Fox AT-1: Flight Drone Intai Pertama di Indonesia

Jauh sebelum keberadaan flight drone intai Aerostrar yang kini menjadi arsenal Skadron Udara 51 TNI AU, maka flash back ke akhir kejayaan Orde Baru di tahun 1997, tanpa banyak diketahui publik, TNI sudah memiliki satu flight (4 unit pesawat) drone intai taktis. Keberadaan drone yang diketahui dari jenis Fox AT-1 terungkap dari dokumen transaksi persenjataan yang dituangkan oleh SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) 1991 – 2000 dan pernyataan dari Dirjen Sarana Pertahanan Dephan RI.

Baca juga: Aerostar TUAV – Drone Intai Andalan Skadron Udara 51 TNI AU

Dikutip dari blog defense-studies yang mengambil sumber dari Republika.co.id, Dirjen Sarana Pertahanan Dephan pada tahun 2006, Marsekal Muda Slamet Prihatino menyebutkan bahwa pada 1997 BAIS (Badan Intelijen Strategis) TNI pernah membeli UAV dari Perancis, generasi drone BAIS sebelum Searcher II yang buatan Divisi Malat Israeli Aircraft Industries (IAI).

Empat unit drone Fox AT-1 menyiratkan armada UAV (Unmanned Aerial Vehicle) Surveillance dalam format flight pertama kali dalam level operasional. Namun sayang, usia Fox AT-1 tak lama, menurut penuturan Slamet Prihatino, performa drone ini kurang memuaskan. Ketika dilakukan pengujian di Lapangan Udara Kalijati, Subang, Jawa Barat, kemampuannya mengecewakan. “Baru diterbangkan sebentar sudah jatuh. Ini jadi pelajaran kita dalam membeli UAV,” kata Slamet. Saat ini UAV Prancis itu teronggok tak terpakai di Kalijati.

Namun lepas dari urusan performa, mengenal sosok Fox AT-1 yang ‘misterius’ tentu menjadi minat tersendiri bagi sebagian orang. Merujuk ke silsilahnya, Fox AT-1 dirancang dan di produksi CAC Systèmes dan EADS (sekarang Airbus). Misi yang diemban drone ini utamanya untuk short range battlefield reconnaissance.

Fox AT-1 sendiri mulai diperkenalkan pada 1988, sebagai pengguna utamanya adalah militer Perancis, beberapa negara NATO dan Pasukan Perdamaian PBB. Situs pmulcahy.com juga menyebut drone ini laris digunakan oleh beberapa perusahaan sipil, dan lembaga pemerintah, termasuk dikaryakan untuk kegiatan spionase.

Dari spesifikasi, Fox AT-1 punya bobot keseluruhan 90 kg, sementara payload-nya mencapai 15 kg. Fox AT-1 tidak termasuk kategori drone MALE (Medium Altitude Long Endurance), lantaran ketinggian terbangnya hanya 3.000 meter dan endurance sebatas 5 jam. Dengan disokong mesin tunggal Limbach L275E berdaya 16 Kw (22 hp), Fox AT-1 dapat melesat dengan kecepatan maksimum 180 km per jam.

Dimensi Fox AT-1 mencakup lebar bentang sayap 3,6 meter dan panjang 2,75 meter. Meski termasuk small drone, Fox AT-1 dapat dilengkapi empat hard point. Disebut-sebut dari hard point ini memungkinkan dipasangkan elemen droppable seperti senjata ringan, sensor tracking atau sonobuoys.

Baca juga: Intai Aktivitas di Gunung Halimun, BPPT Sukses Uji Coba Drone Alap-Alap PA5 dan PA7

Payload yang dibawa Fox AT-1 terdiri dari day video camera, video with FLIR (optional), optical chemical sniffer, geiger counter, dan meteorological sensors. Kru yang dibutuhkan, termasuk di GCS (Ground Control Station) terdiri dari tiga orang. Sebagai sistem kendali, Fox AT-1 mengandalkan jalur koneksi LoS (Line of Sight) via radio link sampai jarak 150 km. Selain di remote oleh operator, Fox AT-1 dapat melaju secara autopilot.

Tak dilengkapi roda, drone ini diluncurkan dengan sistem catapult, mirp dengan rudal/drone Petir besutan PT Sari Bahari, sedangkan saat landing mengandalkan parasut dan airbag.

Keunggulan drone ini konon mempuyai suara bising mesin yang relatif ringan. Meski tak meraih sukses di Indonesia, Fox AT-1 pernah digunakan oleh militer Perancis dalam operasi intai taktis di Balkan. (Haryo Adjie)

4 Comments