UEA Sanggup Lunasi Sisa Utang Indonesia di Biaya Pengembangan KF-21 Boramae. Bakal Jadi Kerja sama Trilateral?
|Disambut suka cita oleh netizen Negeri Ginseng, ada kabar bahwa negara kaya minyak dari Timur Tengah, Uni Emirat Arab (UEA) telah mengirim surat resmi kepada Kantor Ketahanan Nasional Korea Selatan, yang menyatakan keinginan mereka untuk terlibat dalam pengembangan pesawat tempur KF-21 Boramae.
Baca juga: DAPA: Indonesia Telat (Lagi) Bayar Angsuran Biaya Pengembangan KF-21 Boramae
Keterlibatan UEA bila disetujui, maka akan mengubah perjanjian bilateral antara Korea Selatan dan Indonesia, pasalnya proyek jet tempur masa depan KF-21 Boramae dirintis oleh kedua negara. Dikutip dari media Korsel, Financial News, ini merupakan kelanjutan dari rencana kerja sama ekonomi skala besar, termasuk kerja sama di bidang militer saat Presiden Yoon Seok-yeol berkunjung ke UEA awal tahun ini.
Menurut Kantor Kepresidenan dan Kementerian Luar Negeri Korsel, Kamis (14/9), Komite Ekonomi Tawazun yang bertanggung jawab atas akuisisi pertahanan di UEA mengirim surat ke Kantor Ketahanan Nasional Korea atas nama Sekretaris Jenderal pada 4 September 2023, yang isinya mengusulkan kerja sama proyek KF-21 dengan Korsel.
Bahkan, UEA disebut mengumumkan sanggup membayar utang Indonesia yang belum membayar komitmennya dalam proyek KF-21. Diharapkan, UEA dapat menyelesaikan kontroversi terkait kontribusi Indonesia yang belum membayar komitmennya sebesar hampir 1 triliun Won. Jika proposal UEA disetujui, maka kerja sama trilateral antara Korsel, Indonesia, dan UEA akan dibentuk untuk proyek KF-21 dan dapat mempercepat proyek tersebut.
Namun, masih banyak kendala yang harus diatasi, di antaranya persetujuan ekspor. UEA diketahui menunjukkan ketertarikannya terhadap KF-21. Namun, dipastikan dalam proyek KF-21 akan meminta kerja sama dengan Korsel.
Kantor Keamanan Nasional bersiap memberikan hasil nyata berdasarkan proposal kerja sama Komite Ekonomi Tawadun ketika Presiden UEA Mohammed bin Zayed Al Nahyan mengunjungi Korsel pada Oktober mendatang. Komite Ekonomi Tawajun secara langsung menyatakan ‘kerja sama bisnis KF-21’ dalam surat tersebut.
Kantor Keamanan Nasional memperhatikan fakta bahwa Komite Ekonomi Tawajun dengan jelas menyatakan dalam surat niatnya untuk menggantikan investasi Indonesia di proyek KF-21.
Sementara itu, Presiden Yoon dan Presiden Jokowi menegaskan keinginan mereka untuk berhasil menyelesaikan pengembangan jet tempur tersebut dalam sebuah pertemuan baru-baru ini. Namun, belum memutuskan untuk membayar kontribusi yang belum dibayar dan sulit untuk menjamin apakah Indonesia akan melunasi komitmennya secara penuh.
“Hubungan antara Indonesia dan UEA berjalan dengan baik, dan karena UEA telah menyatakan niatnya untuk bekerja sama dengan kami, sistem kerja sama tiga arah dapat dibangun. Namun, karena sifat bisnisnya, kami memberikan kartu yang diinginkan UEA hanya karena UEA berinvestasi,” kata seorang pejabat pemerintah. “Ini tidak mudah untuk dilakukan,” lanjutnya.
Baca juga: Prototipe Keenam (Terakhir) KF-21 Boramae Terbang Perdana, Uji Penuh Parameter Radar AESA
Dalam kontrak kerja sama, pemerintah Korsel menanggung 60 persen pembiayaan dan sisanya dibagi rata antara Indonesia dan Korea Aerospace Industries (KAI) masing-masing 20 persen. Namun, Indonesia disebut baru membayar 17 persen dari bagiannya. (Gilang Perdana)
haiya , gak punya uit , pinjam sama tiongkok modalnya
Bagai burung punguk merindukan bulan, nafsu besar tenaga kurang. Mau bikin lompatan apa daya galah yang dipakai untuk melompat kurang panjang.
Tidak mau meniru contoh dari Korea, Jepang dan Turki. Bikin dulu pesawat tempur dengan lisensi. Atau rakit dulu.
Dulu Korsel bikin F16 di dalam negeri Korsel dengan lisensi. Turki juga begitu. Jepang pun bikin F2 dengan desain yang mirip F16. Artinya Jepang belajar juga dari Amrik.
Sesudah selesai bikin F16, Korsel bikin pesawat kecil KT-1 Wong Bi dan T50. Diproduksi massal. Turki pun bikin pesawat kecil Hurkuss dan Hurjet. Diproduksi massal.
Semua itu perlu proses. Nggak bisa melompat-lompat akhirnya kecebur jadi malu sendiri.
Ingat berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Bersusah-susah dulu bersenang-senang kemudian.
Ini karena tamak mau melompat dan merengkuh sebanyak mungkin tapi nggak lihat kemampuan.
Fokuslah dulu beli ratusan pespur untuk satu merek dan satu jenis, mintalah lisensi agar bisa join bikin pespur itu. Pelajari semua lalu coba bikin yang kecil dulu dari awal. Sukses bikin lalu produksi massal untuk pemakaian sendiri. Habis itu tawarkan ke yang lain untuk beli.
Kalau kontribusi berubah, pembagian IP gimana? Perubahan kondisi kontrak seperti itu harusnya juga berubah pada kondisi technology sharing. Kecuali jika UAE hanya ingin bagi hasil buat setiap pesawat yg terjual.
Sejak ganti pimpinan memang proyek tinggalan lama IFX, Changbogo, Elang Hitam, RHan 450/550, Regio Prop 80, tidak jadi prioritas. Masih fokus ke Kereta Cepat Jkt-Bandung dan IKN.
sudahlah gak perlu bahas teknis pespur dan duit modalnya, sekarang filosofinya jadi … kaloo pespurnya sukses yg terkenal jadi 3 negara …
Kalo gagal yg rugi 3 negara juga …
hihihi
kalau mau sih, akuisisi produk amrik kemarin batalin aja, buang buang dana, kf21 sampe 7 turunan juga ngga bakal lunas kalau “umpan” dari amriki dihajar terus 😂😂
Ketika proyek ini dicanangkan, KFX /IFX didesain memiliki kemampuan “sedikit diatas F-16” dg RCS yg terkecil (dg catatan senjata disimpan di weapons bay) diantara jet tempur gen 4,5 yg dioperasikan dikawasan asia-pasifik (tapi masih jauh lebih tinggi dr rcs f-35 dan JF-31), dan berteknologi aesa dg jangkauan deteksi kedua terjauh setelah radar F-15 SG dan saat itu lawan potensial…..jadi dg kombinasi rcs yg kecil dan jangkauan deteksi radar aesa nya dianggap sudah mumpuni diantara pespur yg dimiliki negara sekitarnya.
Tapi seiring berjalan nya waktu…. negara-negara sekitar RI, terutama aussy dan singapur mulai mengadopsi teknologi radar Aesa pada pespur mereka (f-16, f-18, f-15 SG dan f-35), sementara aussy juga sudah mulai mengoperasikan F-35.
Kombinasi hal ini membuat keunggulan kfx/ifx “memudar” dan untuk jangka panjang kurang relevan utk menghadapi potensi ancaman disekitar Indonesia.
Singkat kata para desainer KFX/IFX yg menetapkan basis teknologi pada pespur ini……membuat target yg tanggung, dimana keunggulannya yg dirancang diawal semakin tidak signifikan saat pesawat tempur ini siap dioperasikan
Hanya karena bukan ide jokowi makanya proyek ini tdk dilanjutkan. Sabar saja tahn 2025 pasti dibayar sisa kurang bayarnya itu.