[Polling] Global 6000 Saab GlobalEye: Pesawat AEW&C Paling Ideal Untuk TNI AU
Di level pemangku kebijakan, pembahasan tentang pengadaan pesawat intai, khususnya dari jenis AEW&C (Airborne Early Warning & Control) memang kurang greget, maklum fokus pengadaan matra udara masih berkutat di proses pengadaan jet tempur pengganti F-5 E/F Tiger II yang tak kunjung rampung. Ditambah kabar pemangkasan anggaran pertahanan, menjadikan pengadaan pesawat intai seolah tenggelam.
Baca juga: PZL M28 Skytruck – Nyaris Jadi Pesawat Intai Maritim Taktis TNI AL
Sejatinya pengadaan pesawat intai AEW&C masuk dalam proyek MEF (Minimum Essential Force) II periode 2015 – 2019. Meski terasa jauh panggang dari api, pengadaan pesawat AEW&C tetap dirasa penting dan bernilai strategis tinggi untuk menunjang sistem pertahanan udara nasional, terintegrasi dengan jet interceptor dan ground radar yang eksisting. Dari aspek penguasaan alutsista, penting bagi Indonesia untuk mampu menguasai teknologi radar terbang ini, mengingat Australia, Singapura, dan Thailand sudah mengadopsi jenis AEW&C sejak lama.
Baca juga: Gulfstream G550 CAEW – Stasiun Radar Terbang Conformal Perisai Ruang Udara Singapura
Selain kemampuan intai dan komando pengendalian, kecepatan respon pada ancaman udara menjadi priortitas utama pengadaan AEW&C. Melihat potensi pengadaan pesawat intai di Indonesia yang cukup terbuka, beberapa manufaktur dirgantara telah mengajukan penawaran ke pemerintah. Lantas jenis pesawat intai AEW&C (Airborne Early Warning & Control) yang ideal untuk TNI AU?
Jawabannya mungkin akan subyektif, namun Indomiliter.com mencoba melemparkan pendapat ke pembaca seputar pesawat AEW&C yang ideal. Dan mengambil rentang 3 Agustus – 3 September 2016, Indomiliter.com telah menggelar polling dengan pertanyaan, Indonesia Butuh Kehadiran Pesawat AEW&C. Menurut Anda siapa pesawat AEW&C yang ideal untuk TNI AU? Metode polling menggunakan one vote one IP, artinya satu perangkat IP hanya bisa melakukan satu kali voted.
Polling total diikuti oleh 1.095 responden. Sementara kandidat pesawat AEW&C pada polling ini adalah Airbus C-295 AEW&C, Boeing 737 AEW&C Wedgetail, Global 6000 Saab GlobalEye, dan Kong Jing KJ-500 AEW&C. Dan berikut adalah ulasannya.
Baca juga: C-130H MP Hercules – Pesawat Intai Maritim TNI AU Dengan Kemampuan Long Endurance
Global 6000 Saab GlobalEye
Dengan dipilih oleh 533 responden (48,68%), Global 6000 Saab GlobalEye secara mutlak layak disebut sebagai pesawat AEW&C paling ideal untuk TNI AU. Pihak Saab memang sejak awal telah menawarkan pesawat ini dalam skema Swedish Air Power Package bersama dengan jet tempur Gripen ke Indonesia. Platform GlobalEye yang telah dioperasikan AU Thailand juga menambah kepercayaan diri Saab untuk masuk ke pasar Indonesia.
Baca juga: GlobalEye – Sistem Radar AEW&C Multimode dengan Extended Range dari Saab
Dalam kapabilitas kemampuan radar, GlobalEye bisa disebut sebagai Erieye ER (Extended Range) yang menawarkan keunggulan jangkauan deteksi lebih jauh dan waktu reaksi lebih cepat terhadap ancaman. GlobalEye dengan sokongan radar AESA (active electronically scanned array) punya low level coverage 10 kali lebih besar dari Erieye, dan early warning time yang meningkat hingga 20 menit. Dalam simulasi, GlobalEye dapat mengendus sasaran dalam jarak 200 – 400 km. Fitur baru yang ditawarkan di GlobalEye juga mencakup wide-area ground moving target indication (GMTI) radar modes. Dengan fitur GMTI, GlobalEye sanggup men-track laju kapal (boat) kecil yang melaju kencang, jetski, rudal jelajah, pesawat berkemampuan steatlh, dan periskop kapal selam yang muncul sedikit di permukaan saja dapat diketahui.
Baca juga: Ketika GlobalEye Memonitor Ruang Udara Indonesia
Dari aspek pesawatnya, GlobalEye dipasang pada platform jet Global 6000 yang punya kemampuan terbang jarak jauh. Dari spesifikasinya, Global 6000 sanggup terbang sejauh 6.000 nautical mile (setara 11.112 km) pada kecepatan jelajah Mach 0,85. Dalam implementasinya sebagai pesawat intai GlobalEye, pesawat ini sanggup mengudara selama lebih dari 11 jam non stop. Pesawat ini juga sanggup lepas landas dan mendarat di bandara kecil, hanya dibutuhkan landas pacu kurang dari 2 km.
Airbus C-295 AEW&C
Harus diakui peluang Airbus menawarkan C-295 AEW&C ke Indonesia punya peluang terbesar, hal ini atas dasar ikatan kuat antara PT Dirgantara Indonesia (DI) dengan Airbus Group. Ditambah PT DI juga telah dipercaya oleh Airbus untuk merakit C-295. Airbus Defence and Space resmi merilis C-295 AEW&C pada ajang Paris AirShow 2011. Berbeda dengan GlobalEye, jenis radar AESA pada C-295 AEW&C mengadopsi tipe rotor yang berputar 360 derajat. Radar putarnya dipasok oleh perusahaan Israel, Elta System.
Baca juga: C-295M – Pesawat Angkut Taktis Lapis Kedua TNI AU
Dari aspek pesawatnya, C-295 mampu terbang sampai ketinggian 9.100 meter dengan kecepatan jelajah maksimum 260 knot (480 km/jam), serta dapat diterbangkan dan dikendalikan dengan aman pada kecepatan rendah sampai dengan 110 knots (203 km/jam). Dengan menggunakan 2 Mesin Turboprop Pratt & Whitney Canada (PW 127G) pesawat ini mampu melaksanakan lepas landas dan melaksanakan pendaratan pada landasan yang pendek (STOL/Short Take Off & Landing) yaitu dengan panjang landasan hanya 670 meter, tentunya dengan kondisi muatan tertentu. Sebagai penyempurnaan dari CN-235, roda pendarat, terutama roda di bagian depan telah diperkuat, sehingga C-295 dapat lebih kokoh untuk mendarat dan lepas landas di permukaan tanah/rumput. Untuk jangkauan terbang, C-295 dapat terbang ferry sejauh 5.400 km. Dengan segala kelebihannya, C-295 AEW&C didapuk sebagai peringkat kedua pesawat AEW&C yang ideal untuk TNI AU, yakni dipilih oleh 373 responden (34,06%).
Boeing 737 AEW&C Wedgetail
Pesawat AEW&C satu ini tidak secara eksplisit ditawarkan ke Indonesia, pasalnya selain AS, negara pengguna Boeing 737 AEW&C (E-7A Wedgetail ) hanya Australia, Turki dan Korea Selatan. Namun karena dioperasikan enam unit oleh AU Australia dan tentunya beroperasi dekat dengan teritori Indonesia, maka Boeing 737 AEW&C Wedgetail turut disertakan dalam polling, dan hasilnya Wedgetail dipilih oleh 170 responden (15,53%).
Baca juga: Boeing MSA – Pesawat Intai Maritim dari Platform Jet Bisnis Challenger 605
Boeing Wedgetail punya kesamaan desain radar dengan Saab GlobalEye. E-7A Wedgetail dilengkapi struktur radar yang berukuran besar pada bagian punuk pesawat. Radar ini dapat diset untuk mendeteksi seluruh penerbangan sipil dan militer dalam radius 600 Km (look up mode) dan 370 Km (look down mode) dari posisi yang sangat strategis. Disebut posisi yang strategis karena dalam tugas-tugasnya pesawat ini akan memantau dari ketinggian 30.000 – 40.000 kaki, jelas posisi yang tak akan mungkin didapat jika menggunakan radar di darat (ground radar).
Baca juga: E-7A Wedgetail – Stasiun Radar Terbang Perisai Ruang Udara Australia
Radar pada punuk Boeing 737 Wedgetail populer disebut radar MESA (Multi Role Electronically Scanned Array). Sesuai dengan namanya, piranti elektronik ini mampu memindai 180 obyek secara simultan, dan memilah-milahnya, mana yang dikenal dan mana yang masuk kategori black flight. Dari aspek pesawatnya, Wedgetail platform pesawat komersial Boeing 737-700.
Kong Jing KJ-500 AEW&C
Pesawat AEW&C besutan Cina ini pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 2013. Kong Jing KJ-500 dibangun dari basis pesawat komersial Y-9 buatan Shaanxi Aircraft Corporation, ditenagai empat mesin turbo propeller. Jenis radarnya mengadopsi teknologi AESA dengan model rotor, serupa dengan C-295 AEW&C.
Radar AESA pada Kong Jing KJ-500 dikembangkan oleh Nanjing Research Institute of Electronic Technology. Jarak jangkau deteksi radarnya mencapai 470 km, secara simultan radar dapat mendeteksi 60 sampai 100 sasaran. Meski belum diirik dalam ‘bursa’ pasar pesawat AEW&C, mengigat anggaran pertahanan RI yang terbatas, serta kedekatan Cina dalam memasok alutsista TNI, bukan tak mungkin Kong Jing KJ-500 yang justru mendapat angin di Indonesia. Kong Jing KJ-500 AEW&C hanya dipilih 19 responden (1,74%).
pejabat tni mana ngerti soal gini , pejabat tni yg tua tua itu mah taunya alat perang dunia ke 1 aja , kayak radar darat, arnahud nya saja masih arnahud untuk menembak pesawat perang dunia 1, pesawat peringatan dini seperti ini sebenernya wajib, karna radar pesawat tempur jangkauannya terbatas ( relatif kecil), tapi ya mau gimana lagi kalau otaknya ga sampai, dan jiwa nasionalismenya tertutup oleh perut buncit
lebih baik membeli Erieye ato global eye dari pada CN295, harga murah ToT radar bisa di cantol di CN 295 . karena kebutuhan pesawat AEW&C di indonesia Lebih penting ketimbang pesawat tempur
@admin
Kalo pollingnya udah paling tinggi gini, langsung dibeli ndak min?
Sayangnya belum mas 🙂
Saya dukung yg dari SAAB…(saya bukan salesnya lho!!)menurut saya:ini sudah paketan dengan gripen….ini tanggung jawab kementrian bu susi+TNI AL+TNI AU(jika TNI AL tidak punya pilot pespur,beda lagi kalo TNI AL punya pilot pespur seperti mariner AS,belom tahu kedepannya…)jadi masalah cost bisa diangkat 3 pihak tersebut..disamping sebagai peronda,pengawas,juga bisa sebagai intercept ring paling luar karena kemampuan grippen juga bagus dikelasnya…sekali lagi dikelasnya…formasi untuk attack udara sebagi ring 2 bisa disandingkan dengan F16 kita,sebagai ring 1bisa disandingkan sukhoi…atau ke3-3nya…jika terpaksa sekali anggap saja sukhoi dan F16 kita rontok..bisa secara mandiri berperang sendiri dengan global 6000…nah sekali lagi ini hanya pendapat saya…slam NKRI JAYA!!!
@indo elite
Ngaku “bukan sales”, tapi sodaranya yang sales….sami mawon mas
yg paling mmungkinkan,..ya C295 AEW&C,..pesawatny dh d produksi di PT DI,..shingga harga sistem bisa dipangkas, selain itu jg pengruhny k cost maintenance ke depannya jg yg bisa ditekan, mskipun scara pribadi saya milih globaleye Saab, tapi mlihat situasi suram skrg,..kaya’ny skrg cuman bisa mimpi aja punya globaleye.
SETUJU..C295 UNTUK KEMANDIRIAN ALUTSISTA RI
Hmm
Klo bisa bung, coba tampilkan harga per unit (stansar) dari masing2 pesawat. Mngkin dari situ kita bisa menilai mn pesawat yg cocok buat keuangan negara.
Min mau tanya, Contoh Matra udara ada dua Blok dalam pengadaan Jet tempur TNI AU Yaitu Barat dan Timur jika misalkan Kita menggunakan Pesawat intai dari Blok Barat Apakah bisa Terintegrasi data yang dikirimkan ke Jet tempur Blok Timur ?
Secara teori bisa saja, dengan penggunaan modul integrator system, namun jelas tidak efektif dan dibutuhkan biaya ekstra untuk adopsi solusi dan uji coba antar dua platform tadi.
Banyak cara utk mengintegrasikan alutsista barat dgn timur. Dari mengganti elektronika alutsista dari negara tertentu sprt contoh India & Brasil utk alutsista dari Rusia elektroniknya diganti dgn bikiinan Israel sprt Su-30 MKI. ataunya menggunakan perangkat integrasi khusus dn lg2 yg terbaik bikinan Israel jg sprt Brasil yg menggunakan Elbit Integration Tool utk SAM sprt Pantsyr & Buk.
Ttp biaya integrasi trsbut sgt mahal bhkn lbh mahal drpd alutsistanx sndiri.contohnx Brasil dimana Pantsyr cuma seharga USD 15 juta tp perangkat Elbit Integration tool berharga USD 25 juta. Biaya integrasi nan mahal itulah yg membuat TNI AU serta Kohanudnas emoh memilih SAM Rusia dgn memilih battle utk medium range SAM mnjdi ajang antara NASSAMS vs trio Tiongkok