Kapal Selam Scorpene Pesanan Indonesia Bakal Jadi yang ‘Pertama’ Gunakan Baterai Lithium-Ion, Ini Keunggulannya
Selain menanti kontrak efektif atas pengadaan dua unit kapal selam Scorpene Evolved oleh Kementerian Pertahanan RI, bagi Naval Group pesanan Scorpene class untuk Indonesia juga menjadi pembuktian ke pasar, bahwa inilah varian Scorpene terbaru yang untuk pertama kalinya bakal menggunakan tenaga dari baterai lithium ion dengan konfigurasi full Lithium-Ion Batteries (LIB), sehingga memberikan daya tahan paling lama dibandingkan varian lain dalam keluarga Scorpene.
Indomiliter.com yang mendapat undangan resmi dalam Euronaval Press Tour 2024, berkesempatan untuk bertandang langsung ke fasilitas galangan kapal selam Naval Group di Cherbourg, Perancis. Dan dalam sebuah paparan yang menarik, Anthony Covarrubias selaku Operational Marketing Manager-Submarines and Expert in Scorpene class, memberikan beberapa detail yang mencerahkan tentang seluk-beluk dan keunggulan Scorpene class.
Salah satunya adalah pada keunggulan baterai lithium-ion (LIB) yang akan melengkapi Scorpene class pesanan Indonesia. Dalam slide presentasi, Anthony Covarrubias menyebut pengisian baterai lithium-ion pada kapal selam dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan baterai lead-acid (asam timbal) karena perbedaan mendasar dalam teknologi dan karakteristik kedua jenis baterai tersebut.
Baterai lithium-ion memiliki kepadatan energi yang jauh lebih tinggi daripada baterai lead-acid. Ini berarti bahwa baterai lithium-ion dapat menyimpan lebih banyak energi per satuan berat dan volume, yang memungkinkan pengisian lebih efisien dalam waktu yang lebih singkat. Karena kapasitas penyimpanan energi yang lebih besar, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat pengisian penuh bisa lebih singkat, tergantung pada pengaturan dan sistem pengisian daya.
Sebagai perbandingan, Covarrubias yang pernah menjadi komandan kapal selam Scorpene di Angkatan Laut Chili, menyebut waktu pengisian baterai lithium-ion pada kapal selam bisa berlangsung dalam waktu lima jam, sementara pengisian baterai lead-acid umumnya berlangsung selama tujuh jam.
Selain soal kecepatan pengisian baterai, baterai lithium-ion memiliki efisiensi pengisian yang lebih tinggi dibandingkan baterai lead-acid, yaitu sekitar 90% hingga 95%. Di sisi lain, baterai lead-acid hanya memiliki efisiensi sekitar 70% hingga 85%. Efisiensi pengisian yang lebih tinggi pada baterai lithium-ion mengurangi energi yang terbuang sebagai panas, sehingga mempercepat proses pengisian.
Baterai lithium-ion dapat menerima arus pengisian yang lebih tinggi pada berbagai tahap pengisian, termasuk pada saat baterai mendekati penuh. Baterai lead-acid, sebaliknya, membutuhkan pengisian yang lebih lambat ketika mendekati kapasitas penuh, sehingga memperpanjang waktu pengisian.
Proses pengisian baterai lead-acid biasanya terjadi dalam dua fase: pengisian cepat hingga sekitar 80%, lalu dilanjutkan dengan pengisian lambat untuk mencapai 100%. Baterai lithium-ion, sebaliknya, dapat menerima daya lebih cepat hingga mendekati pengisian penuh tanpa efek yang merugikan.
Dalam slide presentasi lain, juga diungkap beberapa alasan mengapa baterai lead-acid pada kapal selam sering kali tidak diisi hingga penuh, umumnya maksimal hingga 85%, sementara baterai lithium-ion dapat diisi hingga 95% atau bahkan lebih tinggi. Selain itu, ada alasan baterai pada kapal selam tidak diisi hingga 100% terkait dengan efisiensi, keamanan, dan umur baterai.
Bukan cuma Jepang, Perancis Juga Punya LIBRT, Baterai Li-ion untuk Kapal Selam Scorpene Class
Salah satu alasan utama untuk tidak mengisi baterai lead-acid hingga 100% adalah untuk menjaga umur baterai. Pengisian hingga penuh secara terus-menerus akan menyebabkan overcharging (pengisian berlebih), yang bisa menyebabkan korosi pada elektroda dan kehilangan cairan elektrolit, yang pada akhirnya memperpendek umur baterai. Pengisian hingga sekitar 85% dianggap sebagai kompromi yang baik untuk memperpanjang umur baterai.
Sementara, baterai lithium-ion, berkat manajemen daya yang lebih canggih (misalnya melalui Battery Management System atau BMS), dapat dikontrol lebih baik agar tidak overcharging, sehingga memungkinkan pengisian hingga 95% atau lebih tanpa risiko signifikan terhadap umur baterai.
Terkait dengan faktor keamanan, gas hidrogen yang dihasilkan selama pengisian baterai lead-acid pada kapal selam merupakan hasil dari elektrolisis air dalam larutan elektrolit baterai. Pengelolaan hidrogen ini sangat penting karena hidrogen mudah terbakar dan dapat menyebabkan ledakan jika tidak dihilangkan dengan baik melalui ventilasi. Sementara, kapal selam yang menggunakan baterai lithium-ion tidak menghadapi masalah ini karena baterai tersebut tidak menghasilkan hidrogen selama proses pengisian.
Sebaliknya, vaterai lead-acid telah digunakan secara luas di banyak kapal selam selama beberapa dekade dan terbukti andal. Lead-acid lebih murah dibandingkan teknologi baterai yang lebih modern seperti lithium-ion, meskipun memiliki keterbatasan dalam hal kapasitas penyimpanan energi dan efisiensi pengisian.
Teknologi lead-acid lebih dikenal, sehingga pemeliharaannya lebih mudah di sebagian besar negara yang mengoperasikan kapal selam, seperti pada kapal selam Type 209 yang digunakan TNI AL. (Haryo Adjie – Cherbourg)
Diduga Mengalami Mati Listrik, Inilah Fungsi Baterai di Kapal Selam KRI Nanggala 402
Kalo lebih memilih kasel dg full Li-ion BATRE ketimbang yg hybrid (AIP + Li-ion) harusnya nggak ada konsep beli “kapal selam interim”……cukup mengupgrade dan meningkatkan dukungan logistik utk nagapasa class, utk merampingkan logistik dimasa depan seraya menambah populasi Sxorpene-EV
Nek sayang Yo Ndang dilamar to mas…..@periskop
Tar disamber Sugito 😆😆😆
Semoga baterenya di UPGRADE make ” SOLID STATE LITHIUM ” jadi lebih padet watt hours/ Kg nya dan nggak gampang njebluk krn electrodenya solid , bagusan dr ION.
Seminggu lalu ada HURRICANE HELENE di FL yg ngerendem tesla ma air laut krn air laut naek ke darat dan teslanya self ignite…..
https://youtu.be/N8DYSIthDUg?si=Qt4j6eu_J_iA2lKZ
Kalau pakai battre litthium-Ion masih perlu AIP ga..
Wah, apakah baterainya nanti dibuat di Indonesia juga??
Yang jelas Indonesia butuh alutsista dalam jumlah banyak. Setelah LST dan OPV 90, Indonesia mungkin akan menjadi salah satu negara yg tercepat dalam pembangunan kekuatan maritim di Dunia. Kekurangannya hanya Indonesia masih bergantung dari luar negeri dalam produksi senjata dan sensornya.
sayang sekali
Min, scorpene TNI dah sepaket sama rudal²nya tidak?
Sepertinya tidak ya