Mengenal Kemampuan F21, Fiber Optic Cable Torpedo ‘Pasangan Ideal’ untuk Kapal Selam Scorpene Class
|Meski kapal selam Scorpene class dapat meluncurkan beragam merek torpede berat (heavy-weight torpedo) dengan kaliber standar NATO 533 mm, namun pihak manufaktur tentu berharap agar setiap Scorpene class yang diekspor dapat menggunakan jenis torpedo yang diproduksi oleh Naval Group. Dan torpedo yang dimaksud adalah F21, yang kini telah digunakan oleh Angkatan Laut Perancis, Brasil dan rencananya India.
Meski bukan solusi baru, lantaran F21 sudah digunakan sejak tahun 2018, namun torpedo F21 rupanya masih menjadi produk andalan dari Naval Group. Sebagai bukti, secara khusus Naval Group mempresentrasikan profil dan kemampuan torpedo F21 dalam Euronaval Press Tour 2024, yang berlangsung di galangan Naval Group di Cherbourg, Perancis.
F21 adalah dikembangkan sejak Naval Group masin bernama DCNS, torpedo ini disiapkan untuk Angkatan Laut Perancis sebagai pengganti torpedo F17. Torpedo ini dirancang untuk menetralkan kapal dan kapal selam musuh serta mampu beroperasi di perairan dalam dan dekat wilayah pesisir dengan tingkat kebisingan tinggi dan lalu lintas padat.
Naval Group mengirimkan enam torpedo awal ke Angkatan Laut Perancis pada November 2019. Torpedo ini juga telah dipilih untuk Angkatan Laut Brasil dengan pengiriman pertama pada bulan Januari 2020.
F21 dikembangkan dari torpedo Black Shark buatan Leonardo Italia. Sebagai catatan, Scorpene class milik Malaysia menggunakan torpedo Black Shark. F21 memiliki kesamaan dengan Black Shark, termasuk motor listrik yang digerakkan oleh silver oxide-aluminium (AgO-Al) seawater primary battery dan baling-baling kontra-rotasi. Tumpukan elektrokimia primer yang diaktifkan air laut AgO-Al membantu mencapai kecepatan maksimum dalam rentang yang lebih luas.
Torpedo F21 memiliki hulu ledak PBX B2211 dan jangkauan torpedo mencapai 50 km (31 mil) dan kecepatan lesat torpedo 50 knots (93 km/jam). Torpedo F21 memiliki endurance maksimum satu jam dan jangkauan lebih dari 50 km. Untuk misi “Hunter Killer”, torpedo ini memiliki kemampuan untuk menyerang target pada kedalaman lebih dari 500 meter.
Torpedo F21 pertama kali diuji pada katamaran Pégase milik Naval Group pada Februari 2013 dan uji coba peluncuran dari kapal selam dilaksanakan pada tahun 2014. Torpedo F21 panjangnya 6 meter dan punya berat keseluruhan 1.550 kg, sementara berat hulu ledaknya 200 kg. Sementara mekanisme peledaka menggunakan proximity fuze.
Jika akuisisi Scorpene Evolved direalisasikan, dan TNI AL membeli torpedo F21 dan rudal Exocet SM39, maka tidak diperlukan penyesuaian atau upgrade tambahan, termasuk dari segi software pada combat management system.
Antoine Kauffmann, marketing and product specialist F21 menyebut, bahwa torpedo F21 selain menggunakan acoustic homing, juga dikendalikan lewat wire guided, yakni serupa dengan torpedo Black Shark.
Torpedo F21 persisnya menggunakan kabel serat optik (fiber-optic cable) sebagai bagian dari sistem kendalinya. Kabel serat optik ini memungkinkan komunikasi real-time yang cepat dan aman antara torpedo dan kapal selam yang meluncurkannya. Penggunaan serat optik memberikan beberapa keunggulan, di antaranya seperti:
1. Pengiriman data yang lebih cepat dan stabil dibandingkan kabel tembaga tradisional.
2. Tahan terhadap gangguan elektromagnetik, yang membuat torpedo lebih sulit untuk diganggu oleh perangkat jamming.
3. Pengendalian yang lebih presisi, karena data dari sensor sonar pada torpedo bisa dikirimkan ke kapal induk, sehingga operator dapat melakukan penyesuaian jalur torpedo secara langsung.
Jika kabel serat optik pada torpedo F21 terputus selama perjalanan menuju target, torpedo tetap dapat melanjutkan misinya dengan menggunakan sistem pemandu otonomnya. Torpedo modern seperti F21 biasanya dilengkapi dengan sistem kendali otomatis yang memungkinkannya untuk beroperasi secara independen jika terjadi kegagalan komunikasi melalui kabel.
Torpedo seperti F21 memiliki sonar aktif dan pasif yang memungkinkan torpedo mendeteksi dan mengunci target secara mandiri. Saat kabel terputus, torpedo beralih ke mode otonom dan menggunakan sensor internal untuk terus mengejar dan menyerang target yang telah ditetapkan.
Sebelum diluncurkan, torpedo dapat diprogram dengan parameter misi spesifik, seperti area pencarian, jalur yang harus ditempuh, dan taktik serangan. Jika kabel terputus, torpedo akan menjalankan program tersebut sesuai dengan data yang telah diinput sebelumnya. Dalam mode otonom, torpedo mengandalkan data dari sensor onboard, seperti sonar, untuk mendeteksi dan mengarahkan dirinya ke target, tanpa perlu bergantung pada sinyal dari platform peluncur. Dalam sekali berlayar, satu unit Scorpene class dapat membawa sampai 18 unit torpedo F21. (Haryo Adjie – Cherbourg)
Inilah D-19, Drone Bawah Laut Andalan AL Perancis dengan Standar Kaliber Torpedo
CMS Subtics bawaan Scorpene udah kompatibel dg torpedo blackshark yg sdh dimiliki TNI AL jadi nggak harus beli torpedo F-21 sekaligus