Torpedo Black Shark Untuk Kapal Selam Nagapasa Class TNI AL
Di artikel kami pada 28 Juni 2015 telah disinggung tentang potensi akuisisi torpedo Black Shark guna melengkapi kehadiran tiga unit kapal selam Type 209/1400 Nagapasa Class (aka – Changbogo Class), pasalnya pengadaan torpedo heavy weight sudah menjadi agenda belanja dalam MEF (Minimum Essential Force) Tahap I periode 2009 – 2014. Namun hingga berakhirnya MEF I dan masuk ke MEF II, belum juga terdengar jenis torpedo baru yang akan melengkapi Nagapasa Class. Namun kini tanda-tanda Black Shark akan dimiliki TNI AL mulai santer terdengar.
Baca juga: Black Shark – Akankah Jadi Torpedo Andalan di Kapal Selam Changbogo Class TNI AL?
Seiring berita telah dilayarkannya KRI Nagapasa 403 dari Korea Selatan ke Indonesia, pertanyaan tentang sistem senjata yang bakal melengkapi Sang Monster Bawah Laut mulai kembali ditanyakan beberapa pihak. Seperti dikutip dari Janes.com (18/8/2017), Laksamana Madya Widodo selaku Sekjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) dalam laporan di MetroTV (13/8), menyebut bahwa Indonesia akan mengakuisisi torpedo Black Shark. “Ada kemungkinan kita akan memiliki Black Shark pada akhir tahun ini,” ujar Laksamana Widodo. Meski begitu, belum ada penjelasan lebih lanjut tentang proses pengadaan dan nilai ToT (Transfer of Technology) yang akan diterima Indonesia.
Black Shark adalah tipe torpedo heavy weight buatan Whitehead Sistemi Subacquei (WASS), Finmeccanica Company, Italia. Tak hanya garang dari nama yang disematkan, tapi Black Shark atau yang akrab diberi label IF21, juga wujud dari torpedo tercanggih di kelas kaliber 533 mm. Sejak aktif digunakan pada tahun 2004, Black Shark di dapuk sebagai sosok senjata monster bawah laut yang mampu menjangkau target long range dan multi purpose.
Baca juga: AEG SUT 533mm – Heavyweight Torpedo dengan Pemandu Sonar Pasif dan Aktif
Lalu apa yang menjadikan Black Shark terasa special? Pertama adalah kemampuannya yang dual purpose, Black Shark asasinya untuk mengahajar kapal selam dan kapal permukaan, torpedo ini juga mampu manjalankan misi antiship torpedo. Dari segi operasional, Black Shark ideal untuk digunakan di perairan dalam dan perairan dangkal. Agar sukses menghantar maut ke sasaran yang dituju, Black Shark punya kemampuan full stealth, dalam artian tingkat emisi suara yang dipancarkan nyaris tidak terdeteksi. Sebagai alutsista berstandar NATO, Black Shark mengusung STANAG 4405, dengan interface yang punya kompabilitas dengan semuan CMS (Combat Management Systems) modern.
Torpedo dengan bobot 1,5 ton ini punya kemampuan long range dengan jarak luncur ideal hingga 50 km dengan kecepatan maksimum 50 knots. Namun, sesuai kebutuhan operasi dan jenis sasaran yang ingin dihantam, Black Shark dapat di setting meluncur hingga kecepatan 52 knots untuk jarak luncur 22 km. Sementara bila dibutuhkan, jarak luncur bisa di setting sampai 90 km, namun kecepatan melorot jadi 12 knots. Black Shark dibekali dua bilah propeller yang masing-masing bergerak secara berlawanan, pola gerakan propeller ini menghasilkan tingkat kesenyapan yang tinggi, selain laju kecepatan tinggi pada torpedo.
Baca juga: Torpedo SAET-50 – Senjata Pamungkas Korps Hiu Kencana Era-60an
Untuk urusan hulu ledak Black Shark dibekali powerful explosive charge, meski pihak pabrikan merahasiakan berat hulu ledaknya. Pada prinsipnya, hulu ledak dapat diaktifkan oleh pengaruh dari gelombang akustik dan efek tabrakan. Amunisi yang diusung bersifat sensitif dengan standar STANAG 4439 dan MURAT-2.
Low Maintenance
Sumber pasokan tenaga Black Shark berasal dari desain baru advanced lithium polymer rechargeable battery. Sistem propulsi listrik, didasarkan pada baterai oksida perak dan aluminium. Baterai ini punya kepadatan energi yang tinggi dan konduktivitas elektrolit tinggi menawarkan keamanan maksimum dan penyimpanan energi hingga 12 tahun. Dengan sistem pasokan energi yang berlaku, maka wajar bila Black Shark dapat menghemat biaya maintenance. (Gilang Perdana)
Baca juga: Skipper – Target Drone Bawah Air Untuk Uji Tembak Torpedo TNI AL
kalau bisa ttp beli torpedo buatan rusia ada lbh canggih lg. karena itu tidak pernah diujicoba oleh nato dan amerika utk mencari kelemahan.. kalau beli torpedo buatan nato/amerika, tentu bisa ditemukan kelemahan.. buat diekspor.. yg pasti terbaik harus berkiblat pada rusia karena kbnyk senjata buatan rusia tidak dibeli barat untuk diujicoba dan dipakai..
Malay dah duluan punya blackshark di scorpene yg walau diolok2 gak bisa nyelam tapi buat tni al itu tantangan lgsg buat changbogo kita… kita nanti punya 5 kasel… menurunkan hegemony navy australia…. gosipnya tambah 1 kilo rusia barter minyak sawit… 🙂
Torpedo sut di rencanakan di pake untuk ks midget yang akan segera di bangun , tni al kurang pede kali pake torpedo sut di ks baruy changbogo clas improve u209 kurang meyakinkan , x itu juga itu buktinya lebih milih torpedo kelas berat black shark buatan negara lain
Torpedo sut di rencanakan di pake untuk ks midget akan segera di bangun , tni al kurang pede kali pake torpedo di ks baruy changbogo clas improve u209
min bahas styer AUG polri ☺
lbh unggul mn,..blackshark dgn seahake mod4?, torpedonya andalan jerman, dan kenapa CBG yg asliny turunan kasel jerman, TNI malah milih blackshark, dulu PT DI dpt lisensi SUT dr jerman,..sapa tau, kalo mnggunakan lg torpedo jerman, dpt lisensi lg,..mngingat dulu prnh diberi,
aplg, ada kmungkinan kerjasama dgn turki mmbuat kasel berbasis u214 dr jerman ,..kalo belinya bnyak, krn kasel ny mkin bnyak, peluang dpt lisensi tmbh besar.
Beli yang banyak nih, minimal 100 unit. Insya Allah ada ToT-nya buat ngembangin torpedo SUT buatan dalam negeri PT. DI. Yakin bisa. Insinyur-insinyur Indonesia hebat-hebat masalah desain baru, ngoprek, dan modifikasi.
Min apa benar Nagapasa Class bisa diinstal harpoon?
@Zhukov, bukan install ya, karena metode peluncuran rudal anti kapal Harpoon ya diluncurkan lewat lubang (tabung) torpedo yang ada.
Assalamu’alaikum wr. wb.
Mungkin maksudnya instal itu apakah sistem pemandunya harpoon cocok dengan program manajemen sistemnya kapal selam kita.
tahap peluncuran peluru kendali di dalam air
1. Missile is ejected from underwater launch tube by compressed air.
2. Missile reaches water surface and the tip of the missile breaks the water surface.
3. The rocket boosters fire and propel the missile into its path.
4. Boosters fall off and the engines continue to propel it.
jadi peluru kendalinya di lapisi tabung, tabung tersebut nantinya di dorong keluar oleh kompresan udara sampai keluar dari permukaan laut, setelah itu peluru kendalinya keluar dari tabung dan meluncur.
nah masalah pengunciannya tanyakan ke lainnya karena masalahnya kapal selam tidak memakai radar, kapal selam hanya mendeteksi suara baling2 kapal permukaan, kalau peluru balistik tinggal masukan kordinat setelah meluncur biasanya di pandu oleh satelit.
Justru rudal harpoon ini yang sudah tersertifikasi dikendalikan oleh cms msi-90 u mk2 mas Z….rudal exocetpun bisa (menurut pabrikan cms-nya) tapi konsumen membiayai sertifikasinya
Cms msi tdk support exocet tp support rbs15 & nsm. Yg support exocet itu subtics milik dcns
@ayam jago
Dibukalah bang brosurnya kongsberg….ada semua disitu (exocet pun kompatibel dg cms msi-90…asal klien mau bayar extra utk sertifikasinya).
Malahan rbs-15 dan nsm belum ada varian yang bisa diluncurkan dr kasel (sampai saat ini). Rudal NSM memang punya potensi diluncurkan dr kasel tapi masih bbrp tahun lagi pengembangannya, krn norwegia sendiri baru bbrp tahun kedepan mengganti kasel U-210/ula class yang kecil dg U-212 .
Sementara kongsberg sendiri akan disibukkan dg pasar JSM, NSM dan NSM versi coastal defense yang lebih besar dibanding varian NSM yang diluncurkan dr kasel
artinya scr defaultnx memang tdk mendukung atuh. disisi lain kita sndr memang tdk trtarik dgn sm-39 exocet krn jangkauannya cuma 52km
sub rbs-15 masih dlm test rtial sdgkn sub nsm msh dlm fase development. tp jgn lupa bhw kedua rudal tsb nyatanya mengincar negara2 pengguna harpoon krn harpoon sndr akan dihentikan produksinya bbrp tahun kdepan (suface ver 2018. air ver 2020 & sub ver 2025). oleh saab maupun koengsberg mengklaim transisi harpoon ke kedua rudal tsb dbikin semudah mungkin dmn tdk perlu ganti cms, tdk perlu kalibrasi & pnntuan koordinat scr manual sprt kasus uji tembak yakhont sblmnya
Betul, harpoon memang satunya2 rudal yang sdh memperoleh sertifikasi bisa dikendalikan oleh msi-90 mk2, tapi pabriknya menjamin bisa mengakomodir pilihan senjata konsumen (tercantum dlm brosur msi-90 mk2)..tentunya melalui proses lagi dan biayanya dibebankan kpd konsumen.
Mengenai rbs-15 versi yang bisa diluncurkan dr kasel, prosesnya akan lebih panjang dibanding sub-NSM…berangkat dr hal yang mendasar yaitu sosoknya yang bongsor shg tidak muat pd tabung torpedo 533mm.
Nunggu coment bung Nakedangel & bung Ayam jago … 😀
ngapain mesti nunggu komen orang lain?
kl punya pendapat sendiri, tulislah…jangan jd pengekor, capek.