Tambah dua Skadron Tempur, TNI AU Segera Perluas ADIZ di Wilayah Perbatasan

Bila tak ada aral melintang, dalam waktu dekat Indonesia akan bergabung dengan negara-negara ‘besar’ yang telah menerapkan Air Defense Identification Zone (ADIZ). Dan saat ADIZ diterapkan, maka Indonesia pun menjadi negara pertama yang mengadopsi ADIZ di kawasan Asia Tenggara. ADIZ atau Zona Identifikasi Pertahanan Udara selama ini sudah ada, namun hanya terbatas di area Jawa, yakni di Madiun sebagai basis pangkalan TNI AU terbesar.

Baca juga: Pangkohanudnas – ALKI III Jadi Wilayah ‘Favorit’ Pelanggaran Wilayah Udara Nasional

Seiring perkembangan dan kompleksitas tantangan, ADIZ dicanangkan untuk diperluas ke wilayah pintu, di wilayah ZEE (Zona Ekononi Eksklusif). Dengan tujuan siapa pun yang akan melintas masuk ke wilayah Indonesia melalui pintu itu harus menyebutkan identitasnya. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat menjabat sebagai KSAU pernah menyebut penerapan ADIZ akan dilakukan di sebelah utara Natuna dan sebelah selatan Kupang. “Namun, dalam waktu dekat ini kami programkan penetapan ADIZ di sebelah barat Kepulauan We,” ujar Hadi, dikutip dari Kompas.com (7/4/2017).

ADIZ diciptakan guna memperoleh informasi apakah pesawat, baik sipil (civilian aircraft) maupun militer (state aircraft), merupakan ancaman atau bukan. Jangkauan zona yang dikenal sebagai ADIZ bervariasi tergantung doktrin pertahanan dan supermasi sipil suatu negara; tepatnya antara puluhan hingga ratusan kilometer terhitung mulai dari batas terluar wilayah kedaulatan – sejauh ini tidak ada standar baku.

Dilansir dari rilis.id (7/4/2018), KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna menyebut bahwa penerapan ADIZ peralatan, sarana, yang mumpuni, seperti antara lain radar dan ketersediaan pesawat interceptor. TNI AU telah mengajukan program yang telah lama diproyeksikan, yaitu penambahan 12 satuan radar dengan kemampuan Ground Control Interceptor (GCI) dan radar Early Warning (EW),” ujar Yuyu yang pernah menjabat sebagai Panglima Kohanudnas.

Jawaban dari rencana perluasan ADIZ ternyata sudah direspon dengan rencana pembentukan Koopsau III di Biak, dimana termasuk melengkapi Biak dengan satu skadron tempur buru sergap di Lanud Manuhua. Bergeser ke selatan, berbatasan dengan Australia, TNI AU juga akan menyiapkan satu skadron tempur di Lanud El Tari, Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Baca juga: [Virtual Tour] Lanud Iswahjudi – Home of Fighters – Jantung Kekuatan Udara Nasional

Radar Thomson TRS 2215.

Penempatan skadron tempur ini adalah elemen skadron baru, alias bukan skadron eksisting yang ‘digeser.’ Selama ini untuk melakukan patroli dari Biak dan Kupang, TNI AU masih menempatkan level flight (3 unit pesawat) yang secara bergantian ditempatkan di pangkalan aju. Mengingat pengadaan alutsista berupa pesawat tempur terbilang rumit dan mahal, maka Mabes TNI AU sendiri menargetkan realisasi skadron baru tersebut d itahun 2022.

Dengan adanya skadron tempur baru di wilayah perbatasan maka TNI AU mampu melaksanakan patroli udara rutin selama 24 jam, minimal frekuensi terbang malam sama dengan terbang siang.

Waspada Penerapan ADIZ di Natuna
Ridha Aditya Nugraha, Manajer riset Air Power Centre of Indonesia dalam situs hukumonline.com (13/6/2017) menyebut penerapan ADIZ di Natuna berpotensi menjadi senjata makan tuan, baik guna mengamankan kedaulatan atas Kepulauan Natuna hingga upaya mengambilalih pengelolaan ruang udara diatasnya dari tangan Singapura (atau lebih dikenal sebagai Natuna FIR). “Indonesia akan dianggap sebagai negara yang egois dan sewenang-wenang, lalu menjadi target pembalasan (retaliation) negara lain. Bayangkan jika negara lain mengikuti dengan menetapkan ADIZ berdasarkan konsep tersebut di langit Natuna, jelas akan semakin rumit kedudukan kita,” ujar Ridha.

Baca juga: Awas! Black Flight di Atas Lanud El Tari

Lebih lanjut Ia mengusulkan agar Indonesia bahkan dapat berinisiatif mengajak Thailand, Myanmar, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Filipina untuk merancang ASEAN ADIZ. Mumpung beberapa negara tersebut belum menetapkan, mengapa tidak sekalian dirancang satu ADIZ yang melindungi kawasan regional dari ancaman asing? Sungguh ironis jika masing-masing negara ASEAN masih menganggap satu sama lain sebagai ancaman ditengah ekspansi RRC di Laut Cina Selatan. (Rudi Cahyono)

25 Comments