Grumman E-2C Hawkeye: Pesawat Airborne Early Warning and Control (AEW&C) Pertama di Asia Tenggara

Di Asia Tenggara, Indonesia dikenal sebagai negara penggguna kapal selam dan kapal perang berpeluru kendali pertama, namun Singapura juga berhak mendapat label yang pertama di Asia Tenggara, yaitu dalam kepemilikan dan pengoperasian pesawat intai berkualifikasi Airborne Early Warning and Control (AEW&C). Persisnya 111 Squadron “Jaeger” yang berpangkalan di Lanud Tengah, sejak 1987 telah mengoperasikan empat unit “mini AWACS” E-2C Hawkeye produksi Northrop Grumman. Setelah itu, barulah Thailand yang ikutan menggunakan pesawat AEW&C dengan mengusung Saab 340 Erieye pada tahun 2012.

Baca juga: Pengadaan Pesawat Intai Strategis, Jika Tak Jadi Prioritas, Sepuluh Tahun Lagi Bakal Ada Masalah Serius!

Meski kini E-2C Hawkeye sudah tak digunakan Singapura, lantaran sejak 2012 sudah mengganti armada AEW&C dengan empat unit Gulfstream G550AEW yang mengadopsi radar conformal, namun E-2C Hawkeye lumayan dikenang saat memperkuat AU Singapura (RSAF). Salah satu aksi Hawkeye Singapura yang sampai saat ini masih diingat adalah momen pendaratan dan lepas landas pesawat turbo propeller ini di jalan raya.

Bersama dengan F-16 C/D dan F-5E/F Tiger saat itu, Hawkeye di skenariokan harus mampu mendarat dan lepas landas di Lim Chu Kang Road. Sudah barang tentu semua itu tak sulit dilakukan, lantaran Hawkeye kodratnya memang beroperasi dari landas pacu yang terbatas di kapal induk.

E-2C Hawkeye mendarat di Lim Chu Kang Road. (Foto: Kai Hong/Jet Photos)

Dengan beberapa modifikasi, E-2C Hawkeye sejatinya sampai saat ini masih digunakan, termasuk oleh Angkatan Laut Perancis di kapal induk Charles De Gaule. Dari sejarahnya, Hawkeye yang pertama kali terbang pada 21 Oktober 1960 dan masuk operasional pada Januari 1964, sampai detik ini masih digunakan secara masif oleh AS, Taiwan, Meksiko, Jepang, Perancis dan Mesir.

Varian terbarunya disebut E-2D Advanced Hawkeye. Selain menggunakan delapan bilah baling-baling, jenis radar yang lebih canggih, di varian terbaru ini sudah mengadopsi full glass cockpit dan mendukung kemampuan pengisian bahan bakar di udara. Kabar paling baru, Jepang baru saja menerima unit perdana E-2D dari empat unit yang dipesan.

Walau tergolong canggih pada masanya, Singapura memutuskan mengakhiri penggunaan E-2C Hawkeye pada April 2007, setelah Kementerian Pertahan Singapura saat itu resmi mengorder G550AEW yang berteknologi asal Israel. Dari beberapa sumber, alasan penggantian Hawkeye, lantaran sudah dianggap usang karena telah beroperasi 20 tahun.

Padahal di pertengahan jalan, RSAF telah menggandeng Defence Science and Technology Agency (DSTA) untuk melakukan upgrade pada sistem komputer dan software Hawkeye. Seperti dikutip dari nas.gov.sg, apa yang dilakukan mencakup state-of-the-art equipment was adapted to the harsh military environment and millions of codes were rewritten.

E-2D Advanced Hawkeye

Sebagai kenangan akan kemajuan militer Singapura, E-2C Hawkeye dalam posisi sayap terlipat (folded wing) dapat Anda lihat di Museum AU Singapura. Nah, berikut adalah beberapa item hasil upgrade terakhir pada Hawkeye Singapura sebelum dipensiunkan.

1. APS 138 Radar – Elemen ini disematkan pada radar berupa piringan (radome) yang disematkan di atas fuselage. Radar ini punya fungsi untuk mendeteksi sasaran di udara dan permukaan laut dalam jangkauan 360 derajat. Radar berdiameter 24 kaki ini berputar pada kecepatan enam rpm dan dapat ditarik hingga dua kaki untuk memfasilitasi penarik di atas kapal induk. Bicara soal jangkauan, APS 138 dapat mendeteksi obyek sejauh 200 nautical mile, atau setara 370 kilometer.

Baca juga: Gulfstream G550 CAEW – Stasiun Radar Terbang Conformal Perisai Ruang Udara Singapura

2. Identification Friend or Foe (IFF) System – IFF terintegrasi dengan radar APS 138, di tangan Weapon System Officers (WSO), identifikasi sasaran, kawan atau lawan dapat diketahui dari jarak 250 nautical mile, atau setara 463 kilometer.

3. Passive Detection System (PDS) – E-2C juga dilengkapi dengan PDS, yang mampu mendeteksi sinyal elektronik dan menghubungkan sinyal-sinyal ini dengan parameter sinyal kunci dari penghasil emisi elektronik yang dikenal. Ini memungkinkan WSO untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan jenis-jenis pesawat yang mungkin ditemui.

4. Communications – Suite komunikasi di atas pesawat E-2C terdiri dari tiga radio UHF/VHF, tiga radio UHF dan dua radio HF.

5. Upgraded Mission Control System (MCS) – RSAF dan DSTA menggantikan sistem Command and Control (C2) E-2C yang sudah tua dengan komputer dan display modern, dan mengembangkan new real-time command and control software. E-2C MCS terdiri dari Mission Computer yang memproses semua informasi dari radar APS 138, Sistem IFF, dan PDS. Komputer melacak dan memadukan informasi yang relevan untuk mempertahankan gambar situasi yang berkorelasi. Informasi tersebut disajikan kepada E-2C WSO melalui layar konsol. (Haryo Adjie)

Spesifikasi E-2C Hawkeye:
– Length: 17,6 meter
– Wingspan: 24,56 meter
– Height: 5,58 meter
– Empty weight: 18.090 kg
– Max. takeoff: 26.083 kg
– Maximum speed: 648 km/h
– Cruise speed: 474 km/h
– Ferry range: 2.708 km
– Endurance: 6 hr
– Crew: Two pilots & three WSO