Tupolev Tu-2 Bat: Pembom Propeller TNI AU Yang Terlupakan
|Tupolev adalah legenda besar bagi TNI AU, namanya begitu masyur mewakili kehadiran pembom jet jarak jauh Tu-16 pada dekade 60 dan 70-an di Indonesia. Meski terkesan terlupakan, namun sejarah telah mencatat tak hanya Tu-16 yang dirilis Tupolev di Indonesia, justru jauh sebelum hadirnya Tu-16, TNI AU (d/h AURI) telah mengoperasikan pembom medium Tu-2, yang oleh NATO diberi kode Bat.
Baca juga: Tu-16 (1) – Awal Kehadiran Pembom Termasyur TNI AU
Bila pembom Tu-16 dihadirkan Uni Soviet dalam menjawab eskalasi Perang Dingin dengan AS dan NATO. Maka Tu-2 hadir terkait upaya Soviet untuk menantang kehadiran pembom NAZI Jerman Junkers Ju 88 semasa Perang Dunia II. Sang perancang, Andrei Tupolev mempersiapkan pesawat ini sebagai pembom bermesin dua berkecepatan tinggi untuk berlaga di garis depan menghadapi Jerman. Untuk urusan kecepatan tinggi, Tupolev merancang kecepatan Tu-2 agar setara dengan kecepatan pesawat pemburu kursi tunggal. Kecepatan maksimum Tu-2 mencapai 521 kilometer per jam dengan kecepatan menanjak 8,2 meter per detik.
Baca juga: Tu-16 (2) – Atraksi Ketangguhan Sang Bomber
Dalam hal produksi, Tu-2 termasuk berhasil dengan jumlah yang dibuat mencapai 2.257 unit. Karir Tu-2 pun tak berhenti setelah berakhirnya Perang Dunia II. Tu-2 telah dibuat dalam beberapa varian, yakni sebagai varian peluncur torpedo, interceptor, dan varian intai udara. Meski Tu-2 buatan Uni Soviet, tapi Tu-2 yang hadir untuk TNI AU berasal dari hibah pemerintah Cina (RRC) pada tahun 1958. Maklum Cina saat itu tengah gencar melakukan pendekatan ke RI terkait urusan politik dan ideologi. Bagi TNI AU, hadirnya Tu-2 menambah angin segar lini pembom yang saat itu diperkuat B-25 Mitchell dan B-26 Invader bekas pakai AU Belanda.
Baca juga: Tu-16 (3) – Akhir Perjalanan Sang Bomber
Baca juga: B-26B Invader – The Last Indonesian Bomber
Dirunut dari sejarahnya, Cina mendapatkan Tu-2 dari Soviet terkait hibah atas berlimpahnya stok armada Tu-2, sekaligus mendukung Tentara Pembebasan Rakyat Cina dalam Perang Saudara di Cina. Kiprah Tu-2 lainnya yakni pada kancang Perang Korea. Beberapa Tu-2s Cina ditembak jatuh oleh penerbang Inggris dan Amerika selama Perang Korea. Dalam misi penindakan kerusuhan pada periode 1958 – 1962 di Tibet, Tu-2s berperan untuk melaksanakan ground attack, Cina sendiri menggunakan Tu-2 hingga tahun 1970-an. Setelah Perang Dunia II, Tu-2 menjadi pesawat uji yang ideal untuk berbagai powerplants, termasuk generasi pertama dari mesin jet Soviet.
Sayangnya, di Indonesia karir Tu-2 begitu cepat redup, sejak pesawat diterima Skadron Udara 1, Tu-2 hanya beroperasi kurang dari satu tahun. Beberapa informasi menyebut Tu-2 mengalami kendala teknis saat beroperasi di Indonesia, diantaranya mesin tidak cocok dengan iklim tropis. Lebih disayangkan lagi, tak ada sisa Tu-2 yang dijadikan monumen di Tanah Air. Ada yang menyebut Tu-2 TNI AU dikembalikan ke negara asal pembuatnya (Uni Soviet) dan ada yang menyebut Tu-2 dibibahkan kembali ke salah satu negara aliansi Uni Soviet.
Baca juga: Il-28T Beagle – Sang Rajawali Laut Pengumbar Torpedo
Dirunut dari sejarahnya, pada tahun 1937, Andrei Tupolev merancang Samolyet ( dalam Bahasa Rusia berarti “pesawat” ) -103, Tu-2 dirancang berdasarkan pada prototipe awal pembom ringan ANT-58, ANT-59 dan ANT-60. Tu-2 melakukan uji terbang pertama pada 29 Januari 1941 yang dipiloti oleh Mikhail Nukhtinov. Tu-2 resmi masuk armada udara Soviet pada 1942, sementara rentang masa produksinya mulai dari 1941 – 1948. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi Tu-2 Bat
– Kru: 4
– Panjang: 13,80 meter
– Lebar sayap: 18,86 meter
– Tinggi: 4,13 meter
– Berat kosong: 7.601 kg
– Berat terisi: 10.538 kg
– Max berat lepas landas: 11.768 kg
– Mesin: 2 × mesin radial Shvetsov Ash-82, masing-masing 1.380 kW (1.850 hp)
– Kecepatan maksimum: 521 km / jam
– Jarak tempuh: 2.020 km
– Service ceiling: 9.000 meter
– Tingkat menanjak: 8,2 meter per detik
Persenjataan :
– 2 × kanon ShVAK 20 mm (0.79 in) mengarah ke depan yang terpasang di sayap.
– 3 × senapan mesin ShKAS 7,62 mm (0,30 di) menembak ke belakang (kemudian digantikan oleh senapan mesin UB Berezin 12,7 mm pada kanopi, punggung dan perut Tu-2.
– Bom : internal (bombay) 1.500 kg (3.300 lb) dan eksternal 2.270 kg (5.000 lb).
Kasih saja Tucano sama bom P-100 lumayan kalo cuma buat memecah pasukan lawan.cost biaya juga murah,pesawat’nya juga murah…
Kita tetap perlu Pembom karena Pembom sekarang kan dah ganti Fungsi jadi wahana pembawa rudal jelajah atau anti kapal…operasi Loitering gak mungkin dilakoni jet Multirole…
pasca perang vietnam operasi loittering oleh amriki sdh tdk dipegang bomber
serangan udara libya 1986 oleh fb-111
perang teluk 1 thn 1990 selain fb-111 muncul warthog
operasi balkan medio 1990an sang bintang adalah super hornet
invasi ke irak 2004 cmiw kembali dilakukan a-10 warthog dgn muncul bintang baru yaitu drone predator
invasi afganistan seluruh operasi loittering ditangani drone sprt predator, reaper & avenger
dgn perang yg kini condong ke arah perang asimetris,, konflik perbatasan dsb peranan bomber malah tdk efisien.
10 tahun terakhir operasi serangan darat amriki 75% dilakukan oleh drone
widihhh… mantab Min ane.. demen dahh keep posting min Alusista yg prnah dimiliki indonesia.. 🙂
Bom siram?
Seperti “carpet bombing” dari B-52?
Wah, makin ke depan, bomnya lebih presisi (dumb bomb yg lebih murah meriah pun kini dipasangi Kit JDAM), sehingga meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
Daripada kirim pembom besar seperti B-52 / B-1 / Tu-22M / Tu-160 dengan 100 dumb bomb, kan lebih baik kirim multirole fighter seperti F-16 / JAS-39E / Rafale / Typhoon / Su-30 dengan segelintir smart bomb / rocket mulai dari AGM-65 Maverick sampai KPED Taurus. Jadi lebih murah biaya operasi, lebih presisi (mengurangi collateral damage).
Muanxtap PTDI Bikin Pesawat macam ini dengan Teknologi terbaru, Hidup NKRI,…..
Yaa, kalo diperhitungkan memang flying cost bomber lebih mahal, tp sebanding lah dengan volume bom yang bisa disiramkan, dibanding multirole yg jumlah bom yg sanggup digotong hanya beberapa. Tp kalo dari aspek politis yg defensif… jelas fungsi sebuah pesawat bomber sudah mati…
Kapan kita memiliki pesawat pembom lagi seperti era 60-an
Pengadaan pembom untuk konteks saat ini sudah tidak relevan lagi untuk Indonesia 🙂
Knp bisa tidak relevan lagi kita punya bomber, bung admin.
Ada beberapa alasan, seperti politik luar negeri Indonesia yang kini mengedepankan pertahanan defensif, beda tentunya dengan masa revolusi Orde Lama yang ofensif. Kemudian dari aspek teknis, fungsi pembom kini dapat dijalankan oleh jet tempur multirole dan fighter bomber. Dari aspek operasional, flying cost pesawat pembom relatif sangat tinggi, tentunya tidak cocok diadopsi negara dengan anggaran militer terbatas. Semoga bisa menjelaskan 🙂
pespur multirole jauh lebih relevan dlm doktrin perang masa kini. buktinya rafale mampu menembus perisai udara mutakhir bikinan rusia dgn rudal s-300 di syria
Pengebom favorit di IL 2 sturmovik
Mirip He-111 ?