Bisa Terbang Selama Seminggu, Inilah Kemampuan “Doomsday Plane” yang Datang (Lagi) ke Jakarta

Belum lama berselang, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd J. Austin III melakukan lawatan kerja ke Jakarta (20/11/2022), yang salah satu agenda utamanya adalah bertemu Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto. Lepas dari itu, kedatangan Menhan AS tersebut juga mendandai untuk kedua kalinya Boeing E-4B Advanced Airborne Command Post (AACP) atau “Pesawat Hari Kiamat” atau “Doomsday Plane” mendarat di Jakarta.

Baca juga: Boeing E-4B “Doomsday Plane”: Sertai Kunjungan Jim Mattis di Indonesia

Sebelumnya, Doomsday Plane pernah ke Jakarta saat kunjungan Menhan AS Jim Mattis ke Indonesia pada Januari 2018. Serupa dengan kunjungan Menhan Mattis, Doomsday Plane dalam penerbangan ke Jakarta juga ditumpangi Menhan Lloyd J. Austin.

Serupa dengan Air Force One yang membawa Presiden dan Wakil Presiden AS, maka Boeing E-4B juga dibuat dari platform Boeing 747-200B. Dalam kondisi darurat, kala Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat berhalangan tetap untuk menjalankan tugasnya, maka berdasarkan jalur komando, Menteri Pertahanan-lah yang mengambil peran sebagai pemangku kendali komando operasi pertahanan negara adikuasa tersebut.

Doomsday Plane tengah melakukan air refueling.

Karena tugas yang diemban Menhan di AS sangat vital, maka Boeing E-4B “Nightwatch” punya kemampuan khusus, yakni sebagai Airborne Strategic Command and Control Post. Kemudian jululan “Pesawat Hari Kiamat” atau “Doomsday Plane”, diberikan karema E-4B bakal difungsikan sebagai kantor kepresidenan manakala perang nuklir pecah. Pesawat ini juga biasanya mengikuti pesawat kepresidenan Air Force One saat kunjungan ke sejumlah negara.

Boeing E-4B dapat dikenali dengan jelas keberadaanya, terutama dari dorsal radome pada bagian atas dek lantai dua, seolah pesawat ini mempunyai punuk. Di dalam dorsal radome ini terdapat steerable SHF Satcom Antenna.

Dorsal radome.

Kemudian yang menarik lagi, pintu kargo pada sisi kanan bawah pesawat diubah menjadi kompartemen khusus yang dilengkapi pintu akses masuk tersendiri. Dirancang agar dapat mengudara dalam waktu yang lama, seperti halnya Air Force One, Boeing E-4B sudah dibekali flight refueling receptable di bagian depan, sehingga isi bahan bakar di udara dapat dilakukan setiap saat.

Nah, yang menarik, Boeing E-4B Doomsday Plane dengan 112 awak ini, ternyata dirancang untuk terbang dalam waktu yang lama, di luar kelaziman pesawat pada umumnya. Menggunakan air refueling dengan teknik hose, Doomsday Plane dapat mengudara selama 35 jam dan bahkan dalam keadaan darurat dapat mengudara selama seminggu penuh.

Baca juga: Bukan Cuma AS yang Punya “Doomsday Plane,” Inilah Ilyushin Il-80 Maxdome dari Rusia

Sudah barang tentu, endurance terbang begitu lama dapat dijalankan berkat dukungan pesawat tanker. Umumnya, pergerakan Boeing E-4B didukung oleh dua pesawat tanker jenis KC-135 Stratotanker. Seiring modernisasi, kini KC-135 secara bertahap mulai dipensiunkan oleh AU AS, sebagai gantinya saat ini digunakan pesawat tanker multirole KC-46A Pegasus. Dan berikut postingan video pendek dari akun Twitter @love_aviation yang memperlihatkan proses air refueling antara KC-46A Pegasus dengan E-4B Nightwatch.

Boeing E-4B mengikuti kodrat Boeing 747-200, yakni masih mempertahankan konsep kokpit lama dengan tiga kru. Begitu pun dengan teknologi analog di Boeing 747-200. Alasan masih menggunakan analog sudah pasti bukan karena dana cekak, melainkan untuk menjaga sistem di pesawat agar tak mengalami serangan siber dan untuk mengurangi risiko kerusakan perangkat akibat ledakan EMP – radiasi pulsa elektromagnetik nuklir. (Gilang Perdana)

5 Comments