Bukan Lewat FMS, Kontrak Pengadaan C-130J Super Hercules TNI AU Menggunakan Skema DCS

Berbeda dengan pengadaan alutsista dari Amerika Serikat yang kebanyakan menggunakan skema Foregn Military Sales (FMS), maka terungkap bahwa pengadaan lima unit pesawat angkut C-130J Super Hercules untuk TNI AU, menggunakan skema lain, yakni Direct Commercial Sales (DCS). Hal ini berbeda dengan skema pengadaan alutsista TNI dari AS, seperti pembelian helikopter serang AH-64E Apache Guardian, pembelian jet tempur, rudal udara ke udara dan lainnya.

Baca juga: Australia Pesan (Lagi) C-130J Super Hercules, Termasuk Varian Tanker KC-130J

Hal tersebut diungkapkan Richard Johnston, Director of Business Development Air Mobility & Maritime Missions Lockheed Martin, dalam presentasi di hari pertama Indo Defence 2022. Selain sedang menggarap pesanan Indonesia, Lockheed Martin kini dalam proses produksi C-130J Super Hercules pesanan Jerman dan Selandia Baru, di mana kedua negara itu mengakuisisi Super Hercules menggunakan jalur FMS.

Lantas yang menjadi pertanyaan, apa perbedaan antara skema FMS yang sering kita dengar dengan DCS?

Mengutip dari ndia.org, disebutkan bahwa sejatinya ada dua skema ekspor penjualan senjata di AS, yaitu dengan FMS dan DCS.

FMS adalah program akuisisi yang dikelola melalui Defense Security Cooperation Agency (DSCA) – lembaga di bawah Departemen Pertahanan AS. Yang dalam proses ekspornya juga membutuhkan persetujuan akhir oleh Departemen Luar Negeri – mendukung kerjasama keamanan antara AS dan sekutunya.

Lewat skema FMS, pemerintah AS-lah mengontrak industri pertahanan dalam negeri atas dasar persaingan atau sumber tunggal, pemerintah juga dapat menjual langsung dari persediaannya sendiri. Ketika membeli langsung dari persediaan pemerintah, maka pelanggan asing akan memiliki lebih banyak pengaruh dalam harga satuan sistem pertahanan – karena sistem yang sama ini juga diakuisisi oleh militer dan badan pertahanan AS.

Secara umum, pembelian FMS dapat memberikan layanan administrasi kontrak mitra internasional yang mungkin tidak tersedia melalui sektor swasta dan dapat membantu menurunkan biaya per unit barang, yaitu dengan menggabungkan pembelian untuk pelanggan FMS dengan pembelian dari kebutuhan Departemen Pertahanan AS.

Program utama FMS juga memelihara hubungan jangka panjang dengan militer AS, termasuk akses ke pelatihan dan doktrin bersama dan peningkatan peluang untuk interoperabilitas dengan pasukan AS.

Untuk pelanggan FMS yang memenuhi syarat, Kongres AS menyediakan pendanaan melalui pembiayaan militer asing – Foreign Military Financing (FMF). Diotorisasi oleh Departemen Luar Negeri, dan dikelola melalui DSCA, pendanaan FMF adalah pinjaman yang tidak dapat dibayar kembali secara legal yang diberikan kepada negara-negara strategis. Karena FMS harus mendapat persetujuan departemen terkait, maka para manufaktur dibebaskan dari proses perizinan ekspor.

Negara pembeli (pelanggan) melihat proses FMS lebih transparan, andal, dan aman. Sementara Pemerintah AS dalam hal ini menanggung lebih banyak risiko kontraktual daripada pelanggan dalam jangka pendek, dan mendukung keberlanjutan sistem pertahanan dalam jangka panjang. Persetujuan Gedung Putih September 2016 atas penjualan jet tempur ke Timur Tengah menggambarkan dampak FMS terhadap ekonomi AS, sekaligus melayani kepentingan keamanan nasional AS.

Direct Commercial Sales (DCS)
Sementara DCS dianggap sebagai proses yang lebih fleksibel, karena dalam hal ini negara pembeli berkonsultasi langsung dengan pihak manufaktur tentang produk dan layanan tertentu yang dibutuhkannya.

Pelanggan asing memanfaatkan lebih banyak kekuatan negosiasi mengenai jenis kontrak (harga tetap atau harga tetap perusahaan), seperti bagaimana kontrak ditulis, persyaratan pengiriman akhir, dan metode pembayaran.

Namun, negara pelanggan harus menanggung lebih banyak risiko dan beban administrasi. DCS memiliki manfaat tambahan dengan memberikan pilihan kepada pelanggan untuk membeli lebih banyak sistem non-standar yang spesifik untuk misi, dan dirancang untuk mengatasi tantangan kesiapan. Dalam kasus ini, Pentagon tidak mendukung jenis persyaratan misi ini dalam persediaan mereka, atau dalam anggaran tahunan mereka.

Baca juga: “Kado HUT RI ke-77”, Lockheed Martin Rilis Foto C-130J-30 Super Hercules TNI AU

Kualifikasi untuk lisensi ekspor melalui DCS didasarkan pada bagaimana produk atau layanan dikategorikan. Direktorat Pengawasan Perdagangan Pertahanan – Department’s Directorate of Defense Trade Controls (DDTC) Departemen Luar Negeri menjalankan wewenang dalam menerbitkan lisensi ekspor untuk semua produk dan layanan terkait pertahanan di Daftar Amunisi AS (USML), sesuai dengan International Traffic in Arms Regulations (ITAR).

Seperti halnya FMS, skema penjualan senjata lewat DCS juga memerlukan persetujuan dari pemerintah dan parlemen AS. (Gilang Perdana)

2 Comments