Di Tengah Wabah Corona, Eurofighter Lanjutkan Produksi Typhoon Pesanan Kuwait dan Qatar
|Berbeda dengan MBDA yang menutup fasilitas produksinya untuk sementara waktu, Eurofighter, konsorsium dari empat negara yang memproduksi jet tempur Typhoon telah memutuskan untuk tetap melajutkan proses produksi di tengah tekanan wabah corona yang terus memburuk di kawasan Eropa. Keputusan untuk melanjutkan proses produksi Typhoon tentu punya alasan yang kuat, yaitu guna mempertahankan pesanan dalam jumlah besar.
Seperti dikutip dari Janes.com (18/3/2020), juru bicara Eurofighter mengatakan pihaknya telah memiliki strategi khusus untuk melanjutkan proses produksi meski wabah pendemi corona tengah memburuk. Dengan tuntasnya pengiriman Typhoon kepada Inggris, Jerman, Italia dan Syanyol, maka konsorsium di bawah naungan Airbus Defence and Space ini berkomitmen untuk melindungi jadwal pengiriman atas pesanan jet tempur Typhoon ke Kuwait dan Qatar.
“Kami memiliki rencana bisnis berkesinambungan yang kuat ketika situasi berkembang. Kami terus bekerja sama dengan karyawan, pelanggan, dan pemasok untuk meminimalkan dampak pada operasi kami. Kami akan mengambil semua tindakan pencegahan yang sesuai untuk melindungi semua pemangku kepentingan internal dan eksternal sembari mempertahankan komitmen, terutama yang berkaitan untuk mendukung operasional pelanggan kami,” ujar juru bicara Eurofighter.
Belum lama ini, Eurofighter telah mencatatkan pengiriman 160 unit Typhoon kepada Inggris, 134 unit untuk Jerman, 96 unit untuk Italia dan 73 unit untuk Spanyol. Kemudian ada pesanan ekspor, seperti untuk Arab Saudi sejumlah 72 unit, Oman 12 unit dan Austria 15 unit, yang kesemuanya telah dikirimkan. Dan saat ini kapasitas produksi tengah digenjot untuk memenuhi pesanan 28 unit Typhoon untuk Kuwait dan 24 unit untuk Qatar.
Untuk memenuhi pesanan Kuwait dan Qatar ini, keempat lini produksi nasional akan memproduksi suku cadang masing-masing sesuai lininya, kemudian untuk perakitan akhir akan berlangsung di Caselle (Italia) dan Warton (Inggris). Juru bicara Eurofoighter menyebut, pengiriman pesanan kepada Kuwait dan Qatar, diharapkan dapat dimulai pada akhir 2020. Sehingga pada hingga 2023 kesemua pesanan dapat dikirimkan sesuai jadwal yang telah disepakati.
Dengan nilai kontrak mencapai US$9,062 miliar, Kuwait pada tahun 2015 diketahui telah mengadakan kontrak pembelian 28 unit jet tempur Typhoon untuk mengisi kekuatan dua skadron. Sementara Qatar yang membeli 24 unit Typhoon pada kesepakatan tahun 2018, mencapai nilai kesepakatan US$6,4 miliar.
Kontrak Kuwait dilakukan dengan Leonardo, manufaktur asal Italia, dimana proses perakitan akhir Typhoon pesanan Kuwait akan dilakukan di Caselle. Sebaliknya, kontrak Qatar dilakukan dengan BAE Systems dari Inggris, yang menjadikan perakitan akhir Typhoon pesanan Qatar dilakukan di Warton. Baik Leonardo dan BAE System adalah bagian dari konsorsium Eurofighter GmBH.
Baca juga: Jadi Spesialis Peperangan Elektronika, Eurofighter Typhoon ECR Berdesain “Tandem Seat”
Lepas dari komitmen untuk memenuhi target pengiriman, dari aspek bisnis, pengentian proses produksi pada jet tempur bisa sangat merugikan bagi pihak manufaktur. Mengingat rantai produksi komponen dan logistik yang terus berjalan dari mitra pemasok (mesin dan avionk), plus biaya tenaga kerja yang harus ditanggung, maka molornya produksi bisa berakibat pada turunnya margin keuntungan yang dapat diperoleh manufaktur. (Haryo Adjie)
Ujung2nya Grippen
https://www.thedrive.com/the-war-zone/32667/the-army-and-navy-have-conducted-the-first-joint-test-of-their-new-hypersonic-weapon
Pesaing Avangard dan Tsirkon sudah diujicobakan pertama oleh US
Monggo admin dibikin artikelnya
Commonality dan readiness paling parah diantara pespur NATO. Masih mending Flanker series. Heran dahh reputasi busuk kok masih laku
Hargapun mahal bingit. Mending ambil Rafale yg terbukti lebih handal dan betel prupen dr pd Typhoon.
Tapi klo msh ada SU-35 yg lain dipinggirkan saja….hehe
Nasib baik masih menghinggapi Typhoon dan Rafale yang masih mudah menarik minat pembeli dibanding MiG 35. MiG 35 rela rugi sampai diobral ke USD 50 juta seperti penjualannya ke Mesir mengingat buruknya reputasi MiG 29