Ukur Kadar Kemagnetan di Kapal Perang, TNI AL Gunakan Drone Copter IT180 Sterna
|Sejumlah berita yang mengaitkan aktivitas kapal perang TNI AL dengan drone sudah beberapa kali diulas, mulai dari uji coba LAPAN LSU-02 di deck KRI Frans Kaisiepo 368, kemudian ada uji coba helikopter drone Schiebel S-100 buatan Austria, sampai yang paling baru rencana kedatangan drone intai fixed wing ScanEagle dari Amerika Serikat. Kesemuanya jika diimpelmentasi, akan diproyeksikan sebagai kepanjangan mata armada kapal perang TNI AL.
Baca juga: TNI AL Lirik Schiebel (Rajawali) S-100, Apa Saja Keunggulan Naval Drone Asal Austria Ini?
Namun, tanpa banyak pemberitaan, justru drone yang lebih dulu operasional bukan dari jenis yang disebut di atas. Dikutip dari ecagroup.com, disebutkan bahwa TNI AL sejak Juli 2018 telah menggunakan mini drone/UAV (Unmanned Aerial Vehicle) IT180 besutan Eca Group. IT180 persisnya adalah mini drone copter. Drone copter ini bentuknya sedikit tak lazim, lantaran menggunakan dua poros propeller, mirip dengan prinsip baling-baling utama pada helikopter Kamov Ka-25.
Desain yang unik tentu ada maksudnya, dimana IT180 digadang membawa payload untuk misi khusus, yakni magnetic ranging system, jenis perangkat yang berperan untuk mengukur kadar kemagnetan pada kapal, dan menilai kerentanan kapal pada ranjau laut dan detektor yang membahayakan. Dengan integrasi IT180 dengan perangkat khsusu tersebut, kemudian pihak manufaktur memberi label sistem ini sebagai Sterna.
Diterbangkan dari atas deck kapal perang, Sterna dikendalikan secara remote untuk melakukan mapping dan scanning pada area yang telah dituju. Dan secara simultan drone mengirimkan transmisi data yang diperoleh ke control room, untuk selanjutnya dapat dilakukan identifikasi parameter menggukan komputer. Dari hasil analisa, nantinya dapat diketahui apakah kadar kemagnetan masih masuk dalam ambang batas ideal, atau sebaliknya.
Sterna berjalan untuk meminimalkan risiko magnetik dalam medan operasi dan sistem ini dapat digelar untuk mendeteksi area di perairan dalam maupun dangkal. Meski terbilang canggih, durasi pengukuran aerial Sterna hanya dapat dilakukan selama satu jam.
Sterna dapat juga dioperasikan dari pantai dengan jarak jangkau kendali 3 km. Sistem transmisi yang disalurkan dari Sterna ke ground control bersifat realtime. Drone IT180 dapat melakukan lepas landas dan pendaratan secara otomatis. Perlu dicatat, Sterna tidak dapat beroperasi di segala cuaca, agar mampu menghasilkan scanning secara optimal, drone ini hanya mampu menahan terjangan angin dengan kecepatan 60 km per jam.
Baca juga: LSU-02 LAPAN – UAV Pertama yang Take Off dari Kapal Perang TNI AL
Bicara tentang sosok drone IT180, berdasarkan spesifikasi dapat terbang dengan endurance kurang dari 15 menit. Bobot drone keseluruhan adalah 16 kg, dengan payload seberat 5 kg. Kecepatan terbangnya bisa mencapai 70 km per jam, sementara batas ketinggian terbangnya hingga 3 ribu meter. Jalur kendali drone ini mengadopsi mekanisme LoS (Line of Sight) via radio link. Bicara tentang temperatur, Sterna dapat dioperasikan mulai suhu -40 sampai 70 derajat celcius.
Pada tahun 2016, sistem Sterna telah mendapat pengakuan dari Kementerian Pertahanan Perancis, dan sejak 2017 telah digunakan oleh militer Perancis. (Gilang Perdana)
Simplenya Tugas benda
Tujuannya cuma 1.
– Membedakan apakah di sekitarnya ada benda dengan intensitas magnetic yang berbeda dari intensitas magnetic kapal sendiri atau Tidak. Caranya dengan menggunakan metode perbandingan mapping yang ada di milgps receiver. Jika ada, maka bisa di pastikan itu material logam lain selain kapal sendiri.
Yang paling jelasnya,benda ini bisa membedakan apakah itu ranjau atau jejak magnetic kapal selam.
3 kilometer kemampuan deteksi kapal selam???
1.Durasi terbang 15 menit
2.Di laut yang begitu luas
3.Dengan kemampuan, mungkinbeberapa unit kapal tipe korset.
Australia menjawab tantangan bawah laut dengan frigate ASW. Apa ini jalan keluar Indonesia versi ABS?
Dengan cara Membeli perangkat ini dan berharap ini bisa di jadikan sebagai backup atas maraknya pelanggaran yg sering di lakukan kapal selam asing di wilayah RI?
Jujur saja, semakin kesini semakin Kebanyakan coba-coba ini dan itu. Asal punya saja,tidak terintegrasi dengan baik terhadap doktrin yang di miliki. Gado-gado. Tidak terencana. Tidak punya goal yg jelas. Payah.
………Bang Stephanus ini rekan satu almamater dr blog legendaris 🤔😥😫
Gile, endurance terbang kurang 15 menit sebentar amat.
Alhamdulillah….🤗
Yang saya tau, drone ini adalah salah satu bagian dari proses “degaussing” yg bisa dikerjakan dilapangan/digaris depan, shg kaprang/kasel yg sedang bertugas tidak perlu ditarik mundur ke pangkalan utama yg memilik fasilitas pemeliharaan kapal hanya utk sekedar melakukan proses degaussing.
Tampaknya drone ini juga tidak akan berpangkalan di KRI diponegoro tapi lazimnya berpangkalan di kapal auxiliary/kapal pendukung gugus tugas…kalo di AL, kapal sejenis LPD yg lebih sesuai utk dijadikan home base drone ini
“mobile.navaltoday.com/2018/09/25/indonesian-navy-uses-uav-to-asses-ships-magnetic-signature/”
Bung gilang,
Punten, bukankah drone ini fungsinya untuk mengukur kadar kemagnetan kapal milik kita sendiri…apakah kadar kemagnetannya masih masuk dalam ambang batas ideal atau sudah melebihi angka yg ditentukan.
Dan bukan untuk memetakan medan ranjau?
Anda benar sekali bung @Ayang Jiago, teima kasih atas koreksinya 🙂