Unit Kelima C-130J-30 Super Hercules (A-1342) TNI AU Tiba di Lanud Halim Perdanakusuma

Unit kelima C-130J-30 Super Hercules pesanan Kementerian Pertahanan RI untuk Skadron Udara 31 TNI AU, dijadwalkan akan tiba pada hari Kamis, 16 Mei 2024. Pesawat dengan nomer registrasi A-1342 itu bertolak dari Pangkalan Udara Andersen di Guam, sebelum tiba di Lanud Halim Perdanakusuma pada pukul 13.30 WIB. Unit kelima Super Hercules TNI AU ini dalam penerbangan ke Indonesia diawaki salah satunya oleh Komandan Skadron Udara (Danskadud) 31 Letkol Pnb Alfonsus.

Baca juga: Unit Keempat C-130J-30 Super Hercules (A-1344) TNI AU Tiba di Lanud Halim Perdanakusuma

Seperti halnya pengiriman unit pertama sampai keempat, C-130J-30 TNI AU bertolak dari Lockheed Martin Air Base, Marrieta di Negara Bagian Georgia, maka pengiriman unit kelima C-130J-30 A-1342 dilakukan dengan cara ferry flight, yakni dengan transit di Monterrey – Honolulu – Marshal Island – Guam, sebelum akhirnya tiba di Jakarta.

Secara keseluruhan, Skadron Udara 31 diperkuat lima unit C-130J-30 Super Hercules. C-130J-30 milik TNI AU ini memiliki peningkatan sejumlah fitur, seperti; kapasitas kargo, kecepatan, jangkauan, tenaga, kinerja, dan biaya operasional yang lebih hemat dibandingkan seri C-130 sebelumnya, demi mendukung berbagai misi TNI AU selama beberapa dekade mendatang. C-130J-30 terbaru ini memperluas kemampuan TNI AU untuk bermitra dalam berbagai misi dan pelatihan dengan Angkatan Udara dari negara lain yang juga merupakan operator Super Hercules.

(Lockheed Martin)

Berbeda dengan pengadaan alutsista dari Amerika Serikat yang kebanyakan menggunakan skema Foregn Military Sales (FMS), maka pengadaan lima unit pesawat angkut C-130J Super Hercules untuk TNI AU, menggunakan skema lain, yakni Direct Commercial Sales (DCS).

Hal ini berbeda dengan skema pengadaan alutsista TNI dari AS, seperti pembelian helikopter serang AH-64E Apache Guardian, pembelian jet tempur, rudal udara ke udara dan lainnya.

Rolls-Royce AE 2100D3, Mengenal Mesin Turboprop di Pesawat C-130J-30 Super Hercules TNI AU

DCS dianggap sebagai proses yang lebih fleksibel ketimbang FMS, karena dalam hal ini negara pembeli berkonsultasi langsung dengan pihak manufaktur tentang produk dan layanan tertentu yang dibutuhkannya.

Pelanggan asing memanfaatkan lebih banyak kekuatan negosiasi mengenai jenis kontrak (harga tetap atau harga tetap perusahaan), seperti bagaimana kontrak ditulis, persyaratan pengiriman akhir, dan metode pembayaran.

Namun, negara pembeli harus menanggung lebih banyak risiko dan beban administrasi. DCS memiliki manfaat tambahan dengan memberikan pilihan kepada pelanggan untuk membeli lebih banyak sistem non-standar yang spesifik untuk misi, dan dirancang untuk mengatasi tantangan kesiapan. Dalam kasus ini, Pentagon tidak mendukung jenis persyaratan misi ini dalam persediaan mereka, atau dalam anggaran tahunan mereka.

Seperti halnya FMS, skema penjualan senjata lewat DCS tetap memerlukan persetujuan dari pemerintah dan parlemen AS. (Gilang Perdana)

Bukan Lewat FMS, Kontrak Pengadaan C-130J Super Hercules TNI AU Menggunakan Skema DCS

2 Comments