TNI AL Undang Proposal Awal untuk Pengadaan Offshore Patrol Vessel
|Sesuai dengan dinamika, dalam beberapa tahun kedepan TNI AL perlu mengisi kesenjangan kebutuhan operasional, yaitu ‘menjembatani’ gap antara armada kapal di Satuan Kapal Patroli (Satriol) dan kapal perang kelas korvet serta frigat di Satuan Kapal Eskorta (Satkor). Sebagai jawabannya mencuatlah OPV (Offshore Patrol Vessel), segmen kapal perang yang juga tengah dibangun Malaysia, Thailand, Singapura dan Australia.
Baca juga: Krabi Class – Inilah Offshore Patrol Vessel Penjaga Teluk Thailand dan Laut Andaman
Meski belum ada kualfikasi secara baku, kapal jenis OPV dapat dicirikan punya panjang lambung laksana korvet, namun dengan bekal persenjataan yang ‘terbatas.’ Umumnya bekal persenjataan pada OPV adalah kombinasi meriam dan kanon reaksi cepat, tanpa ada bekal kemampuan peperangan bawah air.
Seperti controhnya, OPV Krabi Class milik AL Thailand yang mengusung meriam OTO Melara 76mm yang dipasang pada haluan. Mengantisipasi eskalasi keamanan yang dapat berubah setiap waktu, umumnya OPV dapat suatu waktu dipasangkan peluncur rudal anti kapal, tentu dengan terlebih dahulu dilakukan penyesuaian pada fire control system.

Nah, ada kabar terbaru seputar OPV di Indonesia, dikutip dari Janes.com (7/1/2020), disebutkan TNI AL telah mengundang proposal awal untuk desain OPV, persisnya TNI AL sedang mengajukan proposal prakualifikasi dari kelompok galangan kapal terpilih untuk program akuisisi OPV baru.
Menurut sumber resmi yang diperoleh Janes.com, dikatakan program itu akan bernilai sekitar Rp1,09 triliun (US$79 juta), dan dana untuk akuisisi akan diambil dari alokasi anggaran nasional untuk pertahanan pada periode tahun 2020- 2022. Masih dari sumber yang sama, TNI AL disebutkan pada Desember 2019 telah mengajukan anggaran US$340 juta untuk program pembangunan unit OPV pertama dari target empat kapal yang akan diakuisisi.
Salah satu galangan kapal nasional yang sudah jauh hari-hari merilis desain dan spesifikasi OPV adalah PT PAL. BUMN ini setidaknya telah merilis desain OPV 85 meter, OPV 95 meter dan OPV 60 meter. Yang disebut terakhir agak ambigu, mengingat OPV 60 meter dari dimensinya serupa dengan KCR 60M (Sampari Class).
Dari ketiga desain OPV yang diperlihatkan PT PAL, kesemuanya nampak mengandalkan meriam 57 mm pada haluan, yang dari ilustrasi mirip dengan Bofors 57 MK3. Pada OPV 85 meter dan OPV 95 meter, mengusung desain integrated mast untuk penempatan radar, dan kedua OPV dilengkapi fasilitas helipad tanpa hanggar.


Baca juga: Arafura Class, Offshore Patrol Vessel Terbaru Penjaga Teritorial Australia

Selain PT PAL, ada beberapa galangan kapal swasta nasional yang punya pengalaman membangun kapal perang pesanan TNI AL, dan punya potensi dalam proposal ini, seperti PT Tesco Indomaritim, PT Daya Radar Utama, PT Palindo Marine dan PT Citra Shipyard. (Gilang Perdana)
Kebanyakan kelas, memang kapal2 kombatan yang sekarang semau featurenya berfungsi?
Seperti Parchim Class, memangnya fungsi peperangan bawah lautnya masih berfungsi, torpedonya masih jalan?
Jelas2 skr fungsinya sdh beralih menjadi OPV ketimbang Korvet
Kapan PT Pal bikin korvet???
Boleh2 aja kita beli frigate/destroyer besar.. Tapi kuantitas mencukupi gak? Kalau secara kualitas saya sdh kurang (kapal doang dengan oto melara), lebih baik bikin kapal2 medium dalam negeri, tapi lengkapin dengan kuantitas rudal2 yg banyak. Btw, rudal2 lama kita, lebih baik sumbang ke pindad, len, inti, lipi & akademik. Biar bisa di RE sekaligus mengejar kuantiti dgn produksi lokal. Jangan oto melara dan ciws.
Persenjataannya kenapa selalu mau dibuat nanggung. Kalo anggarannya ada buat aja sekalia yg gahar gitu. Lengkapi kek sama exocet atau RBS gitu kek. Kalo bisa ToT juga soalnya pasti akan neli banyak. Dan lengkapi sama torpedo ringan. Jamham dibiasaain bilin ALITSISTA dibuat nanggung kemampuannya. Terus kembangkan dan maksimalkan kalo masih bisa kaya Rusia gitu. Toh kalo kualitas dan kemampuannya mematikan juga bisa dijual kok ke luar negeri. Ya itung2 investasi seperti kata pa prabowo
sista khusus defensif memang lebih mengutamakan pada keefectipan….bang…dan kita masih berkutat pada sista macem tu sampai semua dirasa cukup…jadi selain memenuhi kwalitas juga kwantitasnya.
Karena ini kapal Patoli bung, OPV. AS saja yang anggaran besar tidak punya rudal untuk OPV USCG mereka, tidak logis juga. Ini untuk patroli biasa, menangkap illegal fishing, mengusir/mengawal kapal tidak dikenal. Jadi tidak perlu persenjataan berat. Beda dengan kapal perang Korvet, Fregat, dll.
Ngapain buat kapal patroli 95meter cuman dipersenjatai oto dan bofors tanpa rudal dll seharga 350 juta us .. ga efisien sekalian buat korvet atau fregate malah mantap ,aneh
Min… Bisa ga di buat artikel tentang sistem patriot yg ga bisa nangkis serangan iran ke pangkalan militer mereka… Terima kasih
Silahkan 🙂 —> https://www.indomiliter.com/lindungi-ruang-udara-mekkah-arab-saudi-masih-percayakan-hanud-titik-pada-patriot/
OPV memang mirip korvet yg dikurangi senjata dan sistem nya, agak bingung ttg keperluan OPV, utk tujuan patroli tapi dg spek perang laut terbatas,
kalo buat AL baiknya di berikan kapal kombatan dg spek gahar, kapal perang modern type 80 – 100 bisa jiplak design Rusia, ukuran korvet dg kualitas kemampuan frigate hanya beda di kuantitas peluru dan rudal.
Pilihan paling bijak, develop mandiri sigma korvet oleh PAL dg spek berbeda dari aslinya tapi kemampuan sistem senjata hrs lebih baik, jadi tdk perlu lg ada tender, tdk perlu lg impor, ada PAL sdh cukup buat negeri ini.
Pilih produl PT PAL karena buatan dalam negeri. Tapi ya masak impor padahal PT PAL uda buat desainnya soal jeroan bisa dari luar negeri misal sensor dan senjata dari Thales dkk. Jika sensor PT LEN sudah bisa membuat maka masukkan produk PT LEN soal senjata bisa impor.
Kenapa tidak fokus saja dengan KCR ? Kembangkan KCR dr sisi ukuran dan persenjataan nya yg paling penting. Bnyk KRI kita kurang menggigit armament nya bahkan ada yg label nya KCR tp gk ada rudal nya, fokus dan konsisten saja dgn tujuan KCR nya yaitu KAPAL CEPAT RUDAL, jangan jadi KRC KAPAL RADA CEPAT
Indonesia harus punya kapal berbagai ukuran dengan perbandingan jumlah tertentu, penggunaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Kalau kapalnya kecil2 semua seperti KCR 60m, bakal kerepotan saat musim gelombang tinggi, nggak akan ada yang patroli. KCR 60m nggak bisa terlalu jauh dari pantai dan pangkalan. Kapalnya gede2 semua, emangnya kita kuat ngasih makannya? Makin besar kapal, makin besar biaya operasionalnya. Kapal gede dipake patroli terus2an tiap hari, bisa jebol dompet.
KCR tidak harus 40 atau 60 toh? bisa aja ukuran nya di tambah atau OVP itu ya KCR hanya saja ttp konsep nya Kapal Cepat Rudal. Kapal besar justru perlu krn endurance nya bisa > 20 -30 hari di laut klo kapal kecil tanpa support kapal tanker dia harus bekal ulang ke pangkalan aju terdekat malah lebih boros dan makan waktu, sementara kapal tanker pun jumlah nya terbatas
Namanya kapal cepat yang kecil…mana bisa kapal ukuran diatas 100 bermanuver cepat…masing2 ada fungsinya
Lebih baik fokus aja dengan kaprang cepat ukuran small – medium, tapi dipersenjatai dgn rudal jelajah anti kapal yg cukup banyak. Bisa untuk salvo rudal, dan petak umpet sama musuh. Industri perkapalan kita sudah cukup mampu dengan design stealth pula. Yg penting rudalnya. Btw, fregat martadinata class kok gak dibangun tambahannya? Bukannya kita sudah dapat TOT nya?
RUMORnya sih, pihak Indonesia nggak puas dengan performanya di sea state yang agak tinggi, makanya nyari kapal yang lebih gede seperti Iver-nya Odense atau Omega-nya Damen. Kemarin Luhut juga ngomong tentang kapal 105 meter kita kayak gimana di sea state tinggi.
Seingat saya, kalo liat foto kru PKR waktu dikirim ke rimpac sehat-sehat semua tuh (pas bulan puasa pula), begitu juga ketika pengiriman 4 sigma class kesini…..tapi kalo yg komen bukan pelaut ya wajar saja kalo muntah-muntah kenak goyangan ombak
@terran
tanyakan ke awak kapal nya biar yakin, masa kapal buatan anak bangsa masih dijelekin terus sih, pengen impor CBU ya …
@ketok Apa sih yang dimaksud dengan “buatan anak bangsa”? Memangnya PKR rancangan Indonesia? PKR itu rancangan Damen, Belanda. Nama lengkapnya PKR Sigma 10514. Kita ngebangun modul sebagian. Sebagian yang lain dibangun di Belanda. Lalu semua modul digabung di Indonesia. Jangan mudah termakan berita di media yang kadang suka “alay”. Hal yang sama terjadi dengan kapal selam nomor 405 yang disebut “karya anak bangsa”, padahal semua modul dibuat di Korea dalam keadaan terpisah, kemudian digabung di Indonesia.
Bangga pada negeri sendiri itu bagus, tapi jadi jelek kalau sudah masuk level “chauvinism”. Bangga secara membabi-buta. Apa2 yang berbau dalam negeri nggak boleh dikritik. Saya nggak bilang PKR jelek. Yang saya maksud adalah ukuran kapal nggak akan nipu. Kapal ukuran 100m ke bawah itu ketahanan thd ombaknya terbatas. Dan jangan dikira ombak di Indonesia nggak ganas2, terutama saat musim muson barat seperti sekarang. Ingat kecelakaan Air Asia akhir Desember 2014? Saat itu sedang cuaca buruk ‘kan? Kapal2 kita kerepotan, termasuk kapal terbaru kita saat itu, Bung Tomo-class yang berukuran 90m. Kalo nggak ada KRI Takanami dan KRI Sampson (lol), yang berukuran 150m-an, entah bagaimana ceritanya. Dan Bung Tomo-class dengan PKR itu cuma beda 15m. Di situasi cuaca seperti itu, diperkirakan PKR akan mengalami hal serupa. Jadi, pihak Indonesia merasa tidak puas dengan PKR bukan karena ada cacat, tapi menyadari kalau kapal seukuran itu masih belum cukup untuk menghadapi situasi laut ekstrem di Indonesia, butuh yang lebih besar.
Nah, sekarang kebetulan terjadi senggolan dengan naga di utara yang bahkan kapal Coast Guard nya saja lebih gede dan berotot dari kapal TNI-AL. Tidak ada salahnya kalau momen ini kita gunakan untuk belajar bikin kapal yang lebih besar, 140m. Heavy Frigate yang akan kita adakan itu memang kita “beli”, tapi skemanya sama dengan saat kita “membuat” PKR. Bahkan KATANYA jika kita pilih Iver dari Odense, Denmark, seluruh badan kapal akan dibangun di Indonesia. Tidak tahu dengan Omega-nya Damen, apakah seluruhnya dibangun di Indonesia, atau seperti PKR yang sebagian di Indonesia, sebagian di Belanda.
@Ruskinthil Apakah saat Rimpac kondisi laut sedang buruk/badai? Kapal ukuran 105m ke bawah bisa melewati samudera? BISA, asal jangan ketemu badai aja. Masalahnya bukan di kru, tapi ketahanan kapal. Masa sih kru AL mabuk laut? Itu mah si Luhut aja asal ceplos. Dia ingin menjelaskan batasan kemampuan kapal 105m, tapi yang dibawa ke permukaan malah kondisi kru, bukan teknis perkapalannya.
@terranmcv
Silahkan tonton video heli landing dengan aman digeladak kapal patroli denmark (yg bobot dan panjangnya inferior dibanding), pada kondisi ombak yg besar……dan silahkan dikomentari sesuai argumen anda tadi 🙏
#Kondisi ombak dalam video tsb silahkan dibandingkan dg kondisi ombak saat operasi SAR Airasia
PKRhttps://youtu.be/TYzIWngs_T8
Marahkan saja dua org itu bung terranmcv.
Mereka gak paham yg tersirat dr.yg tersurat. Saya nda ikut2 bung, jng ikut dimarahkan jg..😆
ah no comment lah gue…xixixixixi…payah jawabnya kalo komen sesuai fakta…!!!
nick name sekarang engak ada harganya…🙃😭
kalou membandingkan mungkin kurang relevan pak ruski🐷,tapi secara teori yang sudah dipakai dijagad raya ini.kapal lebih besar akan lebih setabil dipermukaan laut bergelombang,itu bukan berarti bahwa kapal kecil tidak bisa berlayar disaat gelombang besar atau badai sekalipun,ada banyak faktor salah satu nya adalah kehandalan nahkoda kapal dan mesigapan para awak kapal.begutu juga saat landing heli pada kapal yang sedang berlayar,itu butuh kehandalan pilot dan pengarah lending profesional yang kaya akan pengalaman.tapi saya tetap dukung kemandirian sebenarnya dengan kerja keras dan cerdas bukan hanya semata kerja instan dan pencitraan semata kok.
@janganmarahya
Patokannya sederhana….setiap kapal dibangun dg desain rencana tertentu 🤷
Misal PKR didesain bisa beroperasi dg aman pada kondisi gelombang laut smp sea state 5 atau 6….ya udah, ga usah dipertanyakan lagi kemampuannya melintas samudra.
Memang benar, kapal yg lebih besar dan draft nya juga lebih panjang…lebih stabil ktk menghadapi gelombang besar
dah akur kan tapi jangan marah ya pak.