Sukhoi Su-30MK2 TNI AU Sukses Uji Flare dengan APP-50 Dispenser
Dalam pertempuran udara jarak dekat (dogfight), terkena sengatan rudal pencari panas menjadi momok yang menakutkan bagi penerbang tempur. Untuk mengatasinya, dikenal flare yang mampu mengeluarkan panas tinggi untuk mengecoh sensor infrared pada rudal pemburu panas. Tapi lain dari itu, tebaran flare harus diakui cukup menarik perhatian, bila dilepaskan secara sistematis maka mampu memperlihatkan keindahan laksana ‘bola’ api di angkasa. Maka tak jarang dalam atraksi udara, pelepasan flare menjadi salah satu menu andalan.
Baca juga: R-73: Dibalik Kecanggihan Rudal Pemburu Panas Sukhoi TNI AU
Seperti dikutip dari situs tni-au.mil.id (25/10/2016), jet tempur Sukhoi Su-27/Su-30 Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin, Makassar disebutkan telah berhasil melangsungkan uji coba pelepasan flare pada hari Jumat (21/10/2016). Ratusan Flare yang dipasang pada dispenser dibagian buntut pesawat terlihat mengeluarkan bola api bercahaya sangat terang.
Baca juga: Vympel R-27 – Rudal Udara ke Udara Andalan Sukhoi TNI AU
Pada uji coba pertama maupun kedua, pesawat tempur Sukhoi Su-30 MK2 dengan tail number TS-3009 yang dipiloti Mayor Pnb Anton “Sioux” Palaguna dan Mayor Pnb Bambang “Stinger” Baskoro Adi, beberapa kali melintas tepat di atas apron Skadron Udara 11 Wing 5 Lanud Sultan Hasanuddin, sukses melakukan uji coba sesuai rencana dan aman. Kegiatan tersebut, disaksikan langsung Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Agus Supriatna beserta para Asisten Kasau yang saat itu berada di Lanud Sultan Hasanuddin.
Baca juga: Sidewinder – Si Pemburu Panas Andalan TNI-AU
Flare sendiri dalam terminology jet tempur masuk sebagai kelengkapan dalam airborne system/equipment. Persisnya Sukhoi Su-27/Su-30 jamak menggunakan flare dispenser tipe APP-50. Perangkat dispenser ini masuk dalam kelas passive jamming automatic units. Peran flare di APP-50 untuk melindungi pesawat dari kejaran rudal pencari panas, tidak itu saja, flare juga mampu mengganggu kejaran rudal hanud (pertahanan udara) yang berpemandu infrared.
Baca juga: AL-1M – Wujud Reinkarnasi Rudal Strela dengan Proximity Fuse
Dispenser APP-50 disematkan di bagian belakang dan modus operasinya dapat dikendalikan secara manual (dari panel kendali) oleh pilot, atau bisa juga dilepaskan secara otomatis saat RWR (Radar Warning Receiver) menerima informasi datangnya rudal lawan. APP-50 ditawarkan dalam dua varian, yaitu APP-50P untuk operasi otonom, dan APP-50A untuk integrasi ke sistem pendukung elektronik onboard.
Baca juga: Jajal Dogfight, J-11 (Sukhoi Su-27) Kalah Telak dari Gripen, Ini Dia Sebabnya!
Ada tiga pola pelepasan flare dari dispenser, yakni mulai dari kontinyu, salvo, dan gabungan diantara keduanya. Mengenai interval peluncuran, dan jumlah salvo dapat langsung di setting oleh pilot lewat panel kendali. APP-50 dispenser flare ini diproduksi oleh Gorizont JSC dari Rusia, dalam paket penjualan ekspor mencakup perangkat dispenser, dokumen operasional, suku cadang, peralatan pendukung, peralatan perbaikan, dan peralatan uji. Dan berikut spesifiksi dispenser flare APP-50. (Gilang Perdana)
– Ketinggian maksimum peluncuran: 30.000 meter
– Interval peluncuran: 0,1 – 8 detik
– Round types: PRP-50, PPI-50
– Kaliber: 50 mm
– Kapasitas per disepenser: 24
– Berat dispenser: 53 – 56 kg
– Mode peluncuran: continuous, salvo, dan by series
Mau nanya bung admin…itu untuk chaft flare yg app50 dispenser, cara kerjanya apa mirip dengan alat yg bikin kembang api saat event2 gitu ya ???
untuk kapasitas per dispenser : 24, jadi maksimal 24x bisa lepas flarenya ya ??? mohon penjelasannya
Mirip kembang tetes
https://www.youtube.com/watch?v=kcJFKPXDRdc
Namun versi militer ini jauh lebih sempurna
Su-35 Kemungkinan Dibatalkan
http://indonesia.rbth.com/news/2016/10/28/indonesia-kemungkinan-batalkan-pembelian-su-35_643109
Seperti yg ane udah duga dari dulu :D.
Yg terpilih nanti kemungkinan besar GRIPEN (perpaduan jet generasi 4++, relatif murah harga pembelian & operasional, ada ToT, ada preseden pengguna di kawasan, pabriknya punya transparansi & integritas yg baik, negara asalnya non-blok & non-Nato yg lg tdk terlibat huru-hara politik internasional (apa Swedia udah bermain di Suriah??)).
Sukhoi & Rusia ini emang ribet. Lha untuk suku cadang & mesin2 Sukhoi yg kita udah punya aja bakal dipasok DMG Technology Holdings, perusahaan dari AS.
http://www.dmgtecholdings.com/en/media/dmg-technology-holdings-signed-an-agreement-with-ministry-of-defence-of-the-republic-of-indonesia.html
Hayo yg ngomongin embargo. Lha jet tempur blok timur yg bebas embargo kok komponennya bakal dipasok dari barat. Mosok juga nggak nyimak perbaikan (bukan upgrade) jet tempur & heli blok timur kita musti ngirim ke luar negeri.
Sekarang Indonesia musti bermain cantik. Dengan duit yg amat sedikit bisa dapatkan keuntungan & manfaat jangka panjang sebesar2nya. Seperti kata Presiden Jokowi, jadikan tiap pembelian alutsista dari luar itu sebagai investasi (industri) pertahanan. Paradigmanya dari konsumen (pelan2) jadi produsen.
Tapi semoga PT.DI dibenahi juga agar siap menampung ‘investasi2’ ini.
Nah, gimana pendapat fansboy Rusia? 😀
hihihi bukan produkx sih yang jelek tapi menegementx
Itu dulu, sekarang bisa dilihat hasilnya
Dari perusahaan hancur/pailit tahun 2012, sekarang bisa eksis
kasus heli super puma adalah kontrak lama Tahun 2011, jelas bermasalah/terlambat karena perusahaan dipailitkan / bangkrut tahun 2012
keuangan pun jadi amburadul atau tidak jelas
BPK pun sering salah dalam melakukan Audit
Heli 1 saja ribetnya setengah mati
kasus pembelian 3 unit Mi-17 yang bermasalah dahulu malah diabaikan
PT DI skrng memang di di beri kepercayaan penuh dari AIRBUS untuk merakit Cassa 212… Yg benar2 rakitan nya hanya structure az, selebihnya engine , Blade, tire ,instrument2… Tetep harus impor dari luar… Makanya apabila perlu spare dlm perawatan nya beli nya harus impor, ke luar negeri…
PT. DI sebagai perakit, tentunya disitu banyak engine, Blade, Tire, Instrumen2.
Kenapa ngak beli ke PT. DI ????
Takut ketahuan PUNGLI / Mark-Up nya Ya ???
Di PT. DI ada DIVISI khusus untuk Penyedia Spare Part dan SERVICE
yang jual spare part C212i PT NUSANTARA TURBIN (BUMN)
Malah bagus kan, namun kenapa dibilang langka ?
Maskapai penerbangan perintis yang banyak menggunakan c-212 aja masih pede kok mengoperasikan pesawat ini….lha kok ini malah mau dipensiunkan. Malah pesawat c-212 masih ddigunakaan sbg alat trnasportsi bg para ilmuwan yang bekerja dikutub selatan (gimana gak ekstrim?)
Padahal PT. DI sudah memproduksi varian terbarunya yang sdh glass cockpit dan pake winglet, yang pasti ada peningkatan kemampuan dibanding tipe yang lama.
Yang lumayan janggal adl ttg “opreq” yang diajukan….dikatakan sbg pengganti c-212. Sbg orang awam ane juga tahu, pesawat yang sepadan dg-nya adl cn-212 versi terbaru, dornier, twin otter versi baru, atau skytruck buatan polandia.
Ini “opreq-nya” tau-tau udah loncat, ngloncatin cn-235 dan nc-295….ada apa ini pak manteb?!!!!
Enakan ploduk2 dari rusia kata mereka… Bisa PUNGLI dan mereka kasih FEE tinggi lho… Males klo dpt ploduk dari usa / eropa, GAK BISA PUNGLI….
kalau saya mendukung penuh pt.pal . secara didukung penuh pemerintah dan tni-al untuk menuju poros maritim .
kalau pt.di mau didukung pemerintah . harusnya minta dukungan modal dan kepercayaan penuh . maklum pt.di perusahaan yg baru bangun dari tidur yg tidak di inginkan sendiri hehehehehe 🙂
Buang flare…mau diganti yg baru…peremajaan…
Kira2 pindad bisa ga ya bikin produk chaft dan flare,manfaatnya kan juga bisa dipakai alutsista darat dan laut.
Jadi sejak 2003 -2013 belum dipasang Flare Dispenser ?
Gitu mau ngajak perang ?
@Nakedangel
Spertinya sdh lh mas, lha kmrn2 pas latgab kn SU 27/30 ada melakukan manuver bomb burst, dan itu tentunya dgn d sertai pelepasan flare, tuh d atas jg ada fotonya SU ngelepas flare.. moga2 pandangan mas thd armada sukhoi menjadi lebih objektif. Peace mas..
Komentar saya tidak ada hubungan dengan Sukhoi
tapi ke arah per CICIL an Alutsista kita dan kesiapan tempur kita.
Mengenai objektifitas, menurut saya sudah sangat obyektif
hasilnya adalah Su-27/30 terlalu amat sangat membebani Ekonomi kita.
Kalau kita takut Embargo, sesungguhnya secara tidak sadar kita sudah di Embargo oleh Rusia
@admin
Maaf….kenapa bung admin belum menampilkan artikel ttg pesawat calon pengganti armada cassa-212 yang katanya sudah mulai langka sucadnya?
Seru lho…bakalan ada “perang bintang” jilid dua antara pendukung PT.DI vs pendukung C-27 spartan, sampai2 seorang bu connie turut sumbang suara
@errick
Tampaknya ada yang desperate…_dah mau pensiun tapi blum ngerasain blanja alutsisbro, wkwkwkwk
C-212 suku cadangnya mulai langka ? aneh ? lucu ?
padahal pusat pabrik nya ada di INDONESIA
lalu kenapa Vietnam dan Filipina memesan C212 ke PT DI ?
Sejak dulu memang TNI-AU suka “NAKAL”
Bahkan sejak jaman bung karno
dulu Helikopter AW101, sekarang C-27 spartan
besok IFX pun saya yakin DITOLAK, lebih milih IMPORT
Sepertinya TNI-AU anti dengan PT. DI
Sehingga sampai menjelek jelek kan produk PT. DI
yang dijelek-jelekkan itu kinerja PT. DI dalam memenuhi pesanan TNI-AU. terutama dalam hal delivery Caracal yang molor se-kebo kebo nya..
Benar, namun TNI juga harap memaklumi karena kondisi saat itu PT. DI sudah bangkrut/pailit
jadi umur PT. DI sebenarnya telah lahir kembali tahun 2012, terseok seok akhirnya sekarang bisa hebat kembali
Namun sayangnya masih sering “DIGANGGU” dari DPR, BPK, maupun dari TNI
Kalau menurut saya TNI harus di keluarkan dari bagian managenen DI .Masak TNI jadi komisaris juga . Akan terjadi begini terus karena adas perbenturan kepentingan . TNI karena merasa ikut memiliki jaga akan seenaknya saja sama DI .
Perusahaan adalah profit oriented maka di akan kerjakan bila ada untungnya . TNI karena punya dinas pemeliharaan sendiri namanya DEPOHAR 30 membawahi 3 satuan pemeliharaan( Sathar ) yaitu sathar 31,32 dan sathar 33, makanya mereka tidak ada kontrak perawatan dan suplai sucad dengan DI . Tapi anehnya bila ada masalah malah menyalahkan DI karena ketidak mampuan mereka sendiri . Seharusnya Depohar ini yang mengadakan kontrak kerjasama dengan DI mengenai perawatan dan ketersediaan sucad .Tapi TNI terlalu percaya diri sehingga mereka tidak melakukannya.
Sebagai bukti negara-negara lain dan pemakai lain selain TNI tidak ada mengeluhkan masalah ini.