Super Drone TNI AD: Andalkan Tangki Bahan Bakar Cadangan dan Kendali via BTS
|Meski belum resmi dipinang, masing-masing matra di TNI punya andalan drone atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle), ada yang sudah operasional seperrti Wulung oleh Skadron Udara 51, tapi ada yang masih prototipe, seperti serial LSU (LAPAN Surveillance UAV) dan OS Waifanusa yang ‘dekat’ dengan litbang TNI AL. Lantas, bagaimana dengan TNI AD? Matra darat tentu telah merilis beberapa tipe drone, termasuk flapping wing (robot burung) dan quadcopter yang dipersenjatai. Lain dari itu, TNI AD tak ingin ketinggalan dengan merilis prototipe Super Drone, yakni jenis UAV pesawat udara propeller.
Baca juga: TOPX4-B132 – Prototipe Quadcopter UAV dari Dislitbang TNI AD
Baca juga: Robot Burung Flapping Wing Untuk Misi Pengintaian Tersamar
Sosok Super Drone resmi diperkenalkan oleh mantan KSAD Jenderal Budiman di Jakarta pada 7 April 2014. Seperti halnya pada pengembangan Robot Terbang Flapping Wing (RTFW), Litbang TNI AD juga menggandeng Universitas Surya dalam proyek Super Drone ini. Dari sisi sistem kendali dan navigasi, Super Drone setali tiga uang dengan Wulung, LSU-02 dan LSU-05. Hanya saja, ada kabar bahwa nantinya navigasi dan kendali Super Drone ditambahkan dengan dukungan teknologi Open Base Transceiver System (BTS) yang penggunaannya dapat untuk memantau perbatasan. Selain itu, segera akan digunakan combine open BTS UAV untuk pengamanan perbatasan. Terkait implementasi peran BTS operator seluler dalam gelar operasi drone, dapat Anda lihat pada judul artikel di bawah ini.
Baca juga: Tantangan Dibalik Sistem Kendali dan Komunikasi Data UAV
Prototipe SuperDrone yang di cat warna hijau tua mempunyai bentang sayap selebar 6 meter dan panjang bodi 4 meter. Material drone dipilih dari bahan serat karbon. Keunikan Super Drone dibanding rekan-rekannya sesame drone besutan dalam negeri adalah adanya tangki bahan bakar cadangan yang ditempatkan pada sisi kanan dan kiri sayap utama. Total Super Drone dapat membawa muatan 20 liter bahan bakar. Alhasil Super Drone dijagokan dapat terbang dengan endurance antara 6 – 9 jam, atau satu jam lebih unggul dibanding LAPAN LSU-05.
Baca juga: LAPAN LSU-05 – UAV dengan Kemampuan Terbang 8 Jam dan Jarak Jangkau 800 Km!
Baca juga: LSU-02 LAPAN – UAV Pertama yang Take Off dari Kapal Perang TNI AL
Namun untuk urusan jarak jelajah, prototipe Super Drone masih terbatas di 100 Km. Boleh jadi terbatasnya jangkauan terbang karena sistem transmisi radio ke GCS (Ground Control Station) yang belum sepadan dengan Wulung UAV. Dari sisi payload, Super Drone dengan bobot total 120 kg dapat membawa muatan 45 kg yang bisa diisi kelengkapan sensor dan kamera, seperti kamera thermal. Menjadikan Super Drone dapat mengudara setiap saat, termasuk di malam hari.
Super Drone telah diuji coba terbang di wilayah Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat. Mungkin karena dipandang sebagai cikal bakal alutsista TNI AD yang bernilai strategis, informasi tentang spesifikasi Super Drone ini memang belum dirilis lengkap ke publik. Diantara peran penting yang dijagokan untuk Super Drone adalah peran penindakan, dua tanki bahan bakar pada sayap bisa saja kedepan diganti dengan bom. Sehingga dapat membantu misi BTU (Bantuan Tembakan Udara) bagi pasukan infanteri.
Baca juga: Aerostar TUAV – Drone Intai Andalan Skadron Udara 51 TNI AU
Baca juga: OS-Wifanusa – Prototipe Drone Pesawat Amfibi Untuk Misi Intai Maritim
Bila diperhatikan sekilas, Super Drone TNI AD mirip dengan UAV Smart Eagle II besutan PT. Aviator Teknologi Indonesia. Kemiripan nampak pada desain sayap belakang. Smart Eagle II (SE II) dibuat guna kepentingan intelijen negara. Drone ini menggunakan mesin 2 tak 150 cc, SE II mampu terbang hingga 6 Jam. Dilengkapi dengan colour TV Camera, Smart Eagle II mampu beroperasi di malam hari dengan menggunakan Therman Imaging (TIS) kamera untuk penginderaannya. (Bayu Pamungkas)
yg jd prtanyaan bts mana yg dipake apakah bts milik operator telekomunlkasi selular macam telkomsel ato yg lg perusahan kami keijakan dlm proyek kartika tni ad yg berbasis tdma 1dx
BTS. Sebuah base utk melakukan proses transmit Dan receive. Bukan bts GSM. Lol 🙂
TNI AD untuk Dittopad sudah menggunakan LSU-02 LAPAN. Katanya kecil2 cabe rawit, kata anggotanya.
Super drone beberapa bulan lalu jatuh di daerah cilacap kalau gak salah. Sekarang lagi perbaikan.
sepertinya lebih cocok utk kepolisian karena menggunakan teknologi BTS atau cell utk pengoperasianya,yg memang berguna utk penyelundupan,pengawasan patok,bahkan bencana,dll. tetapi utk operasi militer dan di gunakan utk militer sangat riskan jika nanti terjadi perang seperti jammer,rudal anti radiasi dll,yg mentargetkan bts nya. dan memang harus di kembangkan teknologi comsat berbasis satelit,pararel dgn pengembangan roket,dan yg lebih utama penguasaan teknologi micro chip/processor sbg dasar dari semua peralatan elektronika.
btw drone ini klo terbang pake kartu apa admin,trus paketan yg brp?
@Timbul: tentu tidak pakai kartu SIM operator seluler. Peran tower BTS ini sebagai media penempatan perangkat transmisi untuk menebar covarage kendali drone lebih jauh.
berarti ada perangkat baru yg di pasang pd bts ya,seperti antena,radio frekuensi,dll.atau mengikuti yg sdh terpasang di bts yg berarti drone ini beroperasi di frekuensi 900/1800/2100 Mhz,jika 1 bts misalnya mengcover 1 km persegi jadi butuh 100 bts utk mengcover drone ini utk 100 km persegi contoh jika dlm simulasi perang modern cukup dgn 1 pespur yg dilengkapi radar aesa atau pesa-mis.su-35 utk men-supress frekuensi tsb yg bisa melumpuhkan jaringan drone tsb,tetapi tetap bagus utk prototype drone2 yg tlah di buat,macam ragam,bermacam teknologi,dan bermacam pula pengalaman pengoperasiannya,semoga nantinya mengerucut dan menghasilkan drone militer yg sejati