Hermes 450 – Drone Pengintai Lapis Kedua AU Singapura
|Bila Israel didaulat sebagai negara pengembang drone paling maju di dunia, maka Singapura di Asia Tenggara dikenal sebagai negara pengadopsi drone/UAV (Unmanned Aerial Vehicle) militer paling maju di kawasan. Meski bentang ruang udaranya amat terbatas, Negeri Jiran ini mengoperasikan dua drone yang tergolong terbaik di kelas medium size multi payload UAV, yaitu Heron dan Hermes 450.
Baca juga: UAV Heron, Apa Kabarmu Saat Ini?
Heron buatan Israel Aerospace Industries (IAI) menjadi lead drone di AU Singapura (RSAF), Heron masuk kategori Medium Altitude Long Endurance (MALE). Wikipedia menyebut Heron punya endurance hingga 52 jam. Payload alias beban muatan yang bisa dibawa sampai 250 kg. Dengan single engine 1x Rotax 914 propeller, Heron punya kecepatan maksimum 207 km per jam. Heron telah memperkuat AU Singapura sejak tahun 2012, dan jika Anda masih ingat, Heron sempat menjadi polemik di Indonesia, setelah ada rencana pembelian empat unit Heron untuk mengawal perbatasan RI.

Baca juga: Tantangan Dibalik Sistem Kendali dan Komunikasi Data Pada Drone
Baca juga: Spyder, Ini Dia Sistem Rudal Hanud Hybrid Andalan Singapura

Nah, kekuatan drone Singapura di lapisan kedua adalah Hermes 450 buatan Elbit Systems, Israel. Hermes 450 didatangkan AU Singapura sejak tahun 2007 dan masuk ke Skadron 116 di Lanud Tengah . Hermes 450 dipersiapkan sebagai pengganti UAV Searcher. Secara spesifikasi, Hermes 450 (H-450) berada dibawah Heron. Bisa dilihat dari sisi endurance, Wikipedia menyebut 20 – 30 jam, sementara pihak AU Singapura menyebut endurance dikisaran 14 jam. Hermes 450 punya kecepatan maksimum 176 km per jam, dan kecepatan jelajah 130 km per jam. Nah, soal payload yang bisa dibawa adalah 150 kg.


Baca juga: LAPAN LSU-05 – UAV dengan Kemampuan Terbang 8 Jam dan Jarak Jangkau 800 Km!
Payload yang bisa dibawa pada Hermes 450 masih standar, yakni perangkat electro optical, FLIR (Forward Looking Infra Red) dan laser designator. Drone berbentuk mirip pensil ini juga dapat difungsikan sebagai sistem relay untuk jaringan komunikasi saat kondisi darurat. Hermes 450 dioperasikan oleh dua awak. Satu pilot bertugas di GCS (Ground Control Station) dan seorang pengendali yang mengarahkan drone saat proses take off dan landing. Dengan pola ini, peran pilot di GCS dapat lebih berkonsentrasi pada penyiapan misi dan memantau kondisi serta parameter lainnya.
Baca juga: LSU-02 LAPAN – UAV Pertama yang Take Off dari Kapal Perang TNI AL
Tidak beda dengan drone pada umumnya, Hermes 450 dapat terbang secara otonom (autonomous) dengan setting waypoint GPS, dan tentu saja dapat diterbangkan secara full remote. Meski Hermes 450 sudah diterima Singapura sejak tahun 2007, namun Skadron 116 Hermes 450 Singapura baru beroperasi delapan tahun kemudian, yakni pada Maret 2015. Lamanya kesiapan operasional Hermes 450, disebut-sebut karena AU Singapura butuh waktu khusus untuk memahami sistem Hermes 450 yang kompleks. Jika ada gangguan terhadap software, maka kru di darat dapat melalukan perbaikan tanpa harus mendaratkan pesawat.
Baca juga: Perkuat Surveillance di Perbatasan, Menhan Pesan Drone Rajawali 330
Dengan kekuatan armada drone intai yang mumpuni, maka tak sulit bagi Singapura untuk rajin mengintip target-target strategis di negara tetangganya. Indonesia yang masih terbilang baru dalam adopsi drone untuk kebutuhan militer, terus bergiat dengan menyokong pengembangan drone produksi dalam negeri, meski harus diakui, Indonesia juga mengoperasikan drone Aerostar TUAV buatan Aeronautics Defense Systems, Israel. (Bayu Pamungkas)
Baca juga: Aerostar TUAV – Drone Intai Andalan Skadron Udara 51 TNI AU
Spesifikasi Hermes 450:
– Manufaktur: Elbit Systems
– Gross weight: 450 kg
– Payload: 150 kg
– Length: 6,1 m
– Wingspan: 10,.5 m
– Powerplant: 1 × UAV Engines Limited R802/902(W) Wankel engine, 39 kW (52 hp)
– Maximum speed: 176 km/h
– Cruising speed: 130 km/h
– Range: 300 km
– Endurance: 20 hours
– Service ceiling: 5.486 m
– Rate of climb: 4.6 m/s
Min apa jadinya kalau drone ini bisa mengudara diatas salah satu kota besar di Sumatera, terbang di ketinggian 6.000 meter. Sementara posisi jet tempur TNI AU jauh diluar area. Apakah ada penangkis serangan udara kita yg bisa menjangkau drone ini? Atau jangan2 mereka bisa dadah2 tanpa kita bisa berbuat apa2, secara rudal SAM, kanon dan meriam Arhanud kita SHORAD semua.
Mas @Deano, kalau kondisinya seperti itu, ya memang harus menunggu pesawat interceptor TNI AU. Sampai saat ini kita belum punya PSU untuk meng-handle sasaran di ketinggian 6.000 meter keatas.
BAYAR PAJAK, Hukum pidana para penipu pajak
Hukum mati para KORUPTOR (termasuk di tubuh TNI)
PECAT secara tidak hormat para JENDERAL pembeking
Hanya itu satu-satunya kalau ingin membeli SAM kelas Medium bahkan jarak jauh
dronenya anti jamming nggak?
Drone utk militer umumnya dibekali anti jamming, semisal ada upaya jamming maka drone akan menjalankan mode return to base. Itu diterapkan di drone Wulung.