Update Drone KamikazeKlik di Atas

TNI AL Ajukan Pengadaan Dua Kapal Penyelamat Kapal Selam dengan Kemampuan Hidrografi

Kapal dengan kemampuan hidro-oseanografi sudah dimiliki oleh TNI AL, bahkan ada dua yang tergolong baru dan canggih, seperti KRI Rigel 933 dan KRI Spica 934. Bekal sensor bawah laut yang ada pada kedua kapal dari jenis MPRV (Multi Purpose Research Vessel) ini tak usah diragunakan lagi kemampuannya. Namun, masih ada yang dirasa kurang pada armada sekelas TNI AL, yakni belum ada kapal hidrografi berukuran besar untuk operasi di samudera, dan perannya sekaligus sebagai kapal penyelamat bagi awak kapal selam (submarine rescue vessel).

Baca juga: DSAR 6 MV Swift Rescue – Kapal Selam Penyelamat, Spesialis Laut Dalam

Prosedur darurat untuk evakuasi awak kapal selam sudah ada prosedurnya, seperti yang selama ini dijalankan latihannya oleh awak Satuan Kapal Selam (Satsel) dengan Submarine Escape Immersion Equipment MK-10 Suite, yaitu perlengkapan darurat perorangan yang dapat digunakan untuk evakuasi di kedalaman maksimal 182 meter.

Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana jika kapal selam kandas di kedalaman lebih dari itu, maklum saja seperti kondisi laut di Indonesia Timur yang banyak memiliki zona perairan dalam. Semisal kapal selam ‘terjebak’ di kedalaman 300 – 500 meter di bawah permukaan, tentu diperlukan cara-cara khusus untuk melakukan SAR (Search and Rescue).

Bila Anda melihat film “Hunter Killer” (2018), maka evakuasi menggunakan kapal selam penyelamat atau kondang disebut DSRV (Deep Submerge Rescue Vehicle) adalah yang paling ideal dilakukan, terlebih mulai generasi kapal selam Nagapasa Class, tiap unit kapal selam sudah dilengkapi pintu palka yang dapat terkoneksi dengan DSRV. Untuk urusan kapal selam penyelamat, sampai saat ini Indonesia belum punya, dan jika ada kondisi darurat, maka negara paling dekat yang mempunyai fasilitas kapal selam penyelamat adalah Singapura dan Australia.

MV Stoker, salah satu kapal penyelamat kapal selam milik AL Australia.

Nah, umumnya kapal selam penyelamat tadi ditempatkan sebagai bagian dari kapal di permukaan. Contohya MV Swift Rescue milik Singapura yang di dalamnya terdapat wahana Submarine Support and Rescue Vessel (SSRV) dari DSAR (Deep Search and Rescue) 6 Class buatan James Fisher Defence. Karena merupakan teknologi canggih dan masih terbatas, harga pengadaan perangkat dan kapal jenis ini terbilang mahal, tak heran hanya beberapa gelintir negara kaya yang mampu mengoperasikan.

Dikutip dari Janes.com (28/12/2018), disebutkan bahwa TNI AL tengah mengajukan usulan untuk pengadaan dua unit kapal selam penyelamat yang akan dimasukan ke dalam paket MEF (Minimum Essential Force) III periode 2020 – 2024. Sudah barang tentu bila ‘hanya’ diperuntukan bagi misi penyelamatan awak kapal selam, maka peluang untuk meloloskan anggaran kapal jenis ini akan kecil.

Namun, peran kapal penyelamat kapal selam tak untuk urusan SAR di kedalaman laut saja. Dengan bobot tonase yang besar, kapal jenis ini dirancang punya endurance tinggi di lautan lepas, dan bekal sensor yang ada di dalamnya juga dapat dimanfaatkan untuk tugas riset bawah air dan hidro oseoanografi.

MV Swift Rescue

Masih ingat insiden kecelakaan Boeing 737 Max 8 Lion Air JT-610 yang jatuh di Perairan Karawang pada 29 Oktober 2018, pihak Lion Air dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) perlu berjibaku untuk bisa menemukan CVR (Cockpit Voice Recorder). Karena tak kunjung mendapatkan hasil, maka didatangkan kapal survei MPV Everest, jenis kapal canggih yang biasa digunakan untuk mendukung aktivitas perbaikan dan konstruksi di laut dalam.

Baca juga: ARA San Juan S-42 – Nahas di Atlantik Selatan, Inilah Kapal Selam Diesel Listrik Tercepat

Dengan keunggulan tonase yang besar dan perlengkapan survei bawah air yang mumpuni, kapal sekelas ini tak perlu lego jangkar dalam misi SAR. Kelak kapal dengan kemampuan MV Swift Rescue dan MPV Everest diharapkan dapat memperkuat TNI AL, termasuk dalam mendukung peran Basarnas. (Bayu Pamungkas)

15 Comments