Mengembangkan Industri Pertahanan Kita, Merubah Paradigma dari ‘Membeli ke Memproduksi’

Istilah industri pertahanan mungkin belum terlalu familiar di telinga orang Indonesia, berbeda dengan industri-industri lainnya yang sudah dikenal publik karena terekspos secara masif. Apalagi, negara kita terbiasa untuk membeli kebutuhan pertahanan dan militernya, bukan memproduksinya sendiri.

Baca juga: Sah, Indonesia Borong Dua Unit Frigat PPA Paolo Thaon Di Revel Class Senilai 1,18 Miliar Euro

Padahal, salah satu indikator kemajuan sebuah negara adalah kemampuan militernya, yang didukung oleh kuatnya industri pertahanan negara tersebut. Industri pertahanan sendiri adalah sebuah industri yang berorientasi pada produksi alat-alat kebutuhan pertahanan, yang meliputi alat utama sistem senjata (alutsista), baik itu senjata ringan, senjata berat, maupun kendaraan tempur, kendaraan pendukung kegiatan pertahanan, serta pemeliharaan dan perbaikannya (Karim, 2014).

Meningkatkan Power Negara
Industri pertahanan yang modern sangat dibutuhkan tidak hanya untuk kebutuhan tempur, tetapi kepentingan geopolitik. Salah satu unsur penting dalam geopolitik adalah power. Setelah perang dingin berakhir, indikator power dalam sistem internasional dinilai dari kemampuan industri pertahanannya.

Power yang dimiliki sebuah negara berperan untuk mempengaruhi negara lain untuk mengikuti kepentingan nasionalnya. Amerika Serikat sampai saat ini dilihat sebagai aktor dominan dalam konteks militer global. Kondisi ini membuat mereka mampu mempengaruhi kebijakan luar negeri negara lain.

Mengembangkan industri pertahanan seperti menjadi syarat wajib setiap negara-negara maju yang ada di muka bumi ini. Mengapa demikian? Industri pertahanan dapat menjamin terpenuhinya penelitian dan pengembangan (litbang), desain, produksi, distribusi, dan pemeliharaan dari sistem persenjataan suatu negara, tanpa harus membeli (bergantung) kepada negara (produsen) lain. Kemandirian ini artinya pemenuhan alutsista dapat digunakan sebagai alat sebuah negara meningkatkan posisi tawarnya di dunia. Alhasil, industri pertahanan menjadi hal yang esensial untuk mendukung sistem pertahanan dan meningkatkan prestise suatu negara di mata internasional.

(Dassault Aviation)

Negara dengan industri pertahanan yang kuat terlihat dari jaminannya pasokan kebutuhan alutsista dalam negeri, serta sarana dan prasarana  pertahanan  yang berkelanjutan.

Sayangnya, industri pertahanan Indonesia masih jauh dari optimal karena masih mengandalkan pada paradigma “membeli”, bukan “memproduksi”. Secara sederhana, ketika kita ingin melihat seberapa kuat militer suatu negara dan seberapa maju perkembangan industri pertahanannya, yang pertama kita lihat adalah berapa besar anggaran pertahanannya.

Anggaran Pertahanan Besar Tapi Personel Militer Menyusut, Singapura Genjot Kemampuan Platform Tanpa Awak

Kecilnya Anggaran Kita
Anggaran pertahanan tahun 2025, yang sudah mengalami pemangkasan, hanya mencapai Rp139,2 triliun. Sangatlah kecil, hanya berkisar 0,8% dari PDB. Padahal, idealnya untuk membangun kekuatan pertahanan harus mencapai 2% dari PDB. Porsi yang diberikan untuk pembelian alutsista hanya sekitar Rp30 triliun. Itu pun sebutannya program modernisasi alusista, non-alutsista, serta sarana dan prasarana pertahanan.

Artinya uang segitu tidak seluruhnya untuk membeli. Jika anggaran untuk membeli alutsista saja masih kurang dari 30% anggaran pertahanan, bisa dibayangkan berapa anggaran untuk mengembangkan industri pertahanan. Sebuah kontradiksi, karena pengembangan industri pertahanan adalah salah satu fokus pemerintah untuk tercapainya kemandirian pengadaan alutsista tahun 2029, sebagaimana tertuang dalam masterplan industri pertahanan yang dirumuskan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).

‘Mobilisasi Digital’ Diterapkan di Singapura, Lebih Efisien dan Bikin Pasukan (Wajib Militer) Lebih Bahagia

Pengembangan Industri Pertahanan Indonesia
Industri pertahanan harusnya menjadi concern kita bersama, khususnya para pemangku kepentingan di segala lini. Pemerintah, selain menghasilkan regulasi dan menjadi pendukung, punya kontribusi vital dalam pengembangan industri pertahanan karena perannya yang luas sebagai pengguna produk-produk industri pertahanan.

Di pihak lain, kalangan industri pertahanan dan masyarakat secara umum, misalnya pusat-pusat studi, universitas, serta lembaga non-pemerintah, juga memegang peran yang cukup besar dalam mengembangkan industri pertahanan. Di negara-negara maju, hubungan pemerintah-industri-masyarakat, terkait pengembangan industri pertahanan yang optimal, bahkan bisa ikut memengaruhi tren pertumbuhan ekonomi.

Atas dasar itu, untuk mengembangkan industri pertahanannya, Indonesia harus fokus utamanya pada kepemimpinan nasional, dalam hal ini adalah pemerintah dan jajarannya di sektor pertahanan dan militer. Faktor kepemimpinan penting karena pembangunan industri pertahanan yang berdasarkan capability based planning dan autarky model harus diputuskan pada tingkat pengambil keputusan.

Capability based planning artinya mampu mandiri dalam pengadaan, maupun pengembangan alutsista nasional, sehingga di masa depan akan terwujud kemandirian industri pertahanan nasional. Lalu, Autarky model adalah kemampuan menguasai teknologi militer untuk pengembangan sistem senjata, kemampuan industri nasional memproduksi sistem senjata dalam negeri, serta kemampuan finansial untuk membiayai produksi sistem senjata tersebut.

Terakhir, Indonesia harus menguatkan kemampuan teknologi pertahanannya melalui kegiatan litbang karena industri pertahanan yang maju dan mandiri harus memiliki litbang yang modern dan berkualitas, serta tentunya produktif.

Itu sebabnya negara-negara dengan kemampuan ekonomi kuat terbukti memiliki industri pertahanan yang kuat juga. Jika kita ingin memiliki kemampuan ekonomi yang mumpuni di masa depan nanti, pengembangan industri pertahanan adalah salah satu hal yang mampu mewujudkannya. (Jerry Indrawan, S.IP, M.Si (Han) – Dosen FISIP UPN Veteran Jakarta)

Berdayakan Industri Pertahanan Dalam Negeri, India Order 83 Unit Jet Tempur Tejas Senilai US$6,5 Miliar

4 Comments