Canberra Class: Kapal Induk Amfibi Terbesar di Belahan Asia Selatan
|Selain berstatus sebagai sekutu Amerika Serikat, antara Singapura dan Australia disatukan pada satu pilihan, yakni sama-sama pernah memproyeksikan pengadaan pesawat tempur stealth STOVL (Short Take Off and Vertical Landing) F-35B. Singapura menyatakan menunda pembelian F-35B, sementara Australia akhirnya malah membatalkan rencana pembelian F-35B. Namun ditinjau dari rencana penempatan, seandainya F-35B jadi diakuisisi maka akan menjadi elemen tempur pada kapal induk helikopter atau LHD (Landing Helicopter Dock). Dalam terminologi lain, LHD kerap disebut juga sebagai kapal induk amfibi, lantaran kapal induk ini dapat melancarkan serangan amfibi dengan menerjunkan pasukan dan meluncurkan ranpur amfibi.
Baca juga: HTMS Chakri Naruebet – Nasib Kapal Induk Yang Beralih Fungsi Jadi “ThaiTanic”
Sejatinya ada kemiripan dalam doktrin kapal induk helikopter Australia dan Singapura, dengan mengusung konsep LHD, menjadikan kapal induk punya peran plus sebagai LPD (Landing Plarform Dock). Berbeda dengan kapal induk ‘murni’ yang dimiliki AL Thailand, HTMS Chakri Naruebet dan konsep kapal induk helikopter besutan PT PAL yang mengambil struktur kapal kargo Star 50.
Meski begitu, LHD Singapura Endurance Class 170 statusnya masih berupa konsep yang dituangkan dalam mock up. Lain halnya dengan AL Australia (Royal Australian Navy) sudah mewujudkan LHD dalam Canberra Class, yang bisa disebut sebagai kapal perang terbesar di belahan selatan Asia (Pasifik). Sebagai perbandingan, HTMS Chakri Naruebet punya bobot 11.486 ton dan panjang 182,65 meter, sedangkan LHD Canberra Class berbobot 27.500 ton dan panjang mencapai 230,82 meter. Sudah bisa dibayangkan betapa besar sosok Canberra Class.
Baca juga: Endurance Class 170 – Ambisi Singapura Wujudkan Kapal Induk Helikopter
Masuk sebagai superstructure, LHD Canberra Class dapat melakukan proyeksi kekuatan untuk serangan amfibi, dukungan udara, transportasi dan pusat komando (kapal markas). Untuk flight deck punya dimensi 202,3 x 32 meter, ukuran dek seluas ini menjadi Canberra Class sanggup di darati enam helikopter angkut berat sekelas CH-47 Chinook. Seperti halnya kapal induk helikopter Inggris, Canberra Class juga dilengkapi ski jump.
Dek kapal mampu untuk mendaratkan 6 helikopter dan secara teoritis dengan ski jump 13 derajat yang dimilikinya maka kapal ini dapat mengoperasikan pesawat V/STOL, seperti AV-8B Harrier dan F-35B. Walau akhirnya membatalkan pengadaan F-35B, kapal induk ini telah dirancang untuk dapat membawa 12 unit F-35B. Jika diperankan sebagai kapal induk helikopter, flight deck dapat dimuati delapan helikopter ukuran sedang sekelas S-70B Seahawk/MRH-90, dan bila di total termasuk kapasitas di hanggar, maka bisa dibawa 18 helikopter ukuran sedang.
Baca juga: Landing Craft Utility – “Kepanjangan Tangan” Gelar Operasi Amfibi LPD TNI AL
Peran kapal induk tak melulu sebagai aircraft/helicopter carrier, punya deck yang luas kapal induk Canberra Class dapat memabwa 1.000 pasukan, 4 unit LCU (Landing Craft Utility), dan 150 kendaraan termasuk bisa membawa MBT (Main Battle Tank) M1 Abrams.
Sistem propulsi pada LHD kelas Canberra terdiri dari satu generator turbin uap GE LM2500, dua generator diesel Navantia 16C32/40, dan dua Siemens POD azimuth. Kapal ini dapat melaju dengan kecepatan 20,5 knot dan menempuh jarak 15.000 km dengan kecepatan 15 knot atau 17.130 km dengan kecepatan 12 knot. Bicara tentang radar dan sistem sensor, seperti HTMS Chakri Naruebet, Canberra Class juga mengadopsi radar Giraffe AMB dan combat system 9LV dari Saab.
Baca juga: Giraffe AMB – Generasi Penerus Radar Giraffe 40 Arhanud TNI AD
Baca juga: LVTP-7 – Pendarat Amfibi Korps Marinir TNI-AL
Melaju dengan kawalan dari frigat dan kapal perusak, LHD Canberra Class memang hanya dilengkapi 4 kanon CIWS Rafael Typhoon 25 mm remote weapons systems dan enam pucuk SMB (Senapan Mesin Berat) M2HB 12,7 mm. Menyadari posisinya bakal sebagai magnet seragan lawan, kapal induk ini towed torpedo decoy AN/SLQ-25 Nixie dan missile decoy Nulka.
LHD Canberra Class termasuk kapal keluaran baru yang rancangannya merujuk pada LHD Juan Carlos milik AL Spanyol. Konstruksi lambung (hull) kapal dikerjakan oleh Navantia, di Ferrol, Spanyol, sedangkan konstruksi atas (superstucture) akan dikerjakan oleh BAE Systems Australia (dahulu Tenix Defence) di Williamstown, Victoria, Australia dalam periode 2009 – 2015. Sejak awal Australia memproyeksikan dua unit pembangunan untuk kapal induk ini, Kapal tersebut diberi nama HMAS Canberra L02 dan HMAS Adelaide L01. Kedua kapal induk ini memempati basis di Fleet Base East, tak jauh dari kota Sydney.
Baca juga: HMAS Choules – Jadi LPD Terbesar di Belahan Asia Selatan
Sudah Bermasalah
Bulai Mei 2017 lalu ada kabar mengejutkan, kedua Canberra Class terpaksa naik dok karena ditemukannya masalah pada dua kapal terbesar di jajaran AL Australia tersebut. Kedua kapal harus menjalani pemeriksaan menyeluruh karena teridentifikasi masalah pada sistem propulsi pada kapal buatan Spanyol-Inggris tersebut. Yaitu ditemukannya pecahan-pecahan logam di dalam tangki sistem pelumas mesin.
Awalnya hanya HMAS Canberra saja yang harus menjalani inspeksi, namun begitu ditemukan masalah yang sama pada HMAS Adelaide, sang adik pun harus menyusul kakaknya naik dok. Padahal LHD sudah dijadwalkan dikirim mengikuti gelar latihan Talisman Sabre bersama Amerika Serikat pada Juni yang akan menguji kemampuan kedua negara melancarkan operasi serbuan amfibi. Kapal Perang HMAS Canberra ditugaskan pada bulan November 2014 dan HMAS Adelaide menyusul pada bulan Desember 2015, namun kedua kapal tersebut belum dinyatakan beroperasi penuh.
Baca juga: Attack Class – From Australia to Satrol Armabar TNI AL
Batal F-35B Tapi Tetap Akuisisi F-35A
Sejumlah modifikasi perlu dipersiapkan Australia jika ingin menepatkan F-35B di Canberra Class. Mulai dari hanggar, manajemen bahan bakar, dan sistem logistik persenjataan perlu disesuaikan untuk operasional F-35B. Karena dinilai terlampau mahal, maka akhirnya diputuskan untuk membatalkan pengadaan F-35B, yang konon juga tak sesuai Buku Putih Negeri Kangguru tersebut. Namun Australia tetap membeli pesawat tempur F-35A yang merupakan varian pesawat tempur F-35 Lightning II yang terbang dan mendarat secara conventional seperti pesawat tempur pada umumnya. Australia sudah berkomitmen membeli 72 unit F-35 A yang merupakan salah satu pesawat tempur tercanggih didunia saat ini dan dua unit pertama pesawat tempur sudah dioperasionalkan di Amerika untuk melatih pilot-pilot Australia. (Sam)
@admin
bahas styer AUG polri dong 😉
Semakin besar ukuran dan bobot kapal maka akan semakin berhati-hati dalam mengarungi daerah Paparan Sunda, ya?
Semakin besar dan berat kapal, makin dalam bagian lambung yang terbenam.
Meskipun laut indonesia rata rata 50 – 100 meter, ada beberapa daerah laut yang hanya 5 – 20 meter saja
Dengan penggantian pesanan Aussie dari F-35B ke F-35A, berarti fungsi LHD ini menjadi murni untuk heli, ya?
Atau bisa saja F-35B milik USMC yang akan mendarat di LHD Aussie ini.
indonesia cukup LPD saja..kalo kapal induk boros BBM, kecuali kalo mau bangun yg tenaga nuklir gk pa pa deh