Bila Indonesia Jadi Beli Typhoon Milik Austria, Jangan Berharap Dapatkan Fitur “Joss..”

Superioritas udara dengan predikat battle proven, inilah yang mungkin melekat dibenak kebanyakan netizen pada sosok jet tempur Eurofighter Typhoon. Anggapan tersebut tak keliru, terlebih Typhoon adalah jawara utama andalan dua’dewa’-nya Air Force, yaitu Inggris dan Jerman. Dan saat mencuat kabar rencana Menhan Prabowo Subianto untuk membeli 15 unit Typhoon milik AU Austria, suara netizen menggelora di jagad media sosial, seperti diharapkan kehadiran Typhoon kelak dapat memberi efek deteren yang maksimal, terutama dalam merespon konstelasi konflik di Laut Cina Selatan.

Baca juga: Bila Indonesia Beli Typhoon Bekas Pakai Austria, Bagaimana Nasib ToT?

Dari segi label, Eurofighter Typhoon jelas bukan penempur kaleng-kaleng, pun bagi Cina, mungkin jet tempur ini adalah yang dianggap paling membuat penasaran bagi pilot tempur Cina, pasalnya tidak ada satupun negara di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Asia Timur yang mengoperasikan jet tempur hasil kolaborasi dari empat negara ini.

Namun, yang jadi pertanyaan kemudian, dengan kondisi Typhoon AU Austria yang masih berada di Tranche 1 standard atau yang dikenal sebagai Block5, apakah Typhoon yang kelak menjadi andalan TNI AU mampu memperlihatkan taringnya di kawasan. Sebelumnya perlu diketahui, Tranche 1 juga diadopsi pada Typhoon milik Inggris, Jerman, Spanyol dan Italia. Tranche 1 hadir pada fase awal gelombang pengiriman Typhoon. Dengan segala keterbatasan khas block awal produksi jet tempur, pihak pabrikan, yaitu Airbus Defence and Space lantas menawarkan paket upgrade, dimana dari fasilitas di Getafe, Spanyol, Typhoon Tranche 1 diintegrasikan fitur-fiturnya sesuai standar Tranche 2 dan Tranche 3.

Dan terlepas dari kasus gugatan dan perkara dugaan suap yang melibatkan nama Airbus, kesemua Typhoon milik AU Austria telah mendapatkan upgrade akhir ke Tranche 1 pada Oktober 2013. Tetapi karena sejak awal, kedatangan Typhoon tak mendapat respon positif dan terjerat isu kurang sedap akibat korupsi, debut Typhoon di Austria seolah tak diurusi secara serius.

Dengan dalih tidak efisien bagi negara netral di tengah Eropa, Typhoon tak mendapatkan program upgrade, alih-alih justru Kementerian Pertahanan Austria pada Juni 2017 mengumumkan akan mengganti semua armada Typhoon pada tahun 2020.

Mauser BK-27 di Typhoon.

Kemudian pada Oktober 2017, tersiar kabar Austria akan melego semua Typhoon ke negara lain yang berminat. Seolah ingin menjaga jarak dengan Airbus, Austria berharap penjualan Typhoon dapat dilakukan lewat perjanjian jual beli antar pemerintah (government to government), hal itu dimaksudkan untuk menghindari proses tender yang panjang dan mahal dengan pihak produsen.

Tranche 1 pada Typhoon AU Austria sejatinya mengacu pada varian yang digunakan oleh AU Jerman, namun sejumlah fitur terpaksa ditanggalkan karena alasan dana, diantaranya yang absen di Tranche 1 Tyhoon Austria adalah tidak adanya perangkat IRST Pirate (Passive Infra-Red Airborne Track Equipment), tidak ada DASS (Sub-System Defensive Aids Sub-System), radar belum mengadopsi AESA dan belum teintegrasi dengan rudal udara ke udara AIM -120 AMRAAM.

Baca juga: PIRATE – Penjejak Target Berbasis Elektro Optik di Eurofighter Typhoon dan JAS 39 Gripen

Sebagai gantinya, jet tempur Typhoon Austria beroperasi hanya dengan mengandalkan kanon internal Mauser 27 mm dan sepasang rudal udara ke udara jarak pendek IRIS-T. Meski begitu, Tranche 1 untuk Typhoon Austria sudah kompatibel dengan rudal udara ke udara ASRAAM, rudal udara ke udara AIM-9L Sidewinder dan bom pintar berpemandu laser Paveway II dan GBU-16. Bagi Austria, keputusan untuk menjual 15 unit Typhoon sudah bulat, Komisi ahli Kemhan Austria menyebutkan, bila dioperasikan selama 30 tahun, maka negara kecil tanpa musuh potensial ini harus menanggung biaya operasional €4,4 miliar (US$5 miliar) sampai €5,1 miliar (US$5,8 miliar).

Bila dirunut dari sejarahnya, Austria telah menetapkan proyek akusisi Typhoon pada tahun 2002, dan pada Juli 2003 dilakukan penandatanganan kontrak untuk pembelian 18 unit Typhoon. Namun pada Juni 2007, pesanan disusutkan menjadi 15 unit. Pesawat pertama (7L-WA) tiba pada 12 Juli 2007 di Lanud Zeltweg dan secara resmi memasuki layanan operasi AU Austria.

Baca juga: Radar AESA –  Absen di Sukhoi Su-35, Hadir di Eurofighter Typhoon dan F-16 Viper

Meski kondisi airframe terjaga baik dan masih punya usia pemakaian panjang, namun toh bila jadi diakuisisi, maka Indonesia harus melibatkan Airbus, dimana pesawat berstatus bekas pakai umumnya harus menjalani fase rekondisi dengan asistensi dari pihak pabrikan. Belum lagi, jika ada tuntutan upgrade ke Tranche 2 atau 3 agar bisa dipasang radar AESA CAPTOR-E, maka kocek jumbo harus dipersiapkan oleh Indonesia. (Gilang Perdana)

120 Comments