Selain senapan serbu AK-47, granat berpeluncur roket RPG -7 layak dinobatkan sebagai senjata perorangan besutan Uni Soviet yang legendaris melintasi batas jaman dan telah digunakan banyak negara. Sejak dioperasikan AD Soviet pada tahun 1961, kini 73 negara telah mengoperasikan RPG-7, dan seperti halnya AK-47, RPG-7 juga banyak diproduksi oleh negara lain. Meski agak belakangan, Indonesia akhirnya ikut bergabung sebagai pengguna resmi RPG-7. (more…)
Bila di darat dikenal jenis ranpur IFV (Infantry Fighting Vehicle), yakni wahana transport personel yang dipersenjatai dengan kanon kaliber menengah, sehingga cukup efektif untuk menyerang sasaran secara langsung, di lingkup TNI AD bisa dicontohkan dengan hadirnya Marder 1A3. Nah, dalam wujud yang lain, kavaleri udara TNI AD juga punya The “Flying IFV.” Punya kehandalan dan kegarangan setara Marder, tapi IFV yang satu ini wujudnya adalah helikopter. (more…)
Meski TNI AL cukup digdaya dalam update sista rudal anti kapal, tapi kebalikannya dengan dukungan kanon reaksi cepat otomatis yang melengkapi armada kapal perangnya. Sebagai kekuatan laut terbesar di kawasan Asia Tenggara, TNI AL baru mengandalkan kanon CIWS (close in weapon system) jenis lawas, yakni AK-230 kaliber 20 mm yang merupakan senjata permanen pada haluan korvet Parchim buatan Jerman Timur. (more…)
Dalam polling yang dilakukan Indomiliter.com pada Oktober 2013, terungkap informasi bahwa lawan tanding terberat jet Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker TNI AU ialah F-15SG Strike Eagle RSAF (Republic of Singapore Air Force). Ada dua hal yang menjadi dasar kuat bahwa F-15SG menjadi lawan tanding terberat Sukhoi TNI AU. Pertama, memang diatas kertas Sukhoi Su-27/Su-30 dirancang untuk menandingi air superiority F-15. Lalu alasan kedua, kerapnya gesekan dalam hal isu politik dan pertahanan, khususnya pada urusan batas wilayah laut dan pengendalian ruang udara di Kepulauan Riau (Kepri), ikut menyulut sentimen, termasuk dari para pembaca Indomiliter.com. (more…)
Sebelum tahun 2012, boleh dibilang lini sista rudal udara ke udara (AAM/air to air missile) yang dimiliki TNI AU cukup inferior bila dibandingkan AU Singapura dan AU Malaysia. Pasalnya hampir tiga dekade, armada jet tempur TNI AU hanya bersandar pada rudal Sidewinder buatan Raytheon. Adapun versi Sidewinder yang dimiliki TNI AU adalah AIM-P2 dan AIM-P4. Yang paling baru pun, AIM P-4 dibeli bersamaan dengan paket pengadaan F-16 Fighting Falcon di tahun 1989. AIM-P4 dapat ditembakan meski pesawat musuh datang dari depan dalam posisi berhadapan, menjadikan perubahan gaya dalam duel jarak dekat (dog fight). (more…)
Ikon matra darat pada akhirnya merujuk pada keunggulan ranpur lapis baja, dengan penekanan pada keterlibatan tank tempur utama, alias MBT (main battle tank). Untuk urusan update MBT, Indonesia menjadi pemain akhir, setelah Malaysia, Singapura, dan Thailand yang lebih dulu menggunakan MBT.
Banyak hal yang membuat nama Korps Marinir TNI AL begitu lekat di hati masyarakat, selain sifat prajuritnya yang solid, Korps baret ungu ini juga identik dengan beragam alutsista eks era Uni Soviet. Sebut saja seperti tank PT-76, pansam BTR-50, dan KAPA K-61, usia ranpur tersebut sudah dipastikan jauh lebih tua dari anggota aktif Marinir yang paling senior sekalipun. Tapi hebatnya, ranpur-ranpur tadi dapat serviceable hingga saat ini dengan beragam program retrofit. (more…)
Bila dicermati, sistem senjata pilihan Korps Marinir TNI AL sebagian berkiblat pada Eropa Timur, tidak hanya bicara sejarah sejak era 60an, melainkan ranpur yang hadir agak baruan, seperti BVP-2 dan BMP-3F juga berasal dari Eropa Timur, tepatnya Slovakia dan Rusia. Seolah meneruskan tradisi yang ada, ranpur generasi mendatang Korps Marinir juga dicanangkan dari belahan Eropa Timur, tepatnya kali ini melirik Ukraina, negara pecahan Uni Soviet yang kampiun dalam industri alat-alat berat. (more…)
Dalam benak orang di Republik ini, pesawat angkut berat TNI AU akan merujuk pada satu nama, yakni C-130 Hercules buatan Lockheed Inc. Hal tersebut terasa lumrah, mengingat pengabdian Hercules di Tanah Air sudah lebih dari 50 tahun, pesawat ini dikenal punya mobilitas tinggi dalam menunjang operasi militer dan operasi militer bukan perang. Tapi, tahukah Anda bila sejatinya Hercules di Indonesia punya ‘rekan sejawat’ yang sama-sama digolongkan sebagai pesawat angkut berat? (more…)
Pasca pecah kongsi antara Indonesia dan Uni Soviet di tahun 1966, membawa implikasi pelik bagi konfigurasi alutsista di Tanah Air. Khususnya di lingkungan TNI AU, hampir semua alutsista asal Uni Soviet dan Eropa Timur harus di grounded lantaran ketiadaan pasokan suku cadang. Kalaupun ada yang masih bertahan hingga tahun 70-an, seperti jet tempur MiG-21 dan pembom Tu-16, tak lain hanya mengandalkan pola kanibalisasi suku cadang. (more…)