Siapa Sangka, Bandwidth WiFi Berguna untuk Akses Komunikasi dan Kendali Rudal Hipersonik
Meski rudal hipersonik telah diuji coba peluncurannya oleh Rusia dan Cina, namun, kecepatan hipersonik yang artinya di atas Mach 5 (lima kali melebihi kecepatan suara), menyiratkan tantangan dalam aspek perintah dan kendali atas rudal tersebut. Pasalnya dengan kecepatan rudal yang sedemikian tinggi, maka akan menciptakan suhu ekstra panas yang tidak ideal untuk fungsi command and control atas rudal hipersonik.
Baca juga: Rusia Tuntaskan Fase Uji Terbang Rudal Hipersonik Tsirkon
Berangkat dari kasus di atas, para peneliti di Shanghai Jiao Tong University, Cina telah membuat terobosan, yakni dengan memanfaatkan bandwidth yang digunakan oleh perangkat WiFi untuk dapat berkomunikasi dengan rudal hipersonik.
Rudal hipersonik diklaim sebagai game changer dalam peperangan di masa depan. Dengan kecepatan di atas Mach 5, maka rudal hipersonik, baik jelajah atau balistik yang dikembangkan oleh Cina dapat menghajar kapal induk yang berjarak 1.500 km, yang sadisnya rudal hipersonik diklaim dapat menghancurkan sasaran tanpa dapat dihalau oleh sistem pertahanan udara (hanud) di kapal perang permukaan.
Namun, saat rudal melesat di atas Mach 5, maka suhu di permukaan rudal bisa melebihi 2.000 derajat celcius. Dalam suhu sepanas itu, disekeliling rudal akan muncul selubung plasma yang menyebabkan matinya akses komunikasi radio.
Matinya komunikasi radio jelas bisa menimbulkan masalah serius, lantaran laju rudal tidak bisa dikoreksi dan rudal tidak bisa dibatalkan bila ada keputusan akhir yang berbeda untuk tidak menyerang sasaran yang ditentukan.
Dilansir South China Morning Post (SCMP), tahun lalu, para insinyur militer Cina mengklaim bahwa mereka telah berhasil menembus penghalang plasma dengan menggunakan pemancar berkekuatan tinggi. Menurut laporan SCMP, teknologi pertama dari jenisnya di dunia berhasil berkomunikasi dengan rudal balistik hipersonik yang melesat di Mach 20 dengan menggunakan frekuensi dalam kisaran 26 dan 50 GHz.
Di masa lalu, penelitian senjata hipersonik didanai oleh militer Cina. Namun, Pemerintah Cina memandang teknologi hipersonik sebagai kekuatan utama dapat bermanfaat pada sektor sipil, dan karenanya membuka pendanaan dari sektor sipil juga.
Para peneliti dari School of Electronic Information and Electrical Engineering di Shanghai Jiao Tong University menggunakan dana yang tersedia untuk pengembangan komunikasi jaringan seluler 6G untuk smartphone dalam berkomunikasi dengan rudal hipersonik.
Bagaimana Cara Kerjanya?
Tim peneliti menciptakan antena yang lembut dan sangat tipis yang dapat dengan mudah dipasang ke bagian belakang rudal, jauh dari area panas ekstrem di sekitar hidung rudal. Dalam uji coba yang dilakukan, para peneliti menemukan bahwa antena tersebut mencapai kinerja “luar biasa” pada frekuensi antara 5,2 hingga 5,8 gigahertz.
Frekuensi rendah biasanya digunakan untuk smartphone 5G, router WiFi berkecepatan tinggi, dan perangkat berbasis internet lainnya dan menawarkan alternatif berbiaya rendah untuk berkomunikasi dengan rudal hipersonik.
Namun,mMencapai komunikasi dengan rudal hipersonik tidak mudah, karena frekuensi yang lebih rendah menghasilkan lebih banyak kebisingan di permukaan rudal, yang menyebabkan penurunan kekuatan dan kualitas sinyal.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, tim membuat metamaterial unik yang ditambahkan ke antena standar. Metamaterial adalah membran tipis yang terbuat dari kabel dengan celah mirip labirin yang membantu menjebak gelombang elektromagnetik. Eksperimen yang dilakukan dengan menggunakan metamaterial menunjukkan bahwa tingkat kebisingan berkurang secara signifikan.
Baca juga: Cina Luncurkan Rudal Balistik Hipersonik DF-17 Langsung ke Arah Taiwan
Para peneliti juga yakin bahwa sinyal frekuensi rendah dapat diubah oleh antena menjadi pancaran terfokus yang dapat diarahkan lurus ke depan untuk mengatasi titik buta di bagian depan rudal. Frekuensi rendah juga dapat membantu meningkatkan kinerja di berbagai bidang seperti identifikasi dan pemosisian target.
Temuan penelitian diterbitkan dalam Journal of Microwaves edisi Januari 2023, sebuah publikasi peer-review dari Chinese Institute of Electronics. (Bayu Pamungkas)
Apakah sudah di peer-review?
Sebetulnya ini perkara yg gampang untuk mencegat dan mengeliminir ancaman rudal hipersonik. Kecepatan yg sangat tinggi sangat rentan terhadap setiap halangan sekecil apapun yg bisa memberi dampak langsung pada jalur lintasan rudal. Ledakan dg daya ledak tinggi dan serpihan bisa sangat menggangu yg dalam hitungan detik bisa membuat rudal hipersonik meleset jauh apalagi jatuh.
Cara lainnya dg mengganggu jaringan komando rudal. Mengintersep satelit dan atau platform pemandu rudal bisa dilakukan karena jangkauan rudal yg jauh akan sangat riskan jika komunikasi dg ground control terganggu. Cara lainnya dg melakukan jamming pada jaringan komunikasinya apalagi jika musuh menggunakan bandwidth WiFi dimana jaringan ini mudah diacak dg gelombang yg sesuai. Interferensi pada jaringan akan membuat rudal terganggu dan bisa saja membuat rudal menjadi meleset atau menjatuhkan diri sendiri.
Step by step, minimal setelah rhan 122B diadopsi menjadi standar amunisi MLRS TNI, rudal vshorad Merapi jg harus disertifikasi dan diproduksi
Riset itu butuh waktu yang sangat panjang, china saja butuh puluhan tahun dan dana yang tak sedikit, sayangnya pihak user disini tidak sabaran, apalagi netekzen sini.
Inilah nilai lebih dari negara yg “membuat”, masalah adalah ilmu, menyelesaikan masalah artinya mendapat ilmu..
Negara yg terbiasa “membeli” tidak akan mendapat ilmu seperti itu.
Soal pengembangan rudal hipersonik Tiongkok jauh lebih serius ya, wajar jika di khawatirkan US.
Ade
Teknologi laser, kecepatan cahaya adalah 300.000 km/detik atau sama dengan sekitar Mach 880.000, jadi hypersonic Mach 20 terlalu mudah bagi laser
silahkan dibaca lagi
https://www.indomiliter.com/qinetiq-pasok-dragonfire-untuk-australia-sistem-hanud-laser-anti-rudal-hipersonik/
Rudal Balistik Hipersonic China bisa tembus 20 march..?? DF 17 kah..? Gimana cara intersepnya kalau kecepatan segitu walau potong jalur jarak kordinat nya ga kekejar sama rudal biasa..ngeri2 sedap kalau di tempatkan di LCS..
Hohoho
Jujurly Amriki lebih mengkhawatirkan perkembangan rudal hipersonik Sino dibandingkan Ruskies. Dana, fasilitas maha komplit, proses yang terstruktur dan metodis tak grasak-grusuk serta masih lebih transparan dalam uji coba menjadi nilai lebih