TR-47C: Mengenal Kemampuan Radar Pengendali Tembakan di KCR Clurit Class TNI AL
|Clurit Class tentu punya kesan tersendiri dalam jagad alutsista nasional, pasalnya inilah jenis KCR (Kapal Cepat Rudal) dari Satuan Kapal Cepat (Satkat) TNI AL yang pertama kali dipasangi kanon CIWS (Close In Weapon System), maklum adopsi CIWS hingga kini masih jadi ‘barang langka’ di arsenal kapal perang TNI AL. Selain kanon CIWS enam laras, senjata utama pada Clurit Class adalah dua peluncur rudal anti kapal C-705.
Baca juga: AK-230 – Kanon Reaksi Cepat Korvet Parchim TNI AL
Clurit Class yang dibangun dari platform PC-40 menjadi momentum penting adopsi KCR yang diproduksi di dalam negeri. Kombinasi CIWS enam laras dan keberadaan rudal anti kapal menjadi suguhan senjata terbaru yang sebelumnya belum pernah dikenal TNI AL. Dua unit Clurit Clas, yakni KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642 kini telah dilengkapi kanon CIWS NG-18 kaliber 30 mm. Sebagai informasi, NG-18 tak lain adalah varian dari kanon AK-630M asal Rusia yang diproduksi secara lisensi oleh Norinco, manufaktur alutsista dari Cina. NG-18 hanya mengalami modifikasi pada desain kubah yang lebih modern.
Baca juga: Norinco NG-18 – Mengenal Kecanggihan Kanon CIWS Kapal Cepat Rudal TNI AL

Baca juga: C-705 – Rudal Pamungkas Andalan Kapal Cepat TNI AL
Dengan kanon CIWS buatan Cina, plus rudal anti kapal C-705 yang juga produksi Negeri Tirai Bambu, maka bisa ditebak combat management system yang diadopsi juga berasal dari Cina. Dan karena Clurit Class tergolong ‘padat’ senjata canggih, maka diperlukan dukungan sistem sensor dan radar yang dapat menyesuaikan dengan fungsi senjata. Bersamaan dengan instalasi kanon CIWS NG-18 di KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642, turut juga dipasang radar pengendali tembakan TR-47C dan radar searching SR-47AG.
TR-47C bisa disebut sebagai elemen vital pada moda operasi kanon NG-18, tanpa radar ini maka kanon tak dapat difungsikan secara optimal. TR-47C dilengkapi dengan built in electro optical sensor berupa TV dan infra red tracker. Radar ini beroperasi di frekuensi J band pada rentang 15.7 dan 17.3 Ghz. Janngkauan penjejakan radar ini ditaksir hingga radius 9 Km. Sementara dari sisi kanon NG-18, daya tembaknya digadang maksimum hingga 4.000 meter dan jarak tembak minimum 500 meter. NG-18 (AK-630) dengan kecepatan tembak 4.000 – 5.000 proyektil per menit, dipercaya sanggup mematahkan serangan dari rudal anti kapal.
Baca juga: “Menghadapi” Cina dengan Senjata Buatan Cina
Selain radar TR-47C, di puncak menara kapal terdapat radar intai SR-47AG, radar ini dapat mendeteksi sasaran di udara dari jarak 40 Km dan deteksi sasaran pada permukaan sejauh 25 Km. Pada saat diluncurkan pada medio tahun 2011 – 2012, baik KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642 masih ‘kosongan,’belum terlihat bekal radar TR-47C dan SR-47AG. Saat diluncurkan kedua kapal perang buatan PT Palindo Marine ini baru dilengkapi kanon Vektor G12 kaliber 20 mm pada haluan, yang kemudian digantikan CIWS NG-18.

Baca juga: Vektor G12 20mm : Penangkis Serangan Udara Clurit Class

Selain KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642, keluarga besar Clurit Class terdiri dari KRI Beladau 643, KRI Alamang 644, KRI Surik 645, KRI Siwar 646, KRI Parang 647, dan KRI Tereparang 648. Keenamnya secara bertahap akan diubah untuk menggunakan CIWS NG-18. (Gilang Perdana)
Yg menjadi pertanyaan min? Bagaimana mengatur yakhont tersebut utk bisa masuk kekoordinat sasaran, secara logika radar 40 km knp bisa mengendus sasaran sejauh kurang lebih 250km, oke munkin ada bantuan suplay posisi sasaran dari pesawat ato heli, terus jenis matra apa yg digunakan saat itu utk membantu yakhont menuju sasaran?
Ditunggu Artikelnya, mimin,.. 🙂
@admin
Moga-moga besok bangun pagi sudah ada artikel baru…amin.
Menurut saya kasus Radar KCR dengan Van speijk sama tapi beda.Karena faktor lengkung bumi maka radar laut hanya bisa sampai lebih kurang 40 km sementara jangkauan rudaL Yakhont 300 km sehingga Kapal secanggih apapun untuk mengendus sasaran lebih dari 40 km butuh bantuan dari kapal lain atau satelit .Sedangkan di KCR jarak jangkauan Radar permukaan cuma 25 km seharusnya karena hukum alam bisa maksimal 40 km.
berarti belum optimal dong min?
Bung admin.. apakah varian radar sr 47AG ini sama dgn yg d pasangkan oleh PLA N di FAC Type 22 yaa.. klo saya lihat sih mirip. Tetapi mereka mendesignasi radar tsb sbg type 362 radar.. adakah perbedaannya, ato cuma sebatas perbedaan penamaan utk pakai sendiri dan ekspor
Pamit bung Admin, 5 hari yg lalu sya smpat liat kapal perang merapat di pelabuhan Balikpapan, sya liat di bagian menara ada radar yg brbntuk kerucut, bsa tlong di ulas bung Admin, maaf gk bisa liatkn gmbar, alasanx area terbatas,, makasi…
@dwi
Pasti Van Speijk class ya bung?
@admin
Setelah saya amati, ternyata kaprang AL yang dibeli barupun tidak semua FCR-nya diberi radar dome…buktinya KRI Clurit heheheheh
Hahaha iya mas, yang pakai radome model bola kan kapal perang era Soeharto mas 🙂
@admin
Eeeeee…jangan salah bung admin, frigat Fremm/prancis yang barupun FCRnya dipasangin radome lho.
Radar2 cuaca jg kebanyakan dipasangin radome…kabarnya radome berfungsi utk melindungi radar dr kondisi lingkungan yang ekstrim spt terpaan angin kencang/hujan deras/salju/hujan es/, melindungi radar dr kelembaban yang berlebih dan menghambat pertumbuhan jamur.
Entah apa bedanya FCR yang dipasangi radome dan yg tidak dipasangi…?
Iya tapi kan disini ndak ada frigat Perancis mas 🙂
@admin
Iya sih…maksud saya di era sekarang ini frigate prancis dan itali adl sedikit negara yang masih menggunakan radome pd FCR nya
bung kenapa radar SR-47AG hanya radius 25 km dipermukaan? sementara rudalnya jarak tembaknya lebih jauh.
Mas @Marine, kira2 kasusnya mirip dengan rudal Yakhont yang diluncurkan dari frigat Van Speijk, dimana jangkauan rudal lebih jauh dari kemampuan deteksi radar di kapal. Untuk itu diperlukan suplai data sasaran, bisa dilakukan lewat kapal selam, helikopter atau pesawat intai.
itu artinya oswald selalu dikawal, bisa juga dikawal kapal perang lain, misalnya KCR
Type 347G (Rice Bowl) Fire-Control Radar dipasang di abdul halim perdana kusuma