Badan SAR Nasional (BASARNAS) kini tengah menjadi perhatian publik berkat jasa mereka dalam pencarian korban kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501. Dibalik jasa besar dari tim personel BASARNAS, harus diakui bahwa salah satu bintang dalam misi evakuasi adalah sosok helikopter berwarna orange jenis AS-365 N3+ Dauphin yang ikut diturunkan dalam misi SAR Air Asia QZ8501. (more…)
Walau dalam film Battleship (2012), USS Sampson luluh lantak oleh serangan alien, namun dalam pencarian korban kecelakaan kapal terbang Air Asia, kapal perang destroyer berbobot 9.200 ton ini mendapat sorotan berkat kesuksesannya dalam misi pencarian ini. Banyaknya jumlah korban yang berhasil di evakuasi USS Sampson dinilai karena ukuran kapal itu cukup besar, bahkan jadi kapal perang bertonase terbesar dalam misi pencarian di Selat Karimata. Dengan tonase yang jumbo, wajar bila Sampson lebih bisa menahan gelombang yang tingginya mencapai 3-5 meter di lokasi pencarian Air Asia QZ8501. (more…)
Selain menjadi momen misi SAR dan evakuasi besar-besaran, operasi laut di Selat Karimata terkait musibah jatuhnya AirAsia QZ8501 turut melibatkan gelar alutsista secara masif dalam misi pencarian korban dan badan pesawat. Selain TNI AL yang mengerahkan andalan korvet SIGMA Class (Diponegoro Class), Bung Tomo Class, dan frigat Van Speijk yang berbekal hull mounted sonar, nyatanya banyak negara sahabat yang turut membantu langsung misi ini. Seperti salah satunya ada KD Lekiu 30, frigat ringan yang jadi flagship armada tempur TLDM (Tentara Laut Diraja Malayasia) ikut diterjunkan di hari-hari awal pencarian. (more…)
Terkait tugasnya di wilayah lautan, bila selama ini TNI AU baru sebatas melakukan peran intai maritim tanpa dapat melakukan penindakan, maka terkait tren pemberantasan illegal fishing yang sedang dicanangkan pemerintah, TNI AU pun ingin mengambil peran yang lebih strategis. Salah satu wujudnya dengan keinginan dari pihak TNI AU untuk bisa mengoperasikan pesawat amfibi multipurpose buatan Rusia, Beriev Be-200 Altair. Pesawat ini dapat langsung mendarat di laut dan kemudian menerjunkan pasukan untuk melakukan inspeksi ke kapal-kapal yang mencurigakan.
Setelah tujuh tahun dalam penantian, akhirnya korvet SIGMA class TNI AL mendapatkan pasangan helikopter yang sepadan dan mumpuni. Maklum, sejak kapal SIGMA class TNI AL pertama mulai diterima tahun 2007, andalan helikopter di deck-nya bukanlah jenis yang punya kemampuan AKS (anti kapal selam), yang bisa melepas torpedo. Jangankan berkemampuan AKS, melontarkan rudal anti kapal pun tak bisa dilakukan, yang kebetulan ‘paket’ jodoh SIGMA class TNI AL dipercayakan pada sosok helikopter ringan multi peran, NBO-105 buatan PT. Dirgantara Indonesia. (more…)