Tak Ada Kepastian dari Indonesia, Korea Selatan Buka Opsi Kurangi Produksi KF-21 Boramae
|Buntut dari terus ‘tertundanya’ Indonesia dalam fase pembayaran angsuran proyek pengembangan jet tempur KF-21 Boramae, mendorong Korea Selatan untuk menyiapkan plan B. Pasalnya, dengan terus mangkirnya Indonesia dalam pembayaran angsuran KF-21 Boramae, maka akan berdampak pada komitmen Indonesia dalam pembelian jet tempur tersebut kelak. Nah, apakah plan B tersebut?
Baca juga: Korsel Tampilkan Debut Perdana KF-21 Boramae di Muka Publik pada Seoul Airshow 2023
Sebagai catatan, bahwa total jumlah jet tempur yang akan diproduksi akan berpengaruh pada biaya per unit dari jet tempur itu sendiri. Dalam hal ini, bila Indonesia yang berkomitmen membeli 48 unit KF-21 ternyata ‘batal’, maka secara umum akan berpengaruh pada harga per unit KF-21. Hal tersebut tentu saja berada di luar kasus angsuran biaya pengembangan yang macet.
Dikutip dari The Korean Economic Daily – kedglobal.com (1/11/2023), Defense Acquisition Program Administration (DAPA) menyebut pada hari Rabu bahwa Indonesia tidak memberikan rencana pembayarannya pada akhir Oktober (2023) seperti yang dijanjikan.
Pada tahun 2016, Indonesia setuju untuk menanggung sekitar US$1,5 miliar atau sekitar 20 persen dari proyek bernilai miliaran dolar tersebut sebagai imbalan atas kesepakatan Indonesia untuk menerima prototipe jet tempur dan dukungan teknis untuk proyek KFX/IFX, dan komitmen produksi lokal KF-21 sebanyak 48 unit di Indonesia.
Sebagai negara mitra, Indonesia setuju untuk menanggung sekitar 20 persen dari biaya proyek senilai 8,8 triliun won (US$6,73 miliar) yang diluncurkan pada tahun 2015 untuk mengembangkan pesawat tempur supersonik twin engine. Namun, karena kendala anggaran, Indonesia sempat menghentikan angsuran pembayaran sejak Januari 2019, dan saat ini Indonesia telat membayar angsuran sekitar 800 miliar won.
Awal tahun ini, Indonesia mengatakan akan memberi tahu Korea Selatan mengenai jadwal pembayaran pada akhir bulan Juni, namun ternyata tidak. Kemudian dikatakan bahwa pihaknya akan mengajukan rencana tersebut pada akhir Oktober, dan kembali gagal.
Menteri DAPA Eom Dongwhan mengatakan dalam audit parlemen terhadap badan pengadaan senjata bulan lalu bahwa pihaknya “tidak punya pilihan lain selain mengembalikan proyek bersama” jika Jakarta terus mengingkari janjinya.
Jika Jakarta tidak memenuhi pembayarannya maka akan merusak kepercayaan terhadap komitmennya untuk mengembangkan pesawat tempur multiperan yang canggih untuk angkatan udara kedua negara, katanya.
Pada pengarahan DAPA kepada Kementerian Pertahanan Nasional pada hari Selasa, seorang pejabat DAPA mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan berbagai kemungkinan mengenai apa yang harus dilakukan dalam kemitraannya dengan Indonesia sambil menunggu rencana pembayaran dari Jakarta.
Dia mengatakan DAPA juga berencana untuk merevisi perjanjian dasarnya dengan Indonesia mengenai proyek bersama tersebut pada akhir tahun ini untuk membantu menyelesaikan masalah pembayaran.
Korea Aerospace Industries (KAI) selaku manufaktur dirgantara yang mengembankan KF-21, menyatakan tidak akan mengalami kesulitan keuangan bahkan tanpa kontribusi Indonesia. Namun, seorang pejabat perusahaan mengatakan pihaknya memiliki “rencana B” dan sedang mempertimbangkan apakah rencana tersebut. Pejabat industri mengatakan beberapa negara, termasuk Polandia dan Uni Emirat Arab, telah menunjukkan minat pada proyek KF-21, dan memanfaatkan kemungkinan kemitraan dengan Korea Selatan.
Opsi Mengurangi Jumlah Pesanan
Salah satu plan B yang akan dijalankan Korea Selatan adalah dengan mengurangi jumlah pesanan atau produksi KF-21. Sebuah badan penelitian pertahanan Korea Selatan telah merekomendasikan pengurangan produksi KF-21. Kekhawatiran atas daya saing harga dan ketidakpastian seputar proyek KF-21 Boramae Korea Selatan telah mendorong Korea Institute for Defense Analyses untuk merekomendasikan pengurangan volume produksi awal.
Rencana awal Korea Selatan adalah memproduksi 120 unit KF-21 pada sampai tahun 2032, namun kini jumlah tersebut mungkin dikurangi. Lantaran ketidakpastian proyek, Korea Institute for Defense Analyses menyarankan pengurangan jumlah pada produksi gelombang (batch) pertama sebanyak setengahnya menjadi 20 unit.
Berdasarkan rencana besar, DAPA akan menandatangani kontrak produksi massal pada semester pertama tahun depan, yakni setelah melakukan studi kelayakan produksi dari Mei hingga Agustus tahun ini dan menyelesaikan rencana produksi massal pada bulan Desember 2023.
KAI telah mengembangkan enam prototipe pesawat tempur generasi ke-4,5 dengan pengiriman pertama ke Angkatan Udara dijadwalkan pada paruh kedua tahun 2026.
Dalam porsi Indonesia, bila rencana berjalan mulus, TNI AU kelak akan mendapatkan 48 unit KF-21. Lantas berapa biaya per unit jet tempur twin engine ini? Mengutip dari tealgroup.com, harga satu unit KFX/IFX pada tahun 2020 ditaksir mencapai US$100 juta, namun itu taksiran harga tertinggi, ada sumber lain yang menyebut harga jual per unit jet tempur ini bakal ada di kisaran US$70 juta.
Baca juga: Prototipe Jet Tempur KF-21 Boramae Lulus PCSE, Siap Diproduksi Massal Tahun Depan
Namun, dengan dinamika global, seperti pecah perang di Ukraina sejak awal 2022, maka akan berpengaruh secara tak langsung pada biaya produksi. Selain itu, harga per unit akan berubah menjadi jauh lebih tinggi, bila kelak Indonesia batal mengakuisisi 48 unit KF-21 Boramae. (Bayu Pamungkas)
Indonesia ngprank dari mana, gak ada ceritanya si bodoh prank si pintar. Akui saja Indo masih kalah kualitas kecerdasannya dari korsel, gak usah munafik.
Ini murni kebodohan pemegang wewenang saat itu, terlalu percaya korea. Untung korsel juga gak bisa terlalu keras ke Indo. Karena apa, bahan baku Indo memegang kunci untuk produk elektronik di korsel dan korsel juga sudah banyak tanam duit di Indo. Saya dulu pernah bilang korsel itu sama saja dengan amerika tapi lebih sopan.
Mau cari tot yang tulus, itu tot buat nuklir sama korut. Yakin Indo bisa dapat.