberat masa depan pesawat tempur siluman andalan Rusia ini.
Baca juga: Ada Masalah Pada Sistem Kendali, Proses Produksi Sukhoi Su-57 Terancam Molor!
Yang cukup fundamental dari proyek alutsista super canggih ini jelas soal pendanaan. Rusia selama ini mengandalkan pendapatan nasionalnya dari ekspor minyak dan gas, dan kondisi saat ini jadi kurang menguntungkan bagi Kremlin, pasalnya Arab Saudi justru menggenjot produksi minyaknya, mendorong pasokan minyak dunia melimpah yang berimbas pada menurunnya harga minyak di pasaran global.
Sontak pendapatan Rusia berpotensi melorot atas hal tersebut. Kilas balik ke tahun 2018, pun India telah menarik diri dari program Su-57, lantaran tidak yakin pada karakteristik stealth jet tempur ini, lagi-lagi turut memperberat finansial program Su-57.
Tanda-tanda lesunya program Su-57 juga mulai terlihat dari rencana akusisi, bila diproyeksikan AU Rusia akan memiliki 400 – 450 unit Su-57 hingga tahun 2040, namun faktanya Pemerintah Rusia baru resmi mengorder 16 unit Su-57 sampai tahun 2027.
Seperti dikutip dari nationalinterest.org (18/3/2020), disebutkan ada persoalan pada penggunaan mesin, sejatinya Su-57 akan terbang menggunakan mesin Izdeliye 30 yang digadang lebih kuat dan efisien. Dimana tiap mesin dapat menghasilkan daya dorong 41 ribu pounds, dengan dua mesin maka daya dorongnya menjadi 82 ribu pounds.
Namun, kabarnya pengembangan Izdeliye 30 masih menemui sejumlah masalah pada kendali, sehingga prototipe Su-57 yang terbang selama ini masih menggunakan mesin lama, yaitu mesin Saturn Al-41, jenis mesin yang digunakan pada Sukhoi Su-35, dimana daya dorong mesin ini per satu unitnya mencapai 33 ribu pounds dengan afterburner.
Baca juga: Sukhoi Su-57 Felon, Satu-satunya Jet Tempur dengan DIRCM
Dengan rangkaian kondisi di atas, para analis militer menduga Rusia belum akan memulai kembali produksi Su-57, tekanan harga minyak dunia yang turun, ditambah pendemi corona, akan menyita perhatian Pemerintahan Vladimir Putin. Belum lagi dilihat dari kebutuhan, dimana Su-35 masih dianggap mumpuni untuk menjalankan misi dan kepentingan militer Rusia, maka program Su-57 bisa kian molor. (Bayu Pamungkas)
Ndak usah fansboy2an. Jujur dari dulu produk AS mmg sdh teruji di berbagai medan tempur oleh bbrapa negara yg berkonflik. Ekonominya bagus juga merupakan karena teknologinya hebat. Mau diapakan lagi alasan ngeyel begana begini sudah merupakan budaya di masyarakat +62
Memang harus di akui, dari sisi inovasi dan teknologi, Rusia lebih maju dari AS. Tapi AS menekankan eksekusinya dengan kekuatan ekonominya. Bahkan beberapa teknologi Rusia, akhirnya di ambil AS dan dijadikan lompatan persenjataan yang canggih, seperti STOL F-35. Itulah kenapa AS berusaha agar Rusia tetap lemah ekonominya, meanwhile AS terus kebut pembuatan senjata dengan teknologi bersumber dari dalam dan luar AS. Kesimpulannya, inovasi tanpa eksekusi adalah nulll. Dan eksekusi membutuhkan dominasi ekonomi.
Perang fansboy berlangsung. Lebih asik scroll ke bawah. Ada iklan bikini