Hari Ini 39 Tahun Lalu, Nyaris Milik TNI AU, Mirage-2000 Pernah Meliuk di Langit Kemayoran
|
29 Juni adalah tanggal terakhir penyelenggaraan Indonesia AirShow 86 (IAS 86), pameran dirgantara berskala internasional pertama di Indonesia itu resminya dibuka Presiden Soeharto pada 22 Juni 1986. Diantara perhelatan akbar tersebut, jet tempur Mirage-2000 buatan Dassault Aviation adalah maskot utama di IAS 86, bersama dengan F-16 Fighting Falcon, dua penempur adiguna itu adalah yang paling membetot perhatian segenap mata warga Jakarta.
Baca juga: Punya Kenangan di Jakarta, Panavia Tornado Resmi Pensiun dari AU Inggris
Kala itu dua unit F-16 yang didatangkan dari Lanud Kunsan, Korea Selatan, hanya tampil dalam demo statis. Sebaliknya Mirage-2000 berhasil mengundang decak kagum warga Jakarta. Setiap hari selama pameran, jet tempur bersayap delta ini tak pelit unjuk kemampuan manuver di atas langit Jakarta. Deru afterburner SNECMA M53-P2 memang khas bagi warga di sekitaran Kemayoran.
Meski di IAS 86 juga tampil tim aerobatik Red Arrows dari AU Inggris dengan jet latih HS Hawk yang terkenal, tapi tetap Mirage-2000 yang paling dinanti aksinya. Di kesempatan IAS 96, Red Arrows kembali tampil di Jakarta.
IAS 86 menandakan momen penting pertama kalinya Miraga-2000 bertandang ke Indonesia, dan setelah itu Mirage-2000 belum pernah lagi ‘mampir’ di Indonesia. Tentu saja Dassault Aviation hadir di IAS 86 dengan penuh harapan, lantaran Pemerintah Indonesia kala itu sedang menimbang pengadan jet tempur baru, dengan kandidat F-16 Fighting Falcon dan Mirage-2000, yang kemudian pada kesempatan terakhir juga diikuti Panavia Tornado.

Perancis pada saat itu tampil percaya diri, dari beberapa sumber disebutkan Menteri Ristek BJ. Habibie sebenarnya sangat mendukung akuisisi Mirage-2000. Lepas dari performa yang juga bisa meladeni manuver 9G, Perancis kabarnya menawarkan paket offset 105 persen (mereka akan membeli export Indonesia, senilai 80 persen dari nilai total kontrak), dan menawarkan kemungkinan 25 persen dari sejumlah komponen Mirage-2000 akan diproduksi di pabrik PT Dirgantara Indonesia (d/h IPTN) di Bandung.
Tak hanya itu, TNI AU pada tahun 1984 telah mengutus lima perwira menengahnya, dan dua penerbang uji untuk berangkat ke Perancis guna mempelajari kemungkinan pengadaan Mirage-2000 yang saat itu beum diproduksi massal. Mereka adalah Letkol Pnb. Holki BK yang merupakan penerbang F-5 Tiger dan Mayor Pnb. F. Djoko Poerwoko, seorang penerbang A-4 Skyhawk.

Dalam catatan F. Djoko Poerwoko yang dipublikasikan Majalah Commando tahun 2007, disebutkan para test pilot TNI AU dipersilahkan untuk terbang langsung di kursi depan. Sungguh pesawat yang sangat nyaman dengan performa tinggi. Dengan berat lebih dari 10 ton, Mirage-2000 mampu tinggal landas kurang dari 500 meter dan menanjak ke ketinggian 30 ribu kaki kurang dari tiga menit lalu melesat pada kecepatan Mach 2.
Dengan teknologi fly by wire, performa aerodinamik Mirage-2000 didukung canard di hidung serta evelon sehingga pesawat tidak memerlukan aileron, elevator dan flaps, tentu saja ini satu lompatan teknologi yang sangat berani pada zamannya.
Kelebihan lainnya adalah Mirage-2000 tidak memerlukan pasokan oksigen untuk breathing system serta tidak adanya hydraulic fluid, aplikasi yang hingga saat ini tidak banyak pesawat yang mampu menirunya.
Terbang perdana pada 10 Maret 1978 dan resmi diluncurkan pada Juli 1984, sampai saat ini Mirage-2000 dengan beragam variannya masih terus dioperasikan oleh empat negara. Total 601 unit Mirage-2000 telah berhasil dibuat. Seperti Perancis saat ini masih mengandalkan penempatan skadron Mirage-2000 dari basisnya di Djibouti, Afrika.

Baca juga: Masih Eksis di Argentina, Super Etendard Ternyata Pernah Ditawarkan Serius ke Indonesia
Kembali lagi ke IAS 86, Mirage-2000 jelas bagaikan mega bintang di Kemayoran, lantaran selain F-16, bintang jet tempur terbilang ‘sepi,’ dari dalam negeri, TNI AU di IAS 86 menghadirkan secara statis F-5 E/F Tiger II dan A-4E Skyhawk.
Akhir kata Mirage-2000 akan selalu dikenang sebagai salah satu impian jet tempur untuk Indonesia, karena kita akhirnya memilih F-16 yang konon faktor politik ikut mempengaruhi keputusan pembelian saat itu. (Haryo Adjie)
Kalau seandainya pemerintah Orba memilih Mirage 2000 daripada F-16 waktu itu,kemungkinan besar gak akan ada komentar troll embargo AS dari Vatnik dan Wumao
Waktu itu saya nonton IAS 86, seingat saya Royal Jordanian juga demo aerobatic, Hawk 53 TNI AU terbang solo dan CN 235 dengan touch & go nya.