Pertama Kali, Artileri AS Sukses Uji Penembakan Munisi Howitzer Jarak Jauh, 70 Km dengan Akurasi Tinggi!
|Ada kabar anyar dalam jagad kesenjataan artileri global, dimana Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) untuk pertama kalinya mewartakan, bahwa berhasil melakukan tembakan lengkung dari howitzer hingga jarak 70 km. Bukan hanya soal jarak jangkauan, namun lebih dari itu, tembakan tersebut dikatakan punya akurasi sangat tinggi.
Baca juga: Msta-S – Self Propelled Howitzer Baru Rusia dengan Munisi Standar NATO
Dikutip dari DefenseNews.com (21/12/2020), pada 19 Desember 2020, mengambil lokasi di Yuma Proving Ground, Arizona, AD AS lewat proyek Extended Range Cannon Artillery (ERCA), berhasil melakukan uji coba penembakan munisi ERCA buatan Raytheon yang dilengkapi sistem pemandu. Para petinggi AD AS dalam agendanya mengharapkan kemampuan maksimal dari modernisasi Long-Range Precision Fires.
“Saya tidak yakin lawan memiliki kemampuan untuk mencapai sasaran secara akurat pada jarak tembak 70 km,” ujar Brigdir Jenderal John Rafferty, pejabat di AD AS yang bertanggung jawab atas proyek ERCA.
Guna menunjang uji coba di atas, meriam ECRA secara khusus dipasang pada self tracked propelled howitzer M109A7 Paladin Integrated Management (PIM), dimana dilakukan penggantian jenis meriam, dari yang sebelumnya Paladin mengusung laras kaliber 155mm/39 diganti dengan laras kaliber 155mm/58.
Dalam uji coba, AD AS menggunakan dua jenis munisi, yaitu Excalibur buatan Raytheon dan munisi XM1113 yang menggunakan propelan supercharged. Pada uji coba Maret 2020, kedua munisi baru berhasil menjangkau sasaran sejauh 65 km.
Pada uji penembakan 19 Desember lalu, AD AS mengambil tiga tembakan. Tembakan pertama gagal karena angin kencang di ketinggian, kemudian tembakan kedua mengalami kegagalan pada perangkat keras. Dan pada tembakan ketiga membuktikan bahwa kemampuan munisi mendekati kinerja yang tepat antara propelan desain proyektil. Dua faktor tersebut yang memegang kunci dalam tembakan jarak jauh.
“Demonstrasi ini bukanlah tujuan,” ujar Kolonel Tony Gibbs, manajer program Artileri AD AS mengatakan kepada wartawan. “Ini hanya titik awal dalam kampanye pembelajaran kami yang sedang berlangsung untuk benar-benar mengembalikan kembali supremasi AS dalam artileri meriam. Ini jelas merupakan poin pengetahuan yang besar bagi kami hari ini.”
Setiap amunisi yang ditembakkan memiliki sedikit perbedaan desain untuk menyerap tekanan tinggi dan kekuatan yang ditembakkan pada kecepatan 1.000 meter per detik dari meriam ERCA.
Baca juga: M109A4 Paladin – Perkuat Self Tracked Propelled Howitzer Untuk Armed GS TNI AD
Tentang M109 Paladin, standarnya mengadopsi jenis L/39 Howitzer M185 kaliber 155 mm. Jarak tembak konvensionalnya mencapai 18 km, sementara bila menggunakan RAP (Rocket Assisted Projectile), maka lontaran proyektil sanggup menjangkau sasaran sejauh 30 km. (Bayu Pamungkas)
Ah… ternyata begitu ya…
Kita nggak pernah liat M109A4 BE latihan karena “jeroannya” harus di-upgrade dulu.
Like brand new… muluuusss…
https://defence.pk/pdf/threads/indonesia-defence-forum.229571/post-12881754
Bagus, …mantap…sangat berguna moga tak lama satuan armed kita bisa lakukan hal yang sama, ekonomis dan efektif tak perlu hambur2kan amunisi
bolehlah howitzer dipake buat pendidikan dasar artileri meriam, latgab antar kecabangan atau ngebubarin tongkrongan milisi KKSB
Btw, M109A4 BE punya kita pada kemana ya?
Jarang kelihatan latihan.
Jangan bilang barangnya bermasalah… doh…
Siapa yg tahu lagi pula itukan barang bekas pakai.
Padahal awalnya sudah rame2 diberitain TNI-AD ngincer K9, ehhhh… tiba2 ini barang sekon nyalip di tikungan akhir.
Yang jadi masalah apakah tembakan artileri masih berguna jk musuh memiliki sistem hanud dgn kemampuan C-RAM.
Mengapa india bisa mendeteksi drone bawah air china, sementara indonesia tdk? Malah yg menemukan drone di indonesia adalah sipil (nelayan) bukan militer. Beberapa kali.
Artinya yg kita anggap aman ternyata ada drone bawah air yg sliweran di NKRI.
1. Kurang kapal permukaan.
2. Kurang kapal selam.
3. Kurang MPA.
4. Kurang persediaan bahan bakar.
5. Silahkan tambahkan.
Kurang dana mungkin.
KURANG ASET2 EW laut udara darat
Seharusnya transmisi data mudah di deteksi
Ahhh…gak efektif. Mending langsung menggunakan MLRS nyata hasilnya dan jangkauannya jg bisa lwbih dr 70 Km.
Iya beda fungsi Mbk Ruskie
Coba jelaskan fungsi masing2 dek, yg sepengetahuan kamu.!
Mlrs jadi rempeyek drone.di azerbaijan
Yg efektif itu ICBM,.setelah pencet tombol bisa nonton Tv sambil ngupi plus nyemil rengginang.
Indonesia darurat ICBM
Mana yg lebih murah roket atau peluru artileri
Dlm perang yg dipilih bukan murahnya dek, tp efektifitas dan kehandalannya.
artileri konvensional memiliki keunggulan di akurasi di bandingkan MLRS sehingga dapat mengenai target kecil seperti bunker atau pos senapan mesin musuh tanpa harus menghamburkan amunisi seperti MLRS
Kalo dlm hal akurasi, alutsista modern tingkat akurasinya lebih bagus terutama yg sdh menggunakan sistem digital.
Emangnya sdh berani memastikan bahwa satu peluru howiitzer dpt mengenai sasaran.?
1000% Berani
Circular error probable meriam artileri modern rata2 10 meter
Semakin teknologi maju akan semakin kecil.
Itu namanya menghayal kalo 1000% Berani.
Setingkat artileri modeen yg pelurunya bahkan apt yg dijelaskan di artikel atas akurasi 10 meter itu sdh meleset lebar. Apalagi ada jenis peluru modern yg berpandu GPS mbah.
Berpandu Gps sejak tahun 80an CEP 10 meter itu dumb ammo dan Tembakan banpurnya bukan sekali dua kali
1 battery 10 tembakan radius 30 meter dari CEP 10 meter masih menimbulkan kerusakan dari pecahan fragmen
Gini Dhek Rukimin, ini berkaitan dg target dan tujuan pengembangan. Long-range precision fires itu lebih menargetkan sasaran strategis seperti radar dan pos komando hanud S-300/S-400/S-500, obvit lainnya atau sasaran bergerak strategis lainya dari darat dg memakai platform yg sudah existing seperti meriam kaliber 155 milik barat seperti paladin. Konsepnya adalah menggabungkan teknologi rocket launch projectile yg digabung dg teknologi bom glider berpemandu. Proyektil akan dilempar dg roket hingga ketinggian tertentu (7-25 km) lalu proyektil akan terbang lebih lama dan lebih jauh dg glider lalu menyerang lebih presisi. Jangkauan target yg dikejar antara 150-180 km atau bisa jadi lebih dari 200 km dan harga per proyektil mungkin akan dibatasi hingga USD 200.000/unit atau hanya 1/8 dari harga rudal jelajah konvensional. Lalu, apa tujuan pengembangan ini? Tujuannya adalah mengembangkan kemampuan daya serang yg sangat kuat, sangat jauh dan sangat presisi dg harga yg murah dan bisa dg cepat ditempatkan tanpa banyak menambah pembuatan platform Alutsista lagi sbg jawaban dari distributed fires method. Jadi, nantinya tiap Matra di US Armed Forces akan mampu mengatasi berbagai masalah yg dihadapi saat itu juga tanpa perlu dukungan dari Matra udara misalnya juga akan memberikan dampak psikologis untuk musuh karena US Army pun akan punya kemampuan menyerang jarak jauh yg lebih kuat dan lebih presisi juga. Proyektil meriam sangat susah dilacak dan diatasi jika dilakukan secara acak.
MLRS milik Rusia mungkin ada yg bisa mencapai jarak 200 km tapi itu tidak efisien karena dimensinya yg besar sehingga hanya beberapa yg bisa ditembakkan dalam jangka waktu tertentu sedangkan meriam bisa dilakukan sampai 12 kali.
Mlrs lebih mudah dilacak dan ditembaki balik dgn counter battery fire atau serangan udara. Hulu ledak artileri lebih sulit di tangkal oleh sistem hanud daripada hulu ledak rudal dan roket.
Artileri masih menjadi raja pertempuran. Game changer akan terjadi jika program artileri SLRC jangkauan lebih dari 1500 Km oleh Angkatan darat AS sukses ujicoba
Bayangin tembakan Banpur dari pulau Kalimantan ngecover operasi atau latihan tempur di pulau Sumatra, Jawa, Sulawesi , Semenajung Malaya dan sebagian wilayah Filipina.