Gantikan EP-3 Orion, Jepang Lirik Kawasaki P-1 Sebagai Platform Pesawat ‘Electonic Warfare” Generasi Terbaru
Dengan hadirnya drone intai tempur MQ-9B SeaGuardian buatan General Atomics Aeronautical Systems, maka militer Jepang berencana untuk mengurangi sejumlah arnada pesawat intai maritim Kawasaki P-1 yang kini berjumlah 33 unit. Namun, meningkatknya kemampuan Cina dalam pengembangan pesawat intai dengan kemampuan peperangan elektronik (electronic warfare/EW), mendorong Jepang untuk melakukan modernisasi pada armada pesawat EW-nya.
Dan modernisasi pesawat intai EW Jepang rupanya tetap mengacu pada platform Kawasaki P-1. Seperti dikutip Janes.com, Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan pesawat itu diperlukan untuk memperkuat kemampuan dukungan peperangan elektronik. Secara khusus, dikatakan bahwa penguatan kemampuan untuk mengumpulkan informasi tentang gelombang elektromagnetik diperlukan untuk gangguan elektronik dan perlindungan elektronik (electronic jamming and electronic protection).
Permintaan anggaran untuk pengembangan pesawat perang elektronik untuk tahun fiskal 2025, yang dimulai pada bulan April, mengikuti 14,1 miliar yen yang dianggarkan untuk tahun fiskal 2024 ini. Kementerian Pertahanan juga menekankan bahwa mereka perlu menanggapi lingkungan peperangan elektronik yang semakin kompleks dan memperkuat kemampuan dalam domain elektromagnetik yang diperlukan untuk operasi lintas domain.
Pesawat Kawasaki P-1 EW diharapkan menjadi penerus untuk lima unit EP-3 Orion milik JMSDF, yang dioperasikan untuk signal intelligence—SIGINT (electronic intelligence—ELINT dan communications intelligence—COMINT). Namun, EP-3 yang merupakan varian dari pesawat patroli maritim (MPA) P-3C yang sudah tua diperkirakan akan semakin sulit dirawat di masa mendatang.
Dari gambar yang dirilis Badan Akuisisi, Teknologi & Logistik Kementerian Pertahanan (ATLA) , pesawat EW generasi terbaru tersebut memiliki tonjolan hemisferis khas di bagian atas badan pesawat dan di bawah hidung, yang merupakan radome (kubah yang menutupi radar) yang dilengkapi dengan fairing antena (penutup) berbentuk seperti punuk. Bentuk yang unik ini sekilas memperjelas bahwa ini adalah pesawat untuk misi khusus.
Dari spesifikasi yang dibutuhkan, Kawasaki P-1 EW akan mendukung operasi lintas domain Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF), termasuk komando dan kendali (C2) dan pengumpulan intelijen. Laporan tersebut menambahkan bahwa platform baru tersebut akan mampu meningkatkan deteksi dan identifikasi gelombang elektromagnetik untuk memungkinkan pengacauan radar dan “memperoleh sarana penipuan menggunakan gelombang elektromagnetik”.
Diproduksi oleh Kawasaki Heavy Industries, Kawasaki P-1 dirancang khusus untuk operasi jarak jauh dengan endurance yang tinggi. Kawasaki P-1 dapat terbang dalam jangka waktu lama, yang sangat penting dalam operasi patroli maritim. Selain itu, P-1 memiliki kecepatan jelajah yang cukup tinggi, memberikan keunggulan dalam merespons ancaman dengan cepat.
Kawasaki P-1 menggunakan empat mesin turbofan IHI F7 yang memberikan kecepatan dan ketahanan terbang yang lebih baik dibandingkan pesawat patroli dengan mesin propeler. Mesin turbofan juga memberikan keuntungan dari segi kecepatan dan fleksibilitas dalam beroperasi di berbagai kondisi cuaca.
Kawasaki P-1 memiliki jarak jangkau maksimum sekitar 8.000 km. Jarak ini memberikan kemampuan untuk melakukan patroli maritim jarak jauh, yang sangat penting bagi Jepang dengan wilayah maritim yang luas dan kebutuhan untuk memantau perairan di sekitar kepulauan Jepang serta Samudra Pasifik dan Laut Cina Timur.
P-1 dilengkapi dengan sistem komunikasi canggih yang memungkinkan integrasi informasi real-time dari berbagai sensor, serta kemampuan untuk berbagi data dengan unit lain, termasuk kapal perang dan pesawat lainnya. Sistem elektronik dan avionik pesawat ini sangat mendukung network-centric warfare, yang memungkinkan kerjasama yang lebih baik dengan pasukan angkatan laut dan udara.
Kawasaki P-1 dirancang dan diproduksi secara eksklusif untuk kebutuhan Jepang Maritime Self-Defense Force (JMSDF), sehingga spesifikasinya sangat sesuai dengan medan dan kebutuhan operasi maritim Jepang, yang melibatkan kawasan laut yang luas dan tantangan geografis khusus. (Gilang Perdana)