Unmanned Hybrid Vehicle: Ketika Drone Pesawat Terbang dan Drone Bawah Air Menyatu

P_20160216_134830

Setelah dunia militer banyak memperoleh manfaat dari kehadiran drone pesawat terbang/UAV (Unmanned Aerial Vehicle) dan drone bawah laut, atau yang kondang disebut AUV (Autonomous Underwater Vehicle), maka fase teknologi selanjutnya adalah menggabungkan dua platform beda ‘alam’ itu ke dalam satu wahana. Dan bukan sebatas mock up, nyatanya Singapura telah berhasil menciptakan apa yang disebut sebagai UHV (Unmanned Hybrid Vehicle) Flying Fish.

Baca juga: Sotong AUV – Prototipe Drone Bawah Laut Rancangan Dalam Negeri

UHV memang menjadi salah satu unggulan rancangan enjinering Negeri Pulau tersebut dalam ajang Singapore Air Show 2016. Sosok UHV langsung dipamerkan di lobby masuk ruang indoor pameran, sehingga langsung banyak dilihat oleh pengunjung. Dibalut dengan cat warna biru muda, UHV ditampilkan secara statis di booth ST Aerospace dan ST Engineering.

flyingfishUAV

Meski terus dilakukan penyempurnaan, UHV disebut-sebut sudah berwujud sebagai real prototipe yang dapat terbang di angkasa dan sekaligus dapat mendarat di air, serta langsung menyelam di bawah permukaan air. Drone dengan bentuk sayap delta mirip pesawat siliuman bomber B2 ini ditenagai mesin propeller. Satu propeller besar di bagian ekor, dan dua propeller yang lebih kecil disematkan di belakang kiri kanan sayap. Saat melaju di dalam air, UHV dapat melaju di rentang kecepatan 4 – 5 knots. “Untuk saat ini kedalaman menyelam drone baru sebatas 5 meter,” ujar Milly Tay, head of the engineering group UHV.

Baca juga: Airbus Defence and Space Perkenalkan Teknologi Counter Drone (UAV)

Kelengkapan UHV mencakup kamera video dan beragam sensor yang diperkukan untuk misi bawah air. Dalam konsepnya, drone ini dapat digunakan untuk misi intai maritime, plus bisa menjalankan kemampuan deteksi ranjau. Konstruksi drone futursitik ini ada di rentang 23 – 25 kg, bergantung pada konfigurasi perangkat tambahan yang dibenamkan.

ST-UHV

Dalam uji coba, drone UHV Singapura ini dapat terbang selama 25 menit, dan terus disempurnakan di tahap berikutnya. Selama uji coba, drone ini dikendalikan secara remote, dan masih membutuhkan pola LoS (Line of Sight). Milly Tay menyebut dua unit UHV telah dibuat, kendala lain yang diungkapkan adalah keterbatasan lahan untuk uji coba, selain karena teritori Singapura yang amat terbatas, otoritas Singapura juga memberi pembatasan untuk operasi penerbangan pesawat tanpa awak. Kalau sudah mentok, boleh jadi drone amfibi ini nantinya bakal ‘meminjam’ ruang udara/laut Indonesia untuk uji coba. (Gilang Perdana)

2 Comments