Update Drone KamikazeKlik di Atas

Dioperasikan Saat Aksi Demonstrasi Massa, Parlemen AS Anggap Pengerahan Pesawat Intai RC-26 Berlebihan

Di Indonesia, pelibatan unsur militer dalam misi bantuan tugas penegakan hukum sipil dikenal dengan istilah BKO (Bawah Kendali Operasi), dimana militer mendapat mandat untuk mendukung tugas pengamanan yang dilakukan oleh kepolisian. Tapi lain halnya di Amerika Serikat, pelibatan unsur militer untuk mengatasi masalah sipil, memicu kontroversi. Selain keputusan Presiden AS Donald Trump yang mengerahkan ribuan Pasukan Garda Nasional untuk meredam kerusuhan rasial yang meluas di berbagai kota, kini parlemen kembali mempertanyakan pengerahan pesawat intai ‘mata-mata’ selama aksi unjuk rasa dan kerusahan rasial akibat tewasnya George Floyd.

Baca juga: Bozena BPPU – Andalan Korps Brimob dalam Pengendalian Massa

Bagi sebagian besar anggota kongres, menyebut penggunaan pesawat intai jenis RC-26 Condor milik Air National Guard dipandang terlalu berlebihan. Dikutip dari AirForceTimes.com (20/6/2020), disebutkan RC-26 umumnya dikerahkan sebagai wahana intai di wilayah perbatasan AS dan Meksiko, termasuk diantaranya melaksanakan misi pengwasan anti narkotika. Masih dari sumber yang sama, disebut saat ini AU AS mengoperasikan 11 unit RC-26. Dalam misi intai saat kerusuhan, RC-26 diketahui telah melaksanakan beberapa kali sortie di atas Washington DC dan Minneapolis.

Nah, bagi netizen sendiri, nama RC-26 terasa asing dalam jagad pesawat intai. Selain memang hanya dioperasikan oleh militer AS, persisnya apa saja payload yang dibawa RC-26 memang masih misterius. Kelompok pengamat militer di AS menyebut, RC-26 dengan belly pod container dilengkapi beragam sensor imaging berkualitas tinggi. Apa jenis sensor yang ada di dalam belly pod, tidak ada informasi pasti tentang hal itu. Yang jelas pada Februari 2019, Elbit Systems of America telah ditunjuk untuk melakukan upgrade pada perangkat elektronik RC-26.

Kuat dugaan, kemampuan fitur full motion video (FMV) adalah yang digunakan saat memonitor demonstrasi dan kerusuhan. Sementara itu, diyakini bila sensor imaging di RC-26 belum dapat mendeteksi hingga level pengenalan wajah (face recognition) dan identifikasi plat mobil. Pejabat militer di Washington menyebut, Output FMV dari RC-26 dapat dilihat secara realtime dari smartphone Komandan Pasukan Garda Nasional.

Meski payload sensor yang dibawa RC-26 belum diketahui, namun aspek pesawatnya dapat direka-reka, lantaran RC-26 Condor menggunakan platform pesawat propeller buatan Fairchild Aircraft, C-26 Metroliner. Ditenagai dua mesin Allied Signal Garrett TPE-331-11U-601G turboprops, pesawat dengan 24 penumpang ini dapat melesat dengan kecepatan maksimum 533 km per jam dan terbang sejauh 3.750 km.

Baca juga: Water Cannon DWC6500 – Rantis Canggih Tahan Peluru, Pengendali Massa Andalan Polri

Pelibatan kekuatan militer untuk penanganan masalah sipil terbilan jarang terjadi di Amerika Serikat, meski begitu, pada tahun 2012, drone milik AD AS sempat dikerahkan dalam misi pencarian penembak jitu di Washington. Kembali ke pelibatan RC-26 pada aksi protes rasial, pihak kongres akan melakukan investigasi pada rantai komando penugasan. (Gilang Perdana)

7 Comments