Bukan Pakistan dan UEA, Negara Afrika Utara ini Ternyata Pengguna Terbesar Drone Kombatan Buatan Cina
|Turki dengan Bayraktar TB2 merupakan fenomena tersendiri, dimana drone kombatan (Unmanned Combat Aerial Vehicle/UCAV) ini mampu meraih penjualan ekspor tertinggi pada periode 2020-2021. Meski begitu, secara keseluruhan negara pengekspor terbesar drone kombatan di dunia masih dipegang oleh Cina.
Baca juga: Cina Umumkan Pengiriman Drone Tempur Wing Loong Ke-100 untuk Pasar Ekspor
Sebuah makalah penelitian tentang ekspor drone Cina – yang ditulis oleh para peneliti di University of Pennsylvania dan Texas A&M University, dengan kutipan yang diterbitkan oleh Foreign Affairs – mengungkapkan bahwa 18 negara memperoleh drone kombatan di rentang 2011 hingga 2019. Yang menarik, 11 dari 18 negara tersebut memperoleh drone kombatan dari Cina. Sebagai catatan, sebelum 2011, hanya tiga negara yang memiliki drone kombatan, yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Israel.
Di tahap-tahap awal, sudah barang tentu baru sedikit negara yang mau menggunakan drone kombatan asal Cina. Setidaknya pada awal 2011, Cina mulai bernegosiasi dengan negara-negara seperti Uni Emirat Arab dan Pakistan untuk melakukan penjualan drone kombatan pertama.
Namun, tahukan negara mana yang paling banyak mengakusisi drone kombatan dari Cina? Sudah barang tentu jawabannya bukan Indonesia. Menurut informasi media dari Cina, Sohu newspaper, Mesir adalah pengguna drone kombatan terbesar dari Cina, dimana Negeri Piramida itu dipercaya mengoperasikan lebih dari 100 unit UCAV dari Wing Loong series.
Masih dari sumber yang sama, disebutkan Mesir mengoperasikan 76 unit Wing Loong I dan belum lama telah melakukan pembelian untuk 32 unit varian yang lebih modern, Wing Loong ID, bahkan ada rumor, bila Mesir akan mengakuisisi Wing Loong II.
Di luar Cina dan Mesir, negara pengguna drone Wing Loong ada Kazakhstan, Nigeria, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Pakistan dan Uzbekistan. Pengusung kampanye promosi Wing Loong adalah China National Aero-Technology Import & Export Corporation (CATIC), sementara Wing Loong merupakan produksi Chengdu Aircraft Industry Group.
Meski desainnya identik, kedua Wing Loong punya dimensi dan spesifikasi yang berbeda. Wing Loong I punya panjang 9,05 meter, lebar bentang sayap 14 meter, tinggi 2,77 meter dan payload 200 kg. Kecepatan maksimumnya 280 km per jam, mampu terbang selama 20 jam dengan jarak jelajah 4.000 km. Wing Loong I dapat mengudara di ketinggian 5.000 meter.
Baca juga: AVIC Umumkan Pengiriman Drone Kombatan Wing Loong II Ke-50 untuk Pasar Ekspor
Sebelum Indonesia akhirnya memutuskan mengakuisisi drone kombatan CH-4, nama Wing Loong juga sempat disebut bakal memperkuat TNI AU. (Gilang Perdana)
Lha kan sudah masuk dg Drone Elang Hitam…Namanya belajar ya bertahap om
Sebelum 2011 hanya 3 negara yang memiliki kombatan, yaitu : Amerika, Inggris dan Israel.
Secara umum 3 negara diatas drone kombatannya sudah memiliki setifikasi botol pulpen, akan tetapi memiliki kekurangan yaitu dari segi harga yang mahal dan juga pertanyaan mengenai kebebasan dalam penggunaannya dalam setiap misinya.
@Mat soleh : Drone kombatan kita masih dalam tahap pengembangan dan Pesawat Udara Nirawak Medium Nir-Awak jenis Medium Altitude Long Endurance “Elang Hitam” sebentar lagi akan di produksi masal.
PUNA Elang Hitam yang dapat beroperasi otomatis dan memiliki daya tahan terbang lebih dari 24 jam ini, dikembangkan bersama dalam sebuah konsorsium nasional yang melibatkan Kementerian Pertahanan, TNI AU, BPPT, LAPAN, ITB, PT DI, dan PT LEN. BPPT pun ditunjuk sebagai koordinator Prioritas Riset Nasional (PRN) PUNA Elang Hitam sesuai dengan Peraturan Menteri Ristekdikti No. 38 Tahun 2019.
Tujuan akhir dari Konsorsium PUNA Elang Hitam yaitu mengakomodir kebutuhan alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI khususnya drone jenis kombatan yang sekelas dengan drone canggih milik Turki (AnKA), Amerika Serikat (Predator), dan Israel (Heron).
Program pengembangn PUNA Elang Hitam pun dibagi menjadi beberapa tahap, yakni:
Tahap 1: pembangunan artikel (wahana) terbang dan pembuktian konsep (proof of concept)
Tahap 2: perolehan sertifikasi tipe (type certificate) agar produk dapat diproduksi secara industrial (industrial production series)
Tahap 3: pembangunan artikel (wahana) integrasi dengan mission system hasil TKDN dari industri pertahanan nasional yang terintegrasi dengan platform
Tahap 4: pembangunan artikel (wahana) yang dipersenjatai yang terintegrasi dengan mission system hasil TKDN hingga tersertifikasi dan dapat diproduksi secara industrial
PUNA Elang Hitam pun diharapkan dapat menghemat devisa nasional sehingga banyak nilai tambah dari proses desain, manufakturing yang dapat diserap ke dalam negeri.
Artinya untuk tahapan awal hanya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan militer dalam negri, mungkin dikemudian waktu yang akan datang ketika Elang Hitam sudah dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan militer kita, akan ada kemungkinan untuk di ekspor ke luar.
Drone Elang Hitam akan diintegrasikan dengan roket FFAR atau Folding Fin Aerial Rocket kaliber 70 milimeter dan semoga saja kedepan dapan terintegrasi dengan rudal.
Drone skrg bkn barang mewah atau monopoli segelintir negara lg, walaupun tdk murah jg tp skrg bnyk alternatif pembelian, sayang Indonesia pnya perusahaan dirgantara tdk msk ke segmen bisnis yg menjanjikan tsb
Kapan hari ada yg bilang drone Mbilung kualitetnya jelek……ternyata nggak tau aja populasinya berapa 🐒