Update Drone KamikazeKlik di Atas

Lawan Strategi “Perpaduan Sipil – Militer” Cina, Pentagon Masukan DJI Technology ke Daftar Hitam

Dari hasil penelitian badan siber di Amerika Serikat, dua tahun silam diketahui terdapat celah keamanan pada aplikasi drone DJI di ponsel, yang kemudian mendorong Departemen Dalam Negeri AS sejak Januari 2020 memutuskan menghentikan penggunaan segala jenis drone keluaran DJI Technology untuk instansi pemerintah, dengan alasan keamanan data. Namun secara komersial, Da Jiang Innovations (DJI) masih dapat memasarkan produknya di AS.

Baca juga: Peneliti Keamanan Siber: Ada Celah Kelemahan Keamanan Pada Aplikasi Drone DJI

Dikutip dari reuters.com (6/10/2022), belum lama ini ada kabar dari Washington, kali ini Departemen Pertahanan AS (Pentagon) telah menambahkan lebih banyak perusahaan asal Cina, termasuk pembuat drone DJI Technology dan pembuat peralatan pengawasan/pengintaian Zhejiang Dahua Technology dan BGI Genomics Co Ltd ke dalam daftar hitam yang membuat mereka dikenai larangan investasi bagi warga AS.

BGI Genomics selama ini menjalankan bank data gen besar dan memiliki kontrak pengurutan DNA dengan perusahaan kesehatan dan universitas di seluruh dunia, dan bergerak dalam pembuatan dan penjualan peralatan angkutan kereta api, juga termasuk di antara 13 perusahaan yang ditambahkan ke daftar ‘hitam’ oleh Pentagon. BGI mengembangkan tes prenatal bekerja sama dengan militer Cina dan menggunakannya untuk mengumpulkan data genetik untuk penelitian menyeluruh tentang ciri-ciri populasi.

“Kami bertekad untuk melawan strategi perpaduan sipil – militer Cina, yang mendukung tujuan modernisasi militer Cina dengan memastikan aksesnya ke teknologi dan keahlian canggih diperoleh dan dikembangkan oleh perusahaan, universitas, dan program penelitian yang tampak di permukaan sebagai entitas sipil,” ujar juru bicara Pentagon dalam sebuah pernyataan yang dikutip reuters.com.

Daftar hitam Pentagon tersebut membatasi pembelian atau penjualan sekuritas yang diperdagangkan secara publik di perusahaan target. Tahap awal sekitar 50 perusahaan Cina, dalam hal ini termasuk Huawei telah ditambahkan ke daftar Pentagon pada Juni tahun lalu.

Pada saat itu, Presiden Joe Biden menandatangani perintah eksekutif yang melarang entitas AS berinvestasi di lusinan perusahaan Cina yang diduga terkait dengan sektor teknologi pertahanan atau pengawasan. Perintah itu bertujuan untuk mencegah investasi AS mendukung kompleks industri militer Cina, serta program penelitian dan pengembangan militer, intelijen, dan keamanan.

Terkait dengan drone DJI, Direktur National Counterintelligence and Security Center, William R. Evanina menyebut, “Setiap perusahaan teknologi asal Cina diharuskan oleh hukum negara tersebut untuk memberikan informasi yang mereka peroleh, atau informasi yang tersimpan di jaringan mereka, kepada pihak berwenang Cina jika diminta.”

Ia menambahkan, atas dasar hukum tadi, maka semua warga AS harus waspada bila foto, biometrik, lokasi, dan data lainnya yang disimpan pada data center aplikasi tersebut, dapat suatu waktu diserahkan kepada aparat keamanan Cina.

Baca juga: Jaga Hubungan dengan Rusia, Israel Embargo Penjualan Pegasus Spyware ke Ukraina dan Estonia

Rilisan laporan celah keamanan pada aplikasi DJI juga dungkapkan oleh peneliti dari Synacktiv, yang berbasis di Perancis, dan GRIMM, yang berlokasi di luar Washington. Dari penelitian juga terungkap bila aplikasi DJI saat itu tidak hanya mengumpulkan informasi dari ponsel, melainkan aplikasi DJI di Android dapat melakukan ‘pembaruan’ alias upgrade sistem tanpa tinjauan dari pihak Google sebelum diteruskan ke konsumen. Itu saja, bisa melanggar persyaratan layanan pengembang Android Google. Lebih lagi, tinjauan upgrade pada aplikasi, ternyata sulit untuk dipantau oleh pengguna. (Bayu Pamungkas)

4 Comments