Surveillance Radar Rudal Rapier, Mampu Dialihfungsi Mendukung Peran Meriam PSU S-60 57mm TNI AD
|Karena usia yang uzur, rudal Rapier memang telah purna tugas, tapi perangkat penunjang sistem rudal tersebut sampai saat ini masih tersimpan, terawat dan dapat dioperasikan oleh Arhanud TNI AD. Diantaranya adalah komponen radar blindfire, generator, fire control unit, dan unit peluncur rudal (launcher unit). Dengan ide dan kreativitas, komponen sistem rudal Rapier kini dapat ‘dibangkitkan’ dari tidurnya.
Baca juga: Rapier – Berjaya di Malvinas Jadi Andalan TNI 2 Dekade
Berangkat dari kondisi tersedianya 50 peluncur rudal Rapier di empat detasemen hanud (pertahanan udara), menggerakan pihak Pusdikarhanud TNI AD untuk memaksimalkan launcher unit Rapier yang masih berfungsi baik, artinya dapat digerakkan sesuai kendali. Memaksimalkan launcher unit Rapier tentu bukan memasang konsol ini dengan jenis rudal lain, melainkan radar yang terdapat di dalam radome (kubah) dapat diutak atik untuk digunakan pada pada jenis senjata lain.


Pada stuktur launcher unit Rapier yang didesain dari konsep trailer (towed). Selain ada dudukan empat rudal, masing-masing dua peluncur di kiri dan kanan, pada bagian kubah yang tertutup didalamnya tersemat surveillance radar, peran dari surveillance radar di launcher unit juga mencakup fungsi IFF (identification friend or foe). Dengan didukung teknologi komputer pemandu, radar transmitter and receiver, plus antena berbentuk parabola, menjadikan tools pemandu yang efektif pada rudal yang meluncur menuju sasaran.
Dari komponen yang terdapat di launcher unit, surveillance radar yang ada didalam kubah dicoba dimanfaatkan oleh Arhanud TNI AD sebagai elemen penjejak bagi meriam PSU (Penangkis Serangan Udara) S-60 57 mm buatan Rusia. Surveillance radar ini digadang khusus untuk mendukung jenis meriam S-60 T.AKT (Tanpa Alat Kendali Tembak). Di lingkup Arhanud TNI AD, juga terdapat meriam S-60 57mm Retrofit.
Baca juga: S-60 57mm – Meriam Perisai Angkasa ‘Sepuh’ Arhanud TNI AD
Baca juga: AN/UPS-3 TDAR: Radar Penjejak Target Untuk Meriam PSU S-60 57mm Retrofit Arhanud TNI AD
Sebagai informasi, saat awal-awal diterima dari Uni Soviet di tahun 60-an, meriam S-60 sejatinya sudah dilengkapi alat kendali tembak (fire control unit) dan radar. Fire control unit pasangan meriam S-60 adalah Puazo, dan jenis radar pengintainya adalah Son -9. Kedua komponen FCU dan radar ini terbilang kondang digunakan dalam Perang Vietnam. Di Indonesia, Puazo dan Son-9 telah menjadi besi tua sejak tahun 1980.


Tanpa peralatan tersebut, S-60 seperti mati suri karena dengan kecanggihan pesawat saat ini operator meriam bisa tidak berkutik jika mengandalkan melihat sasaran secara visual. Operator akan kesulitan melakukan proses penjejakan sampai dengan penembakan sasaran. Alat kendali tembak pada alutsista hanud mempunyai peran yang sangat vital. Tanpa alat itu, waktu reaksi operator Meriam saat ada sasaran udara jadi singkat, tidak bisa menembak seawal mungkin dan prosentase perkenaan menjadi rendah. Dengan pola bidikan optik manual, sasaran baru bisa terlihat dari jarak 5,5 Km, bahkan jarak pandang bisa jadi lebih terbatas jika penempatan meriam dikontur berbukit.
Baca juga: Giraffe AMB – Generasi Penerus Radar Giraffe 40 Arhanud TNI AD


Dari etalase senjata yang ada, sampai saat ini meriam S-60 57 mm T.AKT masih terdapat 125 pucuk dalam kondisi baik, 54 pucuk dalam kondisi rusak ringan, dan 9 pucuk dalam kondisi rusak berat. Kesemuanya digelar oleh satuan Yon Arhanudse (Artileri Pertahanan Udara Sedang).
Modifikasi SurveilanceRadar Rapier (SRR) dan meriam S-60T. AKT dengan beberapa alat tambahan dimungkinkan untuk dilaksanakan. Modifikasi adalah alternatif untuk meningkatkan efektivitas sista meriam S-60 T. AKT dan memperpanjang usia pakai. Dengan sistem ini, diharapkan operator akan lebih mudah dalam proses penembakan sasaran, mempunyai waktu reaksi yang cukup, bisa lebih awal menembak sasaran serta menambah prosentase perkenaan terhadap sasaran.

Baca juga: CONTROLMaster200 – Sistem Radar Hanud Untuk Rudal Starstreak TNI AD
Sistem dibangun dengan memanfaatkan peralatan yang tersedia dan menggabungkannya menjadi sebuah sistem baru. Peralatan yang dibutuhkan adalah:SurveilanceRadar Rapier(SRR), Meriam 57 mm S60 T.AKT, TDR/RLD, Interface(alat tambahan pada Surveilance Radar), Synchro(alat tambahan pada Meriam 57 mm S 60 T. AKT) dan Headset(untuk Danpu dan Awak Azimuth).Fungsidari tiap-tiap peralatan adalah :
- SurveilanceRadar Rapier(SRR) berfungsi untuk mencari dan menemukan sasaran denganjangkauan sampai dengan radius 12 Km.
- Meriam 57 mm S-60 T. AKT berfungsi untuk menembak dan menghancurkan sasaran yang telah tracking /dijejaki.
- TDR/RLD berfungsi sebagai alat untuk memproses data sasaran, menunjukkan arah sasaran serta mengontrol waktu penembakan.
- Interface berfungsi untuk mensinkronkan data output dari radar agar bisa dibaca oleh peralatan TDR/RLD
- Synchro berfungsi sebagai alat elektro mekanik untuk mengetahui arah meriam.
- Headset berfungsi untuk mendengarkan bunyi alarm dan tone bahwa arah laras meriam sudah tepat pada sasaran.
Alat peralatan disusun sesuai konfigurasi agar berfungsi optimal saat gelar Hanud. Konfigurasiyang dibutuhkan dalam 1 satuan tembak terdiri dari :1 (Satu) SurveilanceRadar Rapier, 4 (Empat) Meriam 57 mm S-60 T. AKT, 4 (Empat) TDR/RLD, 1 (Satu) interface, 4 (Empat) Synchrodan 8 (Delapan) headset.


Dengan sistem kendali tembak seperti ini, dapat menambah akurasi perkenaan pada target, pasalnya operator terbantu dari segi waktu. Setelah operator memasang laras meriam ke arah yang di aba-abakan Komandan pucuk, operator akan meraba ketepatan arah laras sesuai dengan tone dari alat peralatan. Jika secara manual proses dimulai dari radius 5,5 Km, dengan sistem ini proses sudah bisa dimulai dari radius 12 Km dari posisi gelar meriam. Dari aspek teknis dan taktis sudah jelas menguntungkan karena bertambahnya waktu reaksi bagi operator.
Meski dari segi usia pengabdian, S-60 sudah terbilat sangat tua, dalam gelar taktis S-60 dapat mendukung konsep senjata komposit hanud TNI, yakni kombinasi rudal dan kanon/meriam. Semakin banyak alutsista yang digelar maka akan semakin padat hamburan peluru di udara dan akan saling menutupi kelemahan satu dengan yang lainnya.(Gilang Perdana)
urusan utak atik alutsista memang TNI jagonya, meriam sepuh dan radar surveillance yang harusnya udah masuk kandangpun masih tetap berkibar..
btw bila melihat konflik di timur tengah banyak menggunakan artileri serangan udara dipakai untuk melahap target2 didarat.. begitupun potensinya S60 dapat digunakan untuk menghantam target darat mengingat jarak jangkau dan akurasinya yang mumpuni.. semoga aja pihak TNI bisa utak atik lagi sebagai meriam buat kendaraan tempur…
kenapa negara kita terlalu banyak jenis senjata anti udara jarak dekat tetapi semuanya beli dari luar. Kenapa tidak di produksi sendiri dengan cara ToT, bisa joint production atau licensi. TNI punya startreak, mistral, RBS 70, yang dari polandia, tar ditambah lagi sama yang buatan cina.
Pernah gak berfikir TNI dan industri alutsista membuat singgle produc dari produk2 yang sudah TNI miliki, baik itu joint product atau secara licensi. Sehingga nanti bisa bikin banyak sesuai dengan yang diinginkan TNI AU, TNI AL, dan TNI AD, karena memang dari masing2 angkatan memiliki spesifikasi yang berbeda karena memang platform pemasangannya berbeda2. Ada yang di light tank, ada yang di kapal, ada yang di helicopter, ada yang di pespur, ada yang di truck, dsb.
JIka jarak dekat aja bisa kita bikin semoga jarak menengahnya bisa menyusul
Mungkin karena murah dan sangat banyak dipasaran
dan dianggap bukan barang ekslusif
hampir semua negara sudah bisa membuatnya, sehingga percuma saja membuatnya.
Meskipun ada embargo, barang ini mudah didapat
Berbeda dengan MEDIUM-LONG RANGE SAM, barang ini sangat tidak mudah mendapatkannya, dan muuuahal, kita perlu dapat ToT dari SAM ini
Sabar 🙂
Bukan kah LAPAN sedang riset dengan roket-roketnya yang berjarak jangkau jauh?
Nah tinggal ditunggu saja, komponen lain seperti sistem radar / penjejak dan sistem pemandu, dll. Dan kayaknya yang ini akan dirahasiakan dari umum deh. 😉
Ngawur itu woy keterangan foto hut abri 1977 bukan tni ad tapi marinir! Perhatikan warna baretnya aja ungu bukan coklat, liat simbol jangkar di baja pelindung meriam sebelah kiri.
@Cece: Terima kasih atas koreksinya 🙂
Bentar, Marinir punya S-60? Setahu eug sih M1939-61K dah
Yup yang dipakai Marinir adalah ini http://www.indomiliter.com/m1939-61-k-meriam-pertahanan-pangkalan-etalase-arhanud-marinir-tni-al/ dan http://www.indomiliter.com/m1939-52-k-meriam-psu-heavy-aa-legendaris-arhanud-marinir-tni-al/
itu barang goibnya TNI om…..
Kecepatan respon dan tanggapan pada kehadiran target adalah harga mati di satuan Arhanud.
Memang tetap harus kreatif apalagi belajar dari pengalaman Kolonel Zoltan Dani ,mantan komandan dari Brigade pertahanan udara ke 3 Yugoslavia ketika perang Balkan Pecah th 90 an, dg pengetahuan dan ide yg brilian dia mampu merubah radar pesawat MIG tua menjadi umpan terhadap RWR pesawat2 tempur NATO yang memang berhasil menjadikan jebakan mematikan buat beberapa F 16 dan F 18,…demikian juga dengan jeniusnya dia sanggup memodifikasi radar tua VHF dengan rudal SA 3 Goa yang dikemudian hari sanggup menembak jatuh pesawat pembom stealth AS F -117 yang sangat menggemparkan Pentagon kala itu, belum lagi tehnik gelar alutsista pertahanan udara menghadapi kekuatan udara NATO yang memang jauh unggul di teknologinya….
Mantap!
Persistensi dan kreativitas itu sangat perlu dimiliki prajurit, karena satu2nya aset bangsa negara yang harus mampu breaktrough di kala paling ekstrim.
Min ulas jet fighter JF 17 thunder dong, ato chengdu j 10.biar bisa perbandingan ama peserta tender pngganti F 5 tiger . makasih min salam kenal
Rapier saja udah pensiun, ini si mbah buyut s60 malah dipoles teruss. TNI apa tidak terpikir untuk membeli medium SAM pengganti rapier ya,,,
Rudal Rapier itu jelas teknologi tinggi di mana litbang Arhanud sepertinya belum sampai ke sana, seperti juga Fire Control Unit pasangan meriam S-60 adalah Puazo, dan jenis radar pengintainya adalah Son -9 di mana Puazo & Son-9 ini akhirnya mangkrak di 1980-an.
Sedangkan S-60 itu teknologi sederhana yang litbang Arhanud mampu terus memeliharanya.
Jadi bukan karena persoalan lebih tua atau lebih muda, tetapi lebih ke persoalan mudah atau sulitnya dipelihara.
Coba itu RBS-70, Saab bekerjasama dgn Pindad untuk memperpanjang usia rudal tersebut. http://www.indomiliter.com/pt-pindad-dan-saab-perpanjang-usia-operasional-rudal-rbs-70-arhanud-tni-ad/
Harusnya ada perencanaan untuk dapat mampu memelihara dan memodifikasi rudal.
4 jempol untuk kreatifitas nya…tapi yg jadi pertanyaan kapan ini waktunya si “embah” menikmati masa tua nya dengan duduk manis di museum…kok sepertinya dalam waktu dekat belum ada tanda mau pensiun….
Mungkin s-60 masih dipertahankan juga karena sifatnya yg low-tech, mungkin bisa dibuat fire support utk darat juga. Yaa analisa kasar aja sih
Betul. Kanon S-60 relatif teknologi konvensional yang mampu dipelihara dan digunakan dengan mudah.
Sedangkan Fire Control Unit pasangan meriam S-60 yaitu Puazo, dan jenis radar pengintainya yaitu Son -9, sudah mangkrak di 1980-an, karena Puazo dan Son-9 ini adalah teknologi yang lebih tinggi (elektronika, dll) yang belum mampu dipelihara oleh Arhanud.
Di sisi lain, sistem elektronika Puazo dan Son-9 ini sudah kurang efisien efektif di masa sekarang. Berbeda dengan sistem mekanik pada senjata S-60 yang cenderung dapat dipakai di masa2 tertentu.
@admin
Oom bener kagak kalo rapier kita adl versi pertama yang hanya bisa dipandu dg radar…belum bisa dioper ke pemandu optic?
Dapet ceritanya dari suplier yang mmenyuplai peralatan militer dari jaman LBM
Om admin….Simbah 60 bisa utk menghajar tank atau kendaraan lapis baja gak?
Kalau dilihat dari ukuran nya 57mm, akan susah untuk menembus lapisan baja kendaraan sekelas tank. Untuk kendaraan lapis baja lainnya sekelas APC, S-60 punya kemungkinan lebih besar untuk menembus lapisan baja karena rata-rata side armor APC tidak bisa menahan terjangan peluru yg lebih besar dari 14mm
rame komen nehh