Tentang Pengadaan Sukhoi Su-35, Indonesia Masih Tunggu Pembebasan Sanksi dari AS

Mungkin sudah takdirnya Indonesia harus menempuh jalan berliku untuk mendapatkan Sukhoi Su-35 Super Flanker. Setelah negosiasi yang alot dan penuh tarik ulur, akhirnya pada 10 Agustus 2017 ada kesepakatan (MoU) antara Indonesia dan Rusia untuk pengadaan 11 unit Su-35 lewat skema barter. Dan menanti proses yang tengah berjalan, ada kabar pemerintah Indonesia saat ini harus menunggu kelanjutan pengadaan jet tempur idaman ini.

Baca juga: Rostec – Ada Kemungkinan Indonesia Tambah Pesanan Lima Unit Su-35

Dikutip dari aa.com.tr (3/8/2018), Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto meyebut, bahwa lamanya realisasi pengadaan Su-35 dikarenakan Indonesia masih menunggu hasil kesepakatan antara pihak Kongres dan Pemerintah Amerika Serikat.

Pangkal musababnya adalah Keputusan Presiden AS Donald Trump yang pada Agustus 2017 telah menandatangani UU yang memberikan sanksi bagi negara yang membeli alutsista dari Rusia atau UU yang disebut Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).

Naiatan Trump atas CAATSA adalah untuk menghukum Presiden Rusia Vladimir Putin atas aneksasi Semenanjung Crimea terhadap Ukraina yang dilakukan pada 2014, keterlibatan dalam perang di Suriah, serta intervensi dalam pemilihan presiden AS tahun 2016.

Soal sanksi CAATSA inilah yang kemudian merembet pada pengadaan Su-35, lantaran sanksi yang diterapkan bersifat general tanpa pandang bulu, meski ke sekutu AS sekalipun. Suara anggota kongres beragam menyikapi sanksi tersebut, seperti senator asal Partai Demokrat Bob Menendez yang mengatakan sanksi CAATSA harus diterapkan dengan tegas tanpa pengecualian. “Adanya pengecualian dikhawatirkan akan memperlemah esensi dari sanksi,” ujar Menendes dikutip dari defenseworld.net (24/7/2018).

Sebelumnya, pemerintah AS lewat Menteri Pertahanan Jim Mattis mengajukan kepada Kongres untuk memberikan keringanan sanksi terhadap negara-negara yang membeli peralatan tempur dari Rusia. Ada tiga negara yang direkomendasikan untuk diberikan pengecualian dari sanksi CAATSA, yakni India, Indonesia dan Vietnam.

Baca juga: 14 Februari 2018, Kontrak Pembelian Sukhoi Su-35 Telah Dilakukan di Jakarta

Jim Inhofe, senator dari Oklahoma menyebut, bahwa harus ada perlakuan khusus bagi negara-negara yang menggunakan peralatan militer asal Rusia namun punya arah dukungan kepada AS. “Sebagian dari mereka masih menggunakan peralatan militer asal Rusia sampai mereka melakukan masa transisi,” ujar Inhofe.

Banyak pendapat dari anggota senat yang beranggapan pemberian sanski yang terlalu keras justru malah menciptakan blunder, seperti kekhawatiran sanksi pada India malah akan membuat Negeri Anak Benua tersebut kian dekat hubungannya dengan Rusia. (Haryo Adjie)

91 Comments