Dokumen Pentagon Bocor: “Bom Pintar (JDAM) Kehilangan Presisi Akibat Jamming GPS Rusia”
|Bocoran dokumen rahasia Pentagon yang diretas oleh Jack Douglas Teixeira, petugas Sistem Siber dari Massachusetts Air National Guard, bukan hanya mengulas tentang kekuatan militer Cina, debut operasi Amerika Serikat di Ukraina pun ikut ditelanjangi. Salah satu laporan yang menarik adalah kasus berulang kali bom pintar (smart bomb) Joint Direct Attack Munition (JDAM) yang dipasok AS ke Ukraina, yang gagal mengenai sasaran.
Berbeda dengan debut JDAM di Afghanistan yang menuai decak kagum karena presisinya, maka berbanding terbalik di medan perang Ukraina. Dikutip dari popularmechanics.com (21/4/2023), disebutkan biang keladi kegagalan presisi JDAM adalah akibat dari aksi jamming sinyal GPS (Global Positioning System) yang dilakukan oleh Rusia.
Seperti diketahui, AS telah memasok JDAM untuk dipasangkan ke jet tempur Rusia, seperti MiG-29 dan Su-27. JDAM mengandalkan kit pengikat (strap-on kit) yang mengubah bom udara biasa (bom konvensional) atau kadang disebut dumb bomb, menjadi senjata berpemandu presisi, atau dikenal sebagai smart bomb.
Pada Desember 2022, pemerintah AS mengambil langkah lebih lanjut terkait dukungannya ke Ukraina, yaitu mengumumkan pengiriman bom pintar yang dipandu satelit JDAM ke Ukraina. Dipandu oleh sinyal satelit GPS, bom tersebut seharusnya memberi Ukraina kemampuan bom udara yang dipandu dengan cepat dan mudah.
Dan setelah empat bulan berlalu, pemerintah AS meyakini bahwa bom tersebut menjadi korban upaya jamming oleh Rusia.
JDAM sejatinya adalah contoh cemerlang penggunaan teknologi baru untuk membuat senjata yang lebih tua dan lebih primitif menjadi lebih baik. JDAM adalah kit yang mencakup penerima GPS, otak komputer, dan sirip bom yang dapat bermanuver. Kit ini diikatkan pada bom konvensional tanpa kendali—termasuk bom Mk82 seberat 226 kg, Mk83 seberat 453 kg, dan bom Mk84 seberat 907 kg—dan hasil akhirnya adalah sistem senjata berpemandu presisi.
Dalam simulasi, Bom JDAM dimuat ke pesawat seperti bom lainnya. Setelah mengudara, pilot dapat memasukkan koordinat GPS target di darat ke dalam sistem kendali JDAM. Pesawat biasanya naik ke ketinggian yang cukup tinggi — semakin tinggi pesawat, semakin jauh bom dapat meluncur ke sasaran — dan kemudian melepaskan JDAM. Bom tersebut kemudian langsung menuju ke koordinat target, menggoyangkan siripnya untuk melakukan koreksi jalur saat jatuh bebas di udara, biasanya menyerang dalam jarak 4,5 meter dari target.
Sementara situasi yang terjadi di Ukraina dapat digambarkan sebagai berikut: Seorang pilot MiG Angkatan Udara Ukraina dalam misi penyerangan memasukkan koordinat GPS dari target darat ke dalam bom JDAM. Saat pesawatnya mendekati garis depan Rusia, radar pertahanan udara Rusia mendeteksi pesawatnya dan menyiagakan unit perang elektronik terdekat.
Pasukan peperangan elektronika Rusia kemudian menyalakan jammers Krasukha-4, Pole 21-E, atau R-330Zh Zhitel mereka yang kuat—yang disiarkan di frekuensi GPS—menyapu sinyal radio satelit. Bom tersebut, tidak dapat menggunakan satelit GPS di atas sebagai titik referensi untuk navigasi, “menjadi bisu”, dan meleset dari sasaran.
Bom JDAM dipersiapkan dengan sistem navigasi cadangan – INS (Inertial Navigation System), yang seharusnya membuat bom berada dalam jarak 30 meter dari target sekitar setengah dari waktu — tidak bagus, tapi tidak buruk. Itu seharusnya cukup untuk menghancurkan target yang tidak keras.
Namun, penggunaan INS pun tak bisa dijalankan secara efektif oleh pilot Ukraina, Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjelaskan hal ini. Salah satunya adalah JDAM digunakan untuk melawan target lapis baja yang membutuhkan serangan langsung, seperti tank dan bunker, dan INS tidak cukup akurat untuk menghancurkannya.
Kemungkinan lain adalah bahwa porting JDAM ke pesawat tempur Ukraina tidak menyertakan kemampuan cadangan INS. Namun kemungkinan lain adalah jet tempur Ukraina terbang sangat rendah sehingga bom, setelah kehilangan GPS, tidak memiliki jarak penerbangan untuk mengeluarkan koreksi arah yang memungkinkan mereka mendarat cukup dekat dengan target mereka.
Sejatinya ada ada solusi lain, seperti bom JDAM yang lebih baru yang menggunakan GPS dan pemandu laser, tetapi pesawat tempur Ukraina tidak memiliki penanda laser yang diperlukan untuk membuat sistem tersebut berfungsi.
Rusia sebagai World Power in Battlefield Jamming, menyadari penggunaan senjata berpemandu presisi oleh Barat, terutama yang dipandu satelit, dan telah melakukan upaya yang cukup besar untuk ‘memandulkan’ keunggulan Barat tersebut.
Rusia telah memimpin pengembangan kemampuan jamming GPS, dan Angkatan Bersenjata Rusia memiliki setidaknya lima brigade perang elektronik untuk jamming di medan perang.
Baca juga: Sistem Jamming Rusia Pole-21 Berhasil ‘Jatuhkan’ Drone Kamikaze Tu-141 Ukraina
Kemampuan jamming Rusia mungkin dilatarbelakangi oleh pengetahuan teknis yang mendalam dan kemampuan untuk mengembangkan dan memproduksi perangkat jamming yang canggih. Rusia memiliki akses ke sumber daya mineral yang kaya, termasuk bahan yang digunakan dalam produksi perangkat jamming seperti kawat tembaga dan kristal kuarsa. (Gilang Perdana)
sejak jaman Uni Soviet sdh jadi kampium teknologi satelit ruang angkasa bersaing ketat dg Amrik … ya pasti skrg Rusia msh faham kelemahan dan kelebihan satelit.
kalau jamming Rusia rajanya teknologi tapi sayang operatornya kadang mabok vodka
Tentang penjejak laser ada 1 solusi lagi Ndan: kirim tim atau seseorang yg bertugas menerobos perimeter objek yg akan ditarget untuk menempatkan laser penanda di objek target tsb. Nah, setelah ok, barulah bom pinter berpemandu laser dijatuhkan dari ketinggian. Kayak di film2 box office tu lo Gan, macam James Bond, Ethan Hunt, atau The A Team ya Ndan, misi2 gk nalar bisa sukses selalu. Hiyahahaaa….
kalau indonesia jammingnya jamming alami, kontur alam dan iklim sudah cukup untuk membuat GPS nyasar 🗿🗿