HMAS Sirius: Kapal Tanker Militer Terbesar di Kawasan Pasifik
Masih lekat dalam ingatan tentang operasi pembebasan sandera MV Sinar Kudus di Teluk Aden tahun 2011, saat itu Satuan Tugas (Satgas) Duta Samudera I yang terdiri dari dua frigat Van Speijk Class, KRI Abdul Halim Perdanakusuma 355 dan KRI Yos Sudarso 353 diperintahkan menuju lokasi penyanderaan. Berangkat dari Tanjung Priok pada 23 Maret 2011, bila ditarik garis lurus jarak yang bakal ditempuh kedua frigat TNI AL mencapai 6.500 km dari Indonesia, sementara jarak jelajah frigat Van Speijk adalah 4.000 km. Dari perhitungan diatas kertas, maka kedua kapal perang era 60-an ini memerlukan bekal ulang dan pengisian bahan bakar lanjutan sebelum tiba di TKP.
Meski pada akhirnya operasi militer dinyatakan berhasil, namun dalam gelar operasi lintas samudera, kedua kapal nyatanya membutuhkan waktu yang sangat lama hingga bisa sampai di Teluk Aden. Karena keterbatasan daya jelajah kapal, perjalanan ke lokasi memakan waktu hingga 2 minggu. Sejak berangkat 23 Maret 2011, kapal selanjutnya merapat di Teluk Bayur, Padang, lalu tanggal 25 Maret tiba di Kolombo, Srilanka, tanggal 29 Maret tiba di Perairan Somalia, dan berlabuh di Salalah, Oman pada 6 April 2011.
Kedua kapal perang eks AL Belanda ini memang membawa muatan penuh, selain full armament, yang ikut juga terdiri dari pasukan Marinir (Kopaska dan Denjaka), serta Kopassus, dengan 1 heli NBo-105, dan 3 RHIB (Rigid Hull Inflatable Boat) V-Shape SeaRider. Melihat dari jalannya operasi lintas laut, sejatinya perjalanan kedua frigat bisa lebih cepat menuju lokasi, salah satunya opsi-nya dengan mengerahkan jasa kapal tanker yang punya kemampuan RAS (Replenishment at Sea). RAS yakni proses isi bahan bakar sembari kapal terus melaju.
Baca juga: KRI Arun 903 – Kapal Tanker Terbesar TNI-AL
Sistem RAS sejatinnya juga dapat mendukung fungsi evakuasi personel antar kapal dan pengiriman bekal logistik. Dalam misi tempur jarak jauh yang mengharuskan kapal terus melaju, penggunaan RAS menjadi suatu hal mutlak dikuasai. Untuk armada kapal tanker TNI AL punya beberapa unit yang tergabung dalam kapal tanker/BCM (Bantu Cair Minyak), dan masuk dalam Satuan Kapal Bantu (Satban). Yang paling besar sampai saat ini adalah KRI Arun 903. Kapal tanker buatan Inggris ini dapat memuat sampai 22.000 meter kubik bahan bakar solar dan 3.800 mater kubik bahan bakar Avtur untuk pesawat terbang dan helikopter.
Selain KRI Arun 903, TNI AL masih punya beberapa kapal tanker yang lebih kecil, seperti KRI Tarakan 905, KRI Sorong 911, KRI Sambu 902, dan KRI Balikpapan 901. Namun tak semuanya siap menjalankan misi RAS, karena usia tua, ditambah tingkat kesiapan dalam operasi dan kemampuan jelajah menjadi sekian faktor mengapa opsi penggunaan kapal tanker tidak dilakukan dalam mendukung Satgas Duta Samudera I.
Baca juga: KRI Tarakan 905 – Kapal Tanker Produksi Lokal dengan Kemampuan RAS System
Baca juga: TNI AL Pesan “Kembaran” Kapal Tanker KRI Tarakan di Batam
HMAS Sirius O266
Keberadaan kapal tanker sudah jamak dimiliki tiap angkatan laut, namun bicara yang siapa kapal tanker terbesar yang ada di kawasan (Asia Tenggara dan Australia) menjadi menarik disimak, lantaran tonase dan kapasitas kapal tanker langsung menyiratkan kemampuan armada maritim suatu negara dalam menggelar kekuatan jauh dari pangkalannya. Dan bicara yang terbesar di kawasan, maka sampai saat ini pilihan tertuju pada HMAS Sirius dengan nomer lambung O266 milik AL Australia (Royal Australian Navy).
Disebut terbesar lanataran HMAS Sirius punya bobot penuh 46.775 ton. Dengan panjang 191,3 meter, lebar 32 meter, dan draught 11 meter, HMAS Sirius dapat membawa 34.806 meter kubik (34.806.000 liter) bahan bakar solar dan 5.486 meter kubik (4.486.000 liter) bahan bakar avtur. Tidak itu saja, kapal tanker ini dapat membawa 240 ton bekal logistik kering yang ditempatkan ke 12 unit kontainer ukuran 6,1 meter. Dengan kapasitas bahan bakar yang besar, HMAS Sirius mampu ‘menyusui’ beberapa kapal perang dalam operasi jarak jauh.
Baca juga: HMAS Choules – Jadi LPD Terbesar di Belahan Asia Selatan
Kapasitas yang dibawa bukan satu-satunya kehandalan kapal tanker, kemampuan jelajah juga tak kalah penting. HMAS Sirius dalam kecepatan 14 knots dapat mengarung sejauh 30.000 km. Disokong mesin 1 × Hyundai B&W6S50MC, 1 × shaft, kecepatan kapal tanker ini maksimum 16,5 knots.
Dirunut dari sejarahnya, Australia tidak mendapatkan kapal ini secara baru, aslinya HMAS Sirius adalah kapal tanker sipil MT Delos. Kapal ini dibangun oleh Hyundai Mipo Dockyard, Korea Selatan, dan meluncur perdana pada 12 April 2004. Ada lima kapal sejenis yang dibangun oleh Hyundai Mipo Dockyard. Tak lama setelah meluncur, pada Juni 2004 MT Delos dibeli oleh Pemerintah Australia. Tak langsung jadi kapal perang, di Australia sampai tahun 2005 kapal ini digunakan untuk melayani jasa tanker sipil. Baru setelah ada rencana untuk mengganti kapal tanker lama HMAS Westralia, kapal eks MT Delos ini kemudian mulai dipermak sebagai kapal tanker militer.
Baca juga: KRI Dumai 652 – Terlahir Sebagai Destroyer Tender Berakhir Sebagai Floating Dock
Baca juga: KRI Sorong 911 – Kapal Tanker Pendukung Operasi Pendaratan Amfibi di Dili
Untuk menyulapnya sebagai kapal tanker militer, ditunjuk kontraktor Tenix Defence yang memenangkan tender senilai A$60 juta untuk mengkonversi kapal tersebut. Yang ditambahkan adalah fasilitas penunjang RAS berupa dua replenishment points, ini artinya HMAS Sirius dapat melakukan isi bahan kepada dua kapal (disisi kiri dan kanan) secara simultan. Dalam paket konversi, juga dibuatkan deck helikopter (tanpa hanggar) yang dapat didarati helikopter ukuran sedang sekelas S-70 Seahawk.
Untuk bekal keselamatan awak, disiapkan dua lifeboat yang masing-masing berkapasitas 70 orang, masih ada lagi dua RHIB untuk mendukung operasi taktis. HMAS Sirius yang beroperasi dalam kawalan frigat dan destroyer hanya dilengkapi senjata berupa SMB (Senapan Mesin Berat) 12,7 mm di lima titik. Kapal tanker yang diawaki 8 perwira dan 46 pelaut ini diproyeksikan untuk bertugas hingga tahun 2020. Sebagai penggantinya Australia telah memilih Navantia dari Spanyol untuk membangun dua unit kapal tanker dari basis Cantabria class vessel yang berboot 19.800 ton. (Haryo Adjie)
Saya mendukung ulasan alutsista negara2 di kawasan yg dikaitkan dengan isu alutsista nasional sebab kita harus mengembangkan doktrin militer yang melihat keluar outward looking dalam rangka keseimbangan kawasan
Maaf, bukannya Slogan indomiliter itu: “Mengupas Informasi Persenjataan Militer Indonesia”, Kok artikelnya sekarang diisi banyak Alut Sista negara lain, sih.
Betul Mas @Nino, namun utk memperluas wawasan, kami akan berusaha juga mengaitkan alutsista asing yang related dengan issue di Indonesia, baik sebagai benchmark, seperti dalam artikel ini, atau ada juga yang sekedar kupasan, tatkala ada alutsista asing yang bertandang, melakukan muhibah dan promosi di Indonesia 🙂
Hah, Sirius lo…….???
Perlu dipikirkan kemampuan ofensif untuk memperluas wilayah.
Indonesia sudah cukup luas, tak perlu memperluas wilayah lagi, yg sudah jelas wilayah indonesia saja pembangunan masih belum merata, kemampuan offensive memang dibutuhkan tetapi hanya untuk misi internasional dan jika terjadi perang, setidaknya mampu melakukan counter attack…tapi kembali lagi ke pembina anggaran pertahanan kita…
Kalo misalnya ada misi seperti pembebasan MV Sinar Kudus, kok ga ada kapal tni AL yang mangkal diluar negeri ya, seperti kapalnya US, yang siap siaga dimanapun dan kapanpun
Duitnya siapa untuk biaya mangkal ???
Kapalnya Rusia aja mangkal ke Suriah aja gratis bung
Tujuan kapal rusia mangkal disitu kan buat mbantu rezim assad. Jelas gratis
-_-
Memungkinkan ngga ya ? …kapal tanker sipil kita diberi kemampuan RAS.., sehingga saat damai ini bisa digunakan sebagai perdagangan sipil…, namun saat2 dibutuhkan seperti operasi Samudra I ..bisa langsung menjadi RAS….
mungkin untuk operasi dalam negeri oke lah armada/kapal yg ada saat ini lumayan bisa mengatasi….tp kalo operasi Litas samudra kayanya TNI AL butuh kapal yg lebih besar, selain itu dilihat jg bikin bangga daya ketahan dilaut jg lebih lama/jauh….
bravo TNI AL…..
selalu tertinggal dng kawasan sekitar……
haduuuuuuuuhhhh………
Nah, tugas dari satgas duta samudera I ini adalah salah satu contoh tanggung jawab misi internasional, yg jelas2 membutuhkan eskalasi alutsista pendukung untuk mengatasi masalah eksternal, berdasarkan pengalaman TNI yg telah ada, seharusnya pihak2 terkait yg menentukan pengadaan alutsista TNI agar segera memverifikasi kembali masalah anggaran pertahanan yg sesuai kebutuhan dan tuntutan tugas dimasa yg akan datang, kebijakan australia boleh dijadikan indikator oleh departemen pertahanan kita, sebagai sekutu dekat as, australia banyak belajar dari misi internasional…
tak perlu terlalu sensitif dengan istilah agresor jika sudah menyangkut masalah alutsista besar dengan daya jelajah jauh, sebab masalah efisiensi adalah yg utama…