Lama Menanti Scorpene Evolved, KSAL Usulkan Pengadaan Kapal Selam ‘Interim’, Apakah itu?
Unit pertama kapal selam Scorpene Evolved yang dibangun oleh PT PAL Indonesia bersama Naval Group, dicanangkan akan berjalan selama enam tahun lamanya. Setelah diluncurkan, kapal selam yang dimaksud pun harus menjalani berbagai tahapan pengujian, sehingga paling cepat Scorpene Evolved baru dapat diterima TNI AL dalam kurun waktu tujuh tahun setelah kontrak efektif.
Baca juga: PT PAL: “Pembangunan Kapal Selam Scorpene Class Butuh Waktu 6 Tahun”
Tujuh tahun jelas bukan waktu yang singkat, yang artinya periode tunggu TNI AL sangat panjang untuk bisa mendapat perkuatan kapal selam kelima. Sebagai catatan, kondisi saat ini TNI AL hanya diperkuat empat unit kapal selam – KRI Cakra 401, KRI Nagapasa 403, KRI Ardadedali 404 dan KRI Alugoro 405. Sementara kebutuhan strategis TNI AL adalah proyeksi 12 unit kapal selam.
Dengan lamanya waktu tunggu untuk menerima Scorpene class, maka ada opsi yang dikemukakan oleh orang nomer satu di TNI AL. Seperti dikutip suarakarya.co.id (14/5/2024), KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali mengungkapkan usulannya untuk pembelian kapal selam sebagai penggunaan sementara (interim) untuk menjaga perairan Indonesia. Opsi ini harus diambil sembari menunggu kapal selam baru pesanan Indonesia rampung dan siap operasional.
“Idealnya, TNI AL diperkuat oleh 12 kapal selam untuk menjaga perairan Indonesia yang luasnya mencapai 6,4 juta kilometer persegi,” katanya di Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Laksamana Ali menegaskan, tidak menutup kemungkinan pihaknya membeli dari beberapa tempat, karena sebagaimana disampaikan Menhan Prabowo Subianto, Indonesia membutuhkan kapal selam yang banyak. “Untuk itu, kita harus ada kapal selam interim. Tidak menutup kemungkinan pilihannya dari berbagai negara yang sudah saya kunjungi,” kata Laksamana Ali.
Dalam setahun terakhir, Laksamana Ali bersama beberapa pejabat Markas Besar TNI Angkatan Laut telah berkunjung ke beberapa negara dan bertemu dengan galangan kapal asing untuk melihat di antaranya teknologi kapal selam konvensional dan kapal selam nirawak (unmanned system). Beberapa negara itu antara lain Jerman, Uni Emirat Arab, Italia, dan Cina.
“Jadi kami meninjau semua industri galangan kapal selam terkemuka, khususnya untuk kapal selam konvensional ya non-nuklir, tetapi kapal selam itu sudah menggunakan pendorongan yang modern seperti Lithium-ion battery, atau pendorongan-pendorongan yang lain yang sekarang sedang digiatkan oleh para industri kapal selam,” papar Ali.
Masa Sewa Habis, India Kembalikan Kapal Selam Nuklir “INS Chakra” ke Rusia
Dipastikan Non Nuklir
Dalam pernyataannya, KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali telah menegaskan, bahwa kapal selam interim bukan kapal selam bertenaga nuklir. Sehingga ini menepis komentar yang mengemuka agar Indonesia mengikuti jejak India, yang pernah dua kali menyewa kapal selam bertenaga nuklir dari Rusia (Charlie class dan Akuka class).
Tidak juga dengan opsi akuisisi kapal selam Los Angeles class (USS Helena, USS Pasadena dan USS Topeka) yang beberapa unit akan dipensiunkan oleh Angkatan Laut AS (US Navy) setelah 33 tahun beroperasi.
Menanti Tahun 2040, Australia Berencana Sewa Kapal Selam Nuklir dari AS atau Inggris
Pengadaan kapal selam interim bisa bermakna dua, yakni dengan melakukan pembelian dan sewa (leasing). Jika pembelian pada unit kapal selam yang benar-bebar baru, maka akan sulit dari aspek mahalnya biaya, ditambah waktu produksi yang tidak sebentar. Sementara opsi untuk membeli kapal selam bekas pakai, terasa lebih realistis, namun untuk spesifikasi teknis yang diminta KSAL, yakni harus dengan baterai lithium-ion, maka pilihan yang tersedia di ‘pasar’ angkatan laut dunia sangat terbatas.
Sementara jika memilih model sewa (leasing) seperti yang dilakukan India, walau secara teknis dapat dilakukan, namun, dalam sejarahnya TNI tidak pernah mengoperasikan alutsista strategis dengan sistem sewa, yang pada akhirnya dapat memicu kontroversi. (Bayu Pamungkas)
India Mantapkan Pengadaan Alutsista Lewat Jalur Leasing untuk Angkatan Laut dan Udara
pilihan yang tersedia di ‘pasar’ angkatan laut dunia sangat terbatas. model sewa (leasing) dalam sejarahnya TNI tidak pernah mengoperasikan alutsista dengan sistem sewa, ya sudah artinya kan hanya sebatas wacana saja bentar lagi menguap, nunggu 7 tahun tak masalah tapi pesan sekarang dari beberapa negara dan beberapa unit langsung, 7 tahun ke depan dah punya 12 kasel baru, Changbogo Class tak usah dihitung.
Coba aja sistem sewa kaya India, dari pada bekas gak kapok kah kejadian KRI Nanggala
Melihat kesuksesan India, kita hrs lah menyewa akula class atau sejenisnya
Mazagon dock india aja butuh 12 tahun membangun kalvari class. Sudah pasti belanja akan membengkak. Ini PASTI. Hujungnya mangkrak cuman beli 1
Kita ngga butuh kalsel nuklir, kita butuhnya kalsel yang mudah akuisisi, perawatan + produksi disamping teknologi juga harus canggih biar setiap alur laut dan wilayah perairan tercover, kalsel nuklir? dikira ngga ribet apa, ngga usah ngayal nuklir²an apalagi ssbn + 16 icbm, itu juga ngga usah, teknologi nuklir di indonesia sejauh ini saja baru sebatas riset, belum ada pltn operasional, pltn operasional saja kita belum ada pengalaman mengoperasikan apalagi ngurus kapal nuklir
Rencana 12 unit kapal selam di tahun 2024 ternyata lewat dari target, masih harus bersabar menunggu 7 tahun lagi itupun baru 1 unit Scorpene Evolved dulu
@ PENAK
memang ada masalah khan makanya lebih banyak NGAPUNGNYA drpd nyelem dan mau di benerin.
MODERATOR…….CBGnya udah di benerin belum yah ??
Haaa ? P8 Poseidon 3 skuadron? Buat apa banyak-banyak? P8 Poseidon 8 unit cukup.
Yang penting disegerakan pengadaan helikopter anti kapal selam yang sejati macam MH60R sebanyak minimal 16 unit. Kalo perlu ditambah heli serang maritim AH-1Z viper sebanyak 8 unit.
8 P8 plus 16 MH60R plus 8 AH-1Z senilai kira-kira usd 6 billion itu sudah lengkap sparepart, training, sensor dan senjata rudal dan torpedo.